Search
Close this search box.
Ilustrasi :  Majalah Element
Ilustrasi : Majalah Element

Ourvoice.or.id –  Di tengah maraknya berita mengenai pernikahan sesama jenis, peluncuran sebuah majalah khusus pria gay mungkin tidak akan memicu kontroversi. Namun di Singapura yang masih konservatif, dimana hukum pidana masih melarang hubungan seksual antara pria, majalah Element terpaksa memilih platform digital agar dapat terbit.
“Izin pemerintah masih menjadi kekhawatiran kami,” ujar Hirokazu Mizuhara, direktur pelaksana Element dan mantan manajer pemasaran Harper’s Bazaar Beijing. “Mereka cenderung menjadi sangat konservatif atas konten semacam ini.”

Element , yang akan mulai terbit bulan ini, mengklaim sebagai “suara pria gay Asia.” Edisi pertamanya berisi wawancara dengan penari di klub gay Thailand dan profil resor mewah Asia yang ramah bagi kaum gay, selaras dengan fokus regional majalah ini. Pengiklan sudah berdatangan, seperti label mode Paul Smith dan klab malam glamor Avalon, yang berlokasi di resor kasino Marina Bay Sands, Singapura.

Majalah dua bulanan ini hanya akan tersedia online melalui toko aplikasi Apple dan Android. Aplikasi ini gratis, namun untuk setiap edisi akan dikenakan biaya $1,99.

Majalah ini, yang diterbitkan oleh perusahaan media independen Epic Media dari Singapura, menargetkan 10 ribu pelanggan digital. Element pun berencana menerbitkan versi bahasa Mandarin untuk memasuki pasar Cina tahun depan.

Element tengah berupaya mengakali aturan media di Singapura. Majalah cetak yang didistribusikan di negara itu membutuhkan izin dari Otoritas Pengembangan Media Singapura (MDA). Badan pemerintah tersebut bertugas mengawasi dan menyensor konten media. Sedangkan bagi media online, regulasinya lebih ringan dan tak mensyaratkan perizinan rumit layaknya media cetak.

Server situs Element juga terletak di Amerika Serikat, sehingga di luar lingkup peraturan Singapura menyangkut setiap website yang dijalankan di dalam negeri.

Meski demikian, penolakan sosial atas homoseksualitas di Singapura – dan dampak negatifnya bagi kaum gay – juga menjadi faktor utama mengapa Element memilih terbit secara online.

“Tidak banyak pria gay yang mau membeli majalah ini di toko, budaya di Singapura memang seperti itu,” ujar Mizuhara.

Singapura sendiri memiliki dunia malam khusus gay yang sedang berkembang. Ada sebuah pertemuan tahunan, Pink Dot, guna mempromosikan kesamaan hak gay dan lesbian. Namun penolakan dari segi hukum, serta lingkungan pekerjaan dan sosial, menghambat kaum gay dan lesbian untuk jujur mengenai orientasi seksualnya. Sementara itu berdasarkan hukum pidana Section 377A – warisan pemerintah kolonial Inggris yang justru telah dicabut di Inggris dan bekas koloni lainnya seperti India – pria yang terbukti bersalah melakukan “ketidakpatutan yang menjijikkan” di tempat umum atau pribadi dengan pria lainnya dapat dipenjara maksimum dua tahun.

Menurut jajak pendapat tahun lalu oleh Oogachaga, kelompok pendukung gay, diskriminasi dan pelecehan terhadap gay biasa ditemukan di Singapura. Oogachaga mendapati lebih dari 60% lesbian, gay, biseksual, dan transgender di Singapura menyatakan mengalami diskriminasi dan pelecehan akibat orientasi seksual mereka.

Sumber :  WSJ