Ourvoice.or.id. Perlindungan dan keamanan di ruang digital, juga peran jejaring sosial dalam melacak pelaku kriminal merupakan bahasan utama dalam kongres kepolisian Eropa di Berlin.
Tuduhan yang dilontarkan: Cina punya militer rahasia untuk aksi serangan hacker dengan sasaran Amerika Serikat. Jika dugaan perusahaan keamanan AS “Mandiant“ benar, pakar komputer sejak bertahun-tahun sukses melancarkan serangan terhadap badan pemerintahan, perusahaan media dan ekonomi. Laporan itu muncul tepat saat berlangsungnya kongres polisi Eropa Selasa (19/2) dan Rabu (20/2) di Berlin. Cina membantah pemberitaan itu dan menuduh AS bertanggung jawab atas serangan cyber terhadap insititusi di Cina.
Sengketa aktual antara kedua adidaya itu menggambarkan secara drastis, seberapa besar dimensi medan perang virtual di tingkat negara maupun ekonomi swasta saat ini. Menurut keterangan “Symantec” perusahaan keamanan yang juga berkantor di AS, tahun 2011 di jaringan internet dunia terjadi sekitar 5,5 miliar serangan. Itu berarti ada kenaikan 81 persen dalam satu tahun. Di Jerman, Badan Kriminal Jerman (BKA) pada kurun waktu yang sama mencatat sekitar 60.000 kasus konkrit kriminalitas cyber. Demikian dilaporkan wakil BKA Jürgen Maurer dalam kongres polisi Eropa. Badan untuk Keamanan Teknik Informasi Jerman (BSI) di Bonn, hanya bertanggung jawab agar infrastruktur stabil dan berfungsi. Jadi BSI tidak punya wewenang untuk menyidik dan mengawasi.
Medan Gelap “Tidak Dapat Terdeteksi“
BKA juga mengakui, medan gelap “sama sekali tidak terdeteksi.“ Tidak ada gambaran jelas dari sebuah ancaman. Oleh sebab itu, ketua
Dinas Rahasia Jerman (BfV) Hans-Georg Maaßen menganggap hal yang menentukan adalah, “tidak ketinggalan teknologinya.“ Tapi sering kriminal internet jauh lebih maju dari penyidik. Menurut Maaßen, semakin penting untuk menunjukkan tindakan dahsyat dinas rahasia terhadap musuh virtual di dalam dan luar negeri. Sementara BSI di Bonn, bertanggung jawab agar infrastruktur stabil dan berfungsi.
Ketua BKA Maaßen pada kongres polisi Eropa di Berlin menerangkan, dengan metode apa institusinya berusaha mencium jejak hacker, jihadis atau ektremis kanan di jaringan internet. Teks-teks atau video dengan bantuan perangkat teknis dengan petunjuk orang-orang yang dicurigai atau simbol-simbol khas kelompok tertentu disaring. Langkah kedua yang menentukan antara lain dengan menyidik protokol internet (IP Address) dan menemukan identitas tersangka pelaku. Kedengarannya mudah, tapi rumit. Karena pihak yang dicari sering dan cepat berganti komputer dan server. Jadi jejak di ruang digital cepat menghilang lagi.
Peran Jejaring Sosial Makin Besar
Max-Peter Ratzel, mantan direktur badan kepolisian Eropa (Europol), juga menilai pentingnya meninjau jejaring sosial seperti Facebook. Jerman dibanding negara-negara lainnya pada bidang ini masih lemah, ujar Ratzel. Caranya tidak hanya dengan menyidik diam-diam pengguna internet, tapi juga memelihara akun sendiri dalam Facebook atau Twitter. Bentuk komunikasi modern ini juga menciptakan kepercayaan. Sebagai pelopor di Eropa adalah Inggris, Belgia dan Belanda.
Seberapa penting dan membantunya akun polisi di jejaring sosial juga untuk mengatasi kriminalitas di luar ruang digital, dipaparkan ketua polisi negara bagian Niedersachsen Axel Brockmann. Ia melaporkan ada 8 kasus yang berhasil diungkap berkat bantuan pengumuman di Facebook. Di antaranya juga kejahatan seksual, penganiayaan dan pencurian.
Sumber : dw.de