Ourvoice.or.id –Prospek bagi pemerintah India untuk mendapatkan persetujuan badan legislatif atas rancangan undang-undang (RUU) mengenai pelecehan seksual perempuan semakin cerah. Pemerintah India, Senin kemarin, menyetujui sejumlah revisi yang diajukan oleh sejumlah partai oposisi di parlemen.
Pemerintah sepakat untuk mempertahankan batas usia minimal consensual sex, atau hubungan seks atas dasar persetujuan dua belah pihak, adalah 18 tahun dalam revisi RUU yang akan diserahkan ke DPR pada Selasa. Sebelumnya, salah satu proposal utama RUU itu adalah menetapkan batas usia consensual sex yang lebih rendah, yakni 16 tahun.
“Kami telah membuat sejumlah perubahan” atas RUU tersebut, ujar Menteri Urusan Parlemen, Kamal Nath di sela-sela pertemuan kabinet federal. Pemerintah berharap RUU itu akan diloloskan oleh badan legislatif pada Selasa, tambahnya.
Dukungan dari pihak oposisi merupakan kunci bagi ditetapkannya RUU menjadi undang-undang karena pemerintah tidak memiliki suara mayoritas di DPR.
Bharatiya Janata Party (BJP), partai oposisi utama menyatakan dukungannya atas RUU itu. “Kami sama sekali tidak menyimpan keraguan atas RUU itu karena pemerintah telah menerima sebagian besar usulan kami, termasuk usia minimal consensual sex,” juru bicara BJP, Pratap Rudy, mengatakan.
India tengah memperkuat perundang-undangan menyusul tuntutan masyarakat luas terkait pemerkosaan massal atas gadis berusia 23 tahun di New Delhi pada Desember lalu. Tindak kejahatan serta kematian yang mengikutinya menjadi perhatian dunia internasional. Lima lelaki dituntut melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Mereka menyangkal tuduhan. Kini, pengadilan atas kelimanya masih berjalan.
Di tengah upaya pemerintah mengajukan RUU, kasus pemerkosaan lain menimpa seorang wisatawan asal Swiss berusia 39 tahun. Ia diperkosa beramai-ramai pada Jumat pekan lalu ketika sedang berkemah di negara bagian Madhya Pradesh. Dua hari kemudian pada Minggu, pihak kepolisian membekuk empat lelaki yang disangka memperkosa perempuan itu. Mereka mengakui telah memperkosa serta merampok barang-barang milik perempuan serta suaminya, ujar M.L. Dondi, seorang petugas dari kepolisian distrik Datia.
Perubahan RUU Hukum Pidana 2013 ditujukan menggantikan hukum sementara yang diperkenalkan pemerintah pada bulan lalu. Hukum sementara itu akan habis masa berlakunya Jumat mendatang.
RUU itu mengganjar pelaku perkosaan dengan ancaman maksimal hukuman mati jika korbannya meninggal atau menderita koma.
Pemerintah berniat menjadikan aksi penguntitan dan pengintipan (voyeurism) sebagai kejahatan yang pelakunya tidak bisa mendapatkan pembebasan dengan uang jaminan di bawah undang-undang itu. Karena tidak terdapat dalam undang-undang pidana sebelumnya, penguntitan dan pengintipan sifatnya menjadi ambigu.
Sumber : WSJ | Indonesia