Ourvoice.or.id. Awal pekan ini Menteri Dalam Negeri Maroko, Mustapha Ramid, sudah mengumumkan akan mengubah kitab undang-undang hukum pidana, KUHP, untuk mencabut pasal yang sesuai dengan tradisi itu.
Salah satu paragraf dalam Pasal 475 memungkinkan mereka yang tebukti bersalah dalam kasus ‘penyalahgunaan’ atau ‘penculikan’ anak perempuan bebas, jika mereka menikahi korban.
Praktek tersebut mendapat dukungan dari para hakim untuk menghindari rasa malu keluarga korban.
Bagaimanapun rencana itu dianggap masih belum cukup karena dianggap belum menghapuskan diskriminasi atas perempuan.
“Perubahan pasal merupakan hal yang baik namun tidak memenuhi semua tuntutan kami,” tutur Presiden Asosiasi Hak Asasi Maroko, Khadija Ryadi, kepada kantor berita AP.
“KUHP harus direformasi secara total karena berisi banyak aturan yang diskriminatif terhadap perempuan dan tidak melindungi perempuan dari kekerasan.”
Kasus Amina Filali
Rencana perubahan ini diumumkan setahun lebih setelah seorang anak perempuan berusia 16 tahun, Amina Filali, bunuh diri karena dipaksa pengadilan menikah dengan pria pemerkosanya.
Saat itu pria pemerkosanya memanfaatkan pasal 475 tersebut untuk bisa bebas dari hukuman.
Namun Filali memutuskan bunuh diri dengan memakan racun tikus pada pertengahan Maret 2012.
Kasusnya memicu Klikunjuk rasa kelompok perempuan yang menentang undang-undang tersebut.
Tradisi mengawini korban pemerkosaan banyak ditemukan di kawasan Timur Tengah maupun di India dan Afghanistan karena kehilangan keperawanan di luar pernikahan merupakan aib besar bagi keluarga maupun suku.
Sumber : bbc.co.uk