Search
Close this search box.

Kami Tidak Bisu(L)

Ourvoice.or.id. Judul tulisan ini terinspirasi oleh sebuah buku terbitan Institut Pelangi Perempuan, yang dituliskan oleh Kamila Manaf dan kawan-kawan lesbian muda Jakarta. Selain itu tulisan ini juga merupakan pelampiasan kegerahan saya terhadap ulah beberapa Mahasiswi/wa rempong yang akhir-akhir nyelonong ke inbok facebook meminta saya untuk mengisi bahan skripsi berupa kuisioner untuk meraih gelar Sarjananya.

Gak tau asal-usulnya dari mana tiba-tiba ada pesan diinbok facebook yang isinya “Hai kk, saya mahasiswa Psykologi disebuah perguruan tinggi, saya sedang membuat skripsi tentang gay, di inbok ini saya lampirkan kuisionernya, tolong diiisi ya ka, dan kalo bisa share ke kawan-kawan kk juga ya”. Ini jenis mahasiswa rempong yang pertama.

Mahasiswa rempong yang kedua biasanya dia mengunakan orang terdekatnya. isi pesan di inbok biasanya seperti ini “Cyin…pa kabar lu? bantu ponakan gwe ya cyin, dia lagi bikin skripsi tentang gay, dan gwe rasa lu adalah orang yang tepat untuk jadi narsumnya, dan ini gwe lampirkan kuisioner tolong diisiya. Deadlinenya kalo bisa minggu depan ya cyin, kalo dah kelar lu bakal gwe traktir deh. Thx cyin. Kept in touch ya”.

Mahasiswa rempong jenis ketiga. biasanya mahasiswa jenis ketiga lebih sopan dari dua kategori diatas, sebelum mengadakan penelitian dia mengirimkan surat secara resmi ke lembaga atau organisasi yang akan jadi objek penelitiannya. Tapi tetap saja ketika semua sudah kelar, jangankan bertandang colak-celek facebook aja gak pernah.

Keprihatinan saya tidak hanya kepada mahasiswa rempong saja, tapi juga para peneliti yang lainya, baik itu peneliti lokal maupun peneliti dari negara lain. Ada sebagaian dari mereka yang suka seenak udelnya saja, setelah terkumpul data kemudian gak nonggol lagi. seolah tak punya tanggungjawab moral sedikitpun terhadap temuan-temuannya dilapangan.

Bila kita kembali pada judul tulisan ini, saya jadi merasa bahwa para peneliti ini seolah-olah menganggap kami ini bisul yang harus dipecahkan agar tidak ada lagi jendolan yang tidak merata dibagian tubuh. Padahal tidak selamanya bisul itu mesti dipecahkan, adakalanya ia kempis sendiri. (Yukkk. Loh kok jadi membahas bisul ya. Hehehehe.)

Dan para peneliti biasanya membawa pertanyaan yang mirip. Yaitu :”Sejak kapan kamu menjadii gay, selanjutnya Kenapa bisa tertarik dengan sejenis? Dan puluhan pertanyaan lainya yang menurut saya isinya asumsi dan prasangka. Padahal mereka (peneliti) belum tentu bisa menjawab pertanyaan yang sama bila ditanyakan kembali pada dia.

Asumsi dan pransangka negatif terhadap gay tidak hanya dibawa oleh mahasiswa rempong dan peneliti harem tapi sudah mengakar menjadi mitos sesat yang membuat saya sebagai gay miris mendengarnya, beberapa mitos sesat tentang gay adalah :

Gay = Penyakit

Saya heran kenapa ada orang yang seenak jidatnya bisa mengatakan gay itu penyakit, dan justru heran saya kian bertambah jika ada komunitas gay yang setuju dengan pernyataan gay = sekong. padahal sejak tahun 1970an para pakar kejiwaan yang didukung juga oleh WHO dan PBB bahwa Gay bukanlah sebuah penyakit. Saking sudah mengakarnya mitos ini, hingga ada asusmsi bahwa gay yang menikah dengan perempuan adalah gay yang “sembuh”.. padahal banyak factor yang harus dilihat jika seorang gay itu menikah dengan perempuan.
Gay = Gila sek
Faktanya, semua makhluk berpenis itu gila seks! Emangnya pria hetero tidak gila payudara? Tidak gila pornografi? Tidak serong? Masalah gay suka gonta-ganti pasangan, itu karena salah kaum homofobia juga. Memang tidak semua gay sebrengsek itu, tapi memang ada sebagian yang merasa berhak untuk serong sana-sini karena pernikahan gay dilarang oleh kaum homophobia.

