Search
Close this search box.
REUTERS/Ajay Verma
REUTERS/Ajay Verma

Ourvoice.or.id. Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Penanggulangan HIV Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali, Prof. Dr. Dewa Wirawan, mengemukakan berbagai hambatan untuk menekan laju penularan HIV/AIDS di Bali.

Pada saat menjadi pembicara dalam acaramedia briefing yang digelar Komunitas Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali, di Denpasar, Sabtu, 19 Januari 2013, Wirawan mengatakan hingga saat ini belum ada aturan yang tegas berkaitan dengan keharusan penggunaan kondom pada setiap transaksi seksual di kalangan pekerja seks komersial (PSK). “Hal seperti ini yang menyebabkan penularan melalui jalur heteroseksual masih sangat tinggi,” katanya.

Wirawan mengungkapkan, dari 6.971 kasus HIV/AIDS di Bali, penularan akibat perilaku heteroseksual mencapai 75,80 persen atau 5.284 kasus. Peringkat kedua penularan adalah akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian di kalangan pecandu narkoba yang mencapai 11,59 persen atau 808 kasus. “Selebihnya karena perilaku homoseksual, prenatal, dan lain-lain,” ujarnya.

Indikasi rendahnya penggunaan kondom terlihat dari hasil survei di kalangan PSK. Hanya 30 persen yang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya. Padahal, sesuai standar World Health Organization (WHO), penularan baru bisa ditekan bila angkanya mencapai 80 persen. Kenyataan inilah yang menyebabkan Bali gagal memenuhi seluruh target Millenium Development Goals.

Wirawan menegaskan, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan HIV/AIDS semestinya bersifat tegas yang disertai ancaman sanksi apabila keharusan penggunaan kondom dilanggar. Bahkan, peraturan tersebut harus lebih ditujukan kepada pemilik usaha prostitusi, bukan kepada PSK. Sebab, posisi PSK tergantung bosnya.

Itu sebabnya, kata Wirawan, harus ada ketentuan yang mengatur agar para bos PSK memastikan anak buahnya menggunakan kondom saat melayani tamunya. Juga kewajiban para bos merawat kesehatan PSK serta langkah-langkah pencegahan lainnya.

Wirawan tidak setuju penanganan masalah HIV lebih mengedepankan langkah represif, seperti membubarkan tempat pelacuran dan mengusir para PSK. Sebab langkah itu hanya akan menimbulkan masalah di tempat lain. Ketika merasa situasinya sudah aman, mereka kembali ke Bali.

Menurut Wirawan, yang perlu dilakukan pemerintah adalah pembatasan jumlah PSK serta mendorong mereka beralih ke pekerjaan lain yang lebih baik dan bermartabat.

Sumber : tempo.co