Ourvoice.or.id. Perilaku sodomi bisa dikenakan hukuman mati di Saudi Arabia. Tetapi, ironisnya, kenapa gaya hidup gayjustru sangat marak di sana? Ternyata, di sana, menjadi gay lebih mudah daripada menjadi straight.
Meskipun gay dihujat dan diancam hukuman mati, Kerajaan Saudi juga memberikan keleluasaan kepada kaum homoseksual. Selama gay atau lesbian tidak terbuka di muka umum, maka yang bersangkutan tetap bebas melakukan apa saja di tempat pribadi masing-masing. Asalkan jangan sampai tertangkap saja.
Komunitas gay banyak ditemui di kota-kota besar seperti Jeddah dan Ryadh. Mereka umumnya bertemu dan berkenalan di café-café, sekolah, di jalan, dan tentu saja lewat internet. Talal, seorang pria Syria yang datang ke Ryadh pada tahun 2000, menyebut ibu kota Saudi ini sebagai surganya kaum gay.
Yang lebih mengejutkan lagi, beberapa dari para pria yang melakukan hubungan sex dengan pria lain tidak menganggap diri mereka gay. Bahkan, menurut banyak orang Saudi, seorang pria yang melakukan hubungansex dengan pria lain itu bukan berarti yang bersangkutan adalah gay.
Perilaku tersebut hanyalah cara lain untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak bisa mengubah identitas si pelakunya ataupun mengurangi kemaskulinannya selama dia berperan aktif (top) dan bukan sebagai pihak yang dipenetrasi. Pandangan seperti ini membuat para pria Saudi merasa bebas melakukan hubungan sexdengan sesama jenisnya dengan tanpa adanya rasa kuatir disebut gay.
Pendekatan kaum gay di sana juga seringkali dilakukan secara terbuka. Bahkan, metode yang kerap dilakukan dengan cara cruising, mengendarai mobil secara pelan-pelan.
Jamie, seorang florist asal Philiphina yang tinggal di Jeddah mengaku pernah sangat ketakutan ketika ada beberapa mobil yang mengikutinya sewaktu dia berjalan. “Especially when you are pretty like me, they won’t stop chasing you,” ujar Jamie. (Apalagi jika Anda cakep seperti saya maka mereka akan terus mengejar)
John Bradely, penulis Saudi Arabia Exposed: “Inside a Kingdom in Crisis” juga mengatakan banyak sekali pria expatriates di sana, gay atau tidak, pernah didekati secara langsung oleh pria Saudi yang mengendarai mobil baik pada waktu siang maupun malam. Seringkali,0 mereka juga sangatkeukeuh.
Beberapa tahun lalu, sebuah koran di Jeddah pernah memberitakan kisah hubungan lesbian di lingkungan pelajar SMA. Diceritakan, mereka (anak–anak gadis itu) melakukan hubungan sex di dalam kamar mandi sekolah.
Yasmin (21 tahun), seorang pelajar di Ryadh, mengaku pernah mempunyai hubungan cinta kasih sejenis semasa di SMA. Dia bahkan menceritakan salah satu bagian gedung sekolah ada yang disebut sudut lesbian. Gedung itu memiliki kamar mandi besar sehingga menyediakan suatu privasi. Dinding–dindingnya penuh dengan tulisan graffiti yang memberikan nasehat religius dan romantis. Pesan–pesan itu antara lain mengatakan:
“Apapun yang dikatakannya kepadamu, dia tidak benar–benar mencintaimu.”
“Sebelum kamu melakukan apapun dengannya, ingatlah, Tuhan melihatmu.”
Yasmin mengatakan semakin banyak saja wanita yang berubah haluan menjadi lesbian dan semakin banyak pria yang melakukan hubungan gay. “They’re not really homosexual. They’re like cell mates in prison.” (Mereka sebenarnya bukan homoseksual. Mereka bagaikan para napi di penjara.)
Cerita senada juga disampaikan oleh Radwan, pria Arab kelahiran Amerika. Ia mengatakan pria Saudi tidak bisa berhubungan sex dengan wanita, maka mereka pun melakukannya dengan pria. Demi menjaga kesucian si wanita maka pria dan wanita dipisahkan. Begitu ketatnya pemisahan tersebut sehingga kontak yang boleh dilakukan sangat minimal. Lalu bagaimana mereka bisa melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita tanpa harus menanggung resiko yang berat?
Tareq (24 tahun), pekerja travel, mengatakan bahwa ‘Tops’ (pelaku aktif) cuma sekedar ingin mencari penyaluran hasratnya. Cara apapun akan mereka lakukan.
Sedangkan Francis, 34 tahun dari Philiphina, mengaku dia melakukan hubungan sex dengan pria–pria Saudi saat istri mereka sedang hamil atau sedang menstruasi. Begitu istri mereka bisa melakukan ‘servis’ lagi maka mereka akan berhenti menghubunginya. “Saat tidak bisa memakai istrinya, mereka ada pilihan lainnya, dengan kaum gay,” begitu katanya.
Banyak kaum gay expatriate yang merasa lebih nyaman di Ryadh daripada di tempat asal mereka. Talal bercerita pengalaman gay sex yang pertama kali dilakukannya saat dia berumur 17 tahun. Nasib naas tak bisa dihindari, dia tertangkap basah oleh bapaknya saat sedang melakukan hubungan sex dengan temannya. Dia pun dihukum tidak boleh keluar rumah selama berbulan-bulan oleh bapaknya sampai dia mau bersumpah bahwa dia tidak akan pernah lagi tertarik dengan sejenis.
Suatu hari, dia mendapatkan kesempatan bekerja ke Ryadh. Ketika memberitahu bapaknya tentang kepergiannya ke sana, ia mendapat pesan You know all Saudis like boys and you are white. Take care.”
Sebagai seorang gay, Talal sangat senang mendapati bahwa nasehat si ayah ternyata memang benar adanya. Kulitnya yang putih itu telah menjadikannya “hit” di antara pria lokal.
Marcos, 41 tahun dari Phliphina, pernah ditangkap pada tahun 1996 karena menghadiri sebuah pesta yang menyuguhkan show kaum waria. Dia sempat dipenjara selama sembilan bulan, mendapatkan hukuman cambuk 200 kali, kemudian dideportasi.
Tapi, semua itu tidak membuatnya jera. Diapun tetap memilih kembali ke Ryadh. Dia sangat mencintai pekerjaannya di dunia fashion. Selain bayarannya tinggi, kehidupan sosialnya juga sangat menunjang. “Banyak pria yang menggoda. Terserah kita berapa orang kita mau setiap harinya,” begitu katanya.
Sumber : http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/8/2162/sex_drugs_and_rock_n%E2%80%99roll_di_kalangan_arab_bagian_ii_-_tamat.