Gay cemburuan dan hobi membunuh
Ini mitos tolol yang menyalahi mitos gay suka gonta-ganti pasangan. Tidak semua gay segila Ryan Jombang. Lagipula, emangnya pria hetero tidak cemburuan? Faktanya, kasus kekerasan rumahtangga hetero jauh lebih banyak dibanding kasus gay: suami bunuh istri, istri bunuh suami, suami siram air keras ke muka istri, istri memotong penis suami menjadi tujuh bagian. Silahkan google sendiri, ada banyak cerita-cerita seru tentang pasangan heteroseksual yang saling bantai atas nama cinta dan CEMBURU!

Semua gay itu kemayu dan semua lesbian itu tomboy
Memang benar, sebagian pria kemayu itu gay dan sebagian besar perempuan tomboy itu lesbian, TAPI tidak berarti semua gay dan lesbian itu seperti mereka. Faktanya, gay juga ada yang macho. Apalagi jika dia brewokan dan berbulu dada. Aura maskulinnya sangat terasa. Mayarakat akan tertipu mengira pria itu hetero, padahal dia gay. Pria gay macho rata-rata malu mengaku gay, apalagi jika dia tinggal di negara homofobia macam Indonesia. Sedangkan pria kemayu kesulitan menyembunyikan ke-gay-annya, makanya rata-rata cuek. Oleh sebab itu, gay yang terlihat di muka umum hanyalah pria kemayu saja. Dan timbullah mitos sesat itu.

Semua Laki-laki yang beristri pasti hetero
Itu anggapan tolol! Pernah dengar kata SANDIWARA? Faktanya, pria gay maskulin lebih lihai menyembunyikan homoseksualitasnya karena penampilan mereka macho. Takut ketahuan gay, pria gay akan menikahi perempuan saat umurnya cukup. Ada juga gay yang bercita-cita “sembuh” dengan mengenalkan penisnya pada vagina.

Faktanya juga, pernikahan hetero TIDAK bisa ‘menyembuhkan’ gay kecuali si gay ternyata biseks. Suami gay tidak bisa menyayangi istrinya lahir batin karena mentalnya tertekan. Dia TERPAKSA menikahi si istri. Suami gay juga PASTI akan berhomoseks di luar!

Jika semua pria gay yang beristri berani unjuk diri, masyarakat Indonesia akan gempar melihat JUMLAHnya yang banyak! saya pribadi kenal banyak pria gay beristri.

Demikianlah mitos-mitos yang ada didunia gay, harapan saya tidak terlalu muluk-muluk kepada calon peneliti yang akan melakukan penelitian tentang apapun terutama tentang gay.

Di ndonesia penelitian tentang gay yang dipublikasikan tidak banyak, jadi sangat perlu kiranya dilakukan dialog-dialog tentang hasil penelitian yang telah dibuat, sebagai tanggungjawab moral terhadap komunitas yang pernah berjasa. jangan hanya disimpan jadi tumpukan kertas yang berujung menjadi bungkus gorengan.

Dan tahun saya bersyukur sekali bisa kenal Tanti seorang peneliti perempuan alumni Universitas Indonesia yang telah berbagi hasil penelitianya kepada kami dilembaga Ourvoice. Dan semoga kedepanya ada tanti-tanti yang lain yang punya itikad baik untuk melakukan hal yang sama seperti tanti, yaitu membuka wacana publik tentang dunia seksualitas melalui penelitian yang dipublikasikan. (Yatna Pelangi).

Literatur : gayclopedia.wikia.com