Ourvoice.or.id – Diskriminasi berbasis identitas jender masih belum dianggap serius oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia. Untuk itu, Sanggar Waria Remaja (Swara), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada pembinaan Waria muda, mengikuti aksi kamisan, 22 November 2012, yang rutin dilakukan oleh korban ataupun keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia. “Tidak apa, Kita semua harus berjuang melawan diskriminasi, jangan sampai ada manusia Indonesia yang didiskriminasikan lagi,” ujar Endang, korban kasus tragedi ‘65 ketika ditanya tanggapan atas hadirnya kelompok waria di aksi kamisan ini. Dalam aksi kali ini, kelompok Waria pun mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Presiden melakukan tindakan afirmatif kepada kelompok Waria dalam bidang administrasi kependudukan, lapangan kerja formal dan institusi pendidikan. Hari ini, kami hadir meminta kepada Bapak Presiden untuk melakukan kebijakan afirmatif bagi hak-hak kami seperti; penyediaan pekerjaan di sektor formal, kesempatan pendidikan (baik formal maupun non- formal) sebagai Waria, dapat mengakses administrasi kependudukan dengan identitas “jender ketiga”/Waria. Terakhir Bapak Presiden dapat memberikan perlindungan bagi Waria Indonesia dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. (Kutipan Surat Untuk Presiden).
Tindakan kekerasan memang sering menimpa kelompok Waria, seperti yang diungkapkan oleh Jessica (23), seorang Waria asal Jakarta, “Ketika Kami sedang kumpul, Kami pernah dilempar botol minuman.” Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28G ayat 1, menjamin setiap warga negara untuk hidup aman dan bebas dari ancaman, selanjutnya pasal 28I ayat 2 menjamin setiap warga negara untuk tidak diperlakukan diskriminatif, jika negara ini benar-benar berlandaskan hukum maka seharusnya aksi kekerasan dan diskriminasi atas dasar apapun haram terjadi di Republik ini. (Guhtee Gaidar)