Search
Close this search box.
Susana kuliah umum "Politik dan Seksulitas" 4/1/2013. Ourvoice
Susana kuliah umum “Politik dan Seksulitas” 4/1/2013. Ourvoice

Ourvoice.or.id – Setelah tujuh tahun lamanya meningalkan bangku kampus, kemarin 4 Januari 2013. Saya duduk manis mendengarkan ocehan perempuan Antropolog jebolan Universitas Indonesia dan juga Alumni Univ. Amsterdam-Belanda, Tanti Noor Said. Dengan tema Politik dan seksualitas dari sudut pandang Antropologi menjadi garis tegas dalam kuliah umum yang saya ikuti ini. Kuliah umum yang diadakan oleh Lembaga Ourvoice di Mess 55, Kalibata-Jakarta Selatan.

Sebanyak 20 orang yang terdiri dari Mahasiswa Universitas Indonesia, Sekolah Tinggi Teologi, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pegiat HAM, Jurnalis Hingga Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), turut larut dalam kuliah umum sesi pertama, karena masih akan ada sesi kedua dan ketiga pada 6 dan 8 Januari 2013 pada waktu dan tempat yang sama.

Sebuah makalah berjudul “Cairnya kategori dan tradisi seksual di Indonesia dan ketatnya pemaknaan dan praktek tersebut di Eropa Barat” yang terdiri dari 19 halaman berisi hasil penelitiannya terhadap gay dan waria Indonesia yang pindah ke Belanda dan Belgia menjadi pijakan Kuliah umum sore yang hangat itu.

Seperti kuliah pada umumnya, dipertemuan pertama ini Tanti memperkenalkan beberapa teori yang lahir di ranah Antorologi dan kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan para pakar Antopologi seperti Butler, Anderson hingga Dede Oetomo.

Dalam makalah yang dituliskan Tanti, ia menemukan kekontrasan terjadi ketika istilah kata Banci atau Bencong diaplikasikan pada “objek” penelitaiannya di Belgia dan Belanda.

Di Indonesia, Banci atau Bencong adalah istilah yang terkadang diaplikasikan terhadap laki-laki yang feminin (Boellstorff, 2006). Namun, banci bisa juga diartikan sebagai laki-laki yang tertarik secara asmara dan seksual terhadap laki-laki.

Dalam makalah yang dipaparkan secara singkat dan padat topik kategorisasi/pelabelan kian meluas dengan “buas”. Pelabelan selanjutnya ada : banci dan banci dandan, lady boy. Dan diluar ini sebenarnya masih banyak lagi pelabelan yang nempel di jidat kelompok homoseksual, ada : top dan bot (kelompok gay), femme dan butch (kelompok lesbian), dan terakhir ada Laki-laki Sex Laki-laki (LSL) atau Male Sex Male (MSM) yang banyak digunakan dalam program penanggulangan HIV dan AIDS. Dan entah akan ada berapa milyar pelabelan lagi yang lahir.

Dan disadari atau tidak bahwa akar kategorisasi yang terus bermunculan seperti jerawat di musim hujan ini bermuara pada satu titik yaitu pandangan heteronormatif. Pandangan yang menganggap bahwa seksualitas yang benar hanyalah heteroseksual yang bertujuan untuk meneruskan keturunan.

Kelompok homoseksual akhirnya terperangkap dalam “jebakan Batman” yaitu mengadopsi nilai-nilai heteronormatif tersebut, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari tapi juga menyelusup hingga keurusan penetrasi. Sadar ataupun tanpa sadar itu terjadi.

Padahal nilai-nilai yang ada pada pandangan heteronormatif tidaklah sepenuhnya memiliki nilai terbaik. Salah satu borok yang belum sembuh hinggi kini adalah tentang konsep kesetaraan. Ini sungguh jauh panggang dari api, tarik menarik tentang yang kuat dan yang lemah, feminim dan maskulin masih jadi debat kusir yang belum tuntas hingga kini.

Kalau di kalangan heteroseksual, laki-laki (maskulin) merasa diri punya kuasa atas yang dianggap feminin (perempuan). Begitu juga dalam kelompok homoseksual, top atau butch merasa diri punya kuasa karena “harus” memainkan peran maskulin terhadap bottom dan femme yang “harus” melakukan peran feminin.

Sedangkan bila kita membicarakan konsep kesetaraan dalam pasangan (baik homoseksual maupun heteroseksual), segala pelayanan hal yang kita lakukan untuk pasangan kita mengatasnamakan “cinta”. Padahal kadang-kadang tanpa disadari tindakan itu seperti merupakan sebuah keharusan yang dilatarbelakangi oleh doktrin-doktrin tertentu.

Ya, beginilah kira-kira sedikit ringkasan saya mengikuti kegiatan kuliah umum yang diadakan oleh Ourvoice. dan sebuah kesimpulan yang saya dapatkan adalah bahwa masalah pengkategorian/pelabelan pasti akan terus dilakukan oleh banyak peneliti dengan cetar membahana. Dan sebagai “objek” mestinya kelompok homoseksual harus lebih kritis dengan pelabelan yang dilakukan oleh orang-orang yang punya kepentingan. Jika tidak maka stigma dan diskriminasi akan menjadi sahabat dekat hingga kiamat.

Akhirnya saya kembali mengajak anda untuk mengikuti kuliah umum bagian ke dua. Masih akan dibawakan oleh Tanti dengan topik yang tidak kalah menariknya yaitu tentang : “Peran dan posisi homoseksual /transgender dalam keluarga, masyarakat, baik secara seksual dan poliitik”. Pada : Minggu 6 Januari 2013. Pukul : 17.00 -20.00.wib. Tempat Ourvoice. Jika anda tertarik silahkan konfirmasi kehadiran: HP: +6281519262223, BB: 2394591D atau email ourvoice.lgbtiq@gmail.com dan twitter @Ourvoiceind. (Yatna Pelangi).