Ourvoice.or.id. Hasil survei yang dilakukan dua lembaga pendidikan di Surabaya memperlihatkan hampir 50 persen pelajar sekolah menengah atas di kota tersebut permisif terhadap hubungan seks, yang menunjukkan pentingnya pendidikan seks dan pemahaman mengenai infeksi menular seksual.
Survei yang dilakukan oleh Hotline Pendidikan bersama Yayasan Embun Surabaya itu menyebutkan sekitar 44 persen pelajar setingkat SMA di Surabaya berpandangan bahwa hubungan seks selama pacaran diperbolehkan. Dari angka itu, 16 persen diantaranya telah melakukan hubungan seks.
Survei dilakukan terhadap 450 siswa SMA, Sekolah Menengah Kejuruan, madrasah Aliyah dan sekolah menengah Kristen berusia 15-17 tahun, selama Juli-Oktober 2012.
Menurut para responden tersebut, tempat yang paling aman untuk melakukan hubungan seks diantaranya adalah mal (49 persen), rumah (24 persen) dan sekolah (16 persen).
Menurut ketua Hotline Pendidikan Isa Anshori, momentum yang terutama dianggap penting oleh para pelajar tersebut untuk melakukan hubungan seks adalah sehabis puasa Ramadan, menjelang pergantian tahun atau malam tahun baru, hari Valentine, dan pada saat merayakan kelulusan.
Terkait informasi mengenai seks, Isa mengatakan bahwa 52 persen responden mendapatkannya dari televisi, 42 persen dari teman, dan 28 persen dari Internet dan telepon pintar.
Isa mendesak orangtua agar lebih meningkatkan kualitas komunikasi dengan anak-anak.
“Di rumah, orang tua ini kan juga kadang-kadang menjadi stimulus, kemudian anak-anak lari di luar rumah. Tentu kita berharap pola komunikasi di rumah antara orang tua dan anak juga harus lebih terbuka, lebih pada orang tua bisa mendengarkan apa yang menjadi persoalan-persoalan anak, dan memberi jalan keluar yang tepat bagi anak,” ujarnya pada Minggu (30/12).
Persoalan perilaku seksual pada anak, menurut Ketua Yayasan Embun Surabaya, Joris Misa Lato, pada beberapa kasus membuat pelajar rentan Sterjerumus pada aktivitas perdagangan manusia atau praktik prostitusi, ujarnya.
“Awalnya itu kan, seks pertama itu dengan pacarnya, lalu bisa saja terikat pada kelompok-kelompok yang sering melakukan eksploitasi itu, yang kita sebut mucikari,” ujar Joris.
Sumber : voaindonesia.com