Ourvoice.or.id. Otorita Kesehatan di Republik Irlandia mulai menggelar penyelidikan atas tewasnya seorang perempuan yang ditolak untuk mendapat layanan aborsi.
Savita Halappanavar-yang sedang mengandung 17 pekan- mengatakan dia beberapa kali minta agar kandungannya diaborsi karena menderita sakit pinggang dan keguguran.
Namun-seperti dituturkan suaminya- para dokter di Rumah Sakit Universitas Galway mengatakan dia tidak bisa menjalani aborsi karena Republik Irlandia adalah negara Katolik dan bayinya masih dalam keadaan hidup.
Halappanavar akhirnya meninggal pada 28 Oktober karena keguguran dan infeksi akibat pendarahan.
Rumah Sakit Universitas Galway menyatakan juga akan melakukan penyelidikan internal dan tidak bersedia memberi komentar atas kasus per kasus selain akan bekerja sama dengan penyelidikan petugas hukum atas kematian Halappanavar.
Sementara itu kelompok pendukung aborsi, Precious Life, menyampaikan simpati dan doa kepada keluarga Halappanavar.
Dalam pernyataannya, Precious Life berharap penyelidikan akan bisa mengungkap dengan jelas tentang hal yang sebenarnya terjadi.
Suami Savita, Praveen Halappanavar, kepada BBC mengatakan keyakinannya bahwa istrinya akan tetap hidup jika menjalani aborsi.
“Jelas, hal itu tidak diragukan,” tegas Praveen, seorang dokter gigi yang berasal dari India.
Dia menambahkan istrinya dalam keadaan amat senang sebelum menderita rasa sakit.
“Itu merupakan bayi pertama, kehamilan pertama dan Anda tahu dia sangat berbahagia.”
“Namun pada Sabtu malam semuanya berubah, dia mulai menderita sakit pinggang sehingga kami menelepon rumah sakit universitas.”
Karena terus menderita sakit, Nyonya Halappanavar meminta jika dia bisa dioperasi. “Mereka mengatakan sayangnya tidak, karena di negara Katolik.”
Walaupun Halappanavar menegaskan bahwa dia bukan penganut Katolik, tapi Hindu, dan mempertanyakan kenapa peraturan itu diterapkan juga padanya.
Akan tetapi rumah sakit berkeras jabang bayi masih hidup dan detak jantung bayinya baru berhenti hari Rabu berikutnya.
“Situasinya terus memburuk dan pada hari Jumat mereka mengatakan dia dalam keadaan kritis,” kenang Praveen.
Praveen mengatakan sebagian organ tubuh istrinya kemudian berhenti berfungsi dan akhirnya dia meninggal pada Minggu 28 Oktober.
Sumber: banjarmasin.tribunnews.com /BBC