Search
Close this search box.

"Pekan Tanpa Diskriminasi" Ditutup Pemutaran Film (photo : Dok. Ourvoice)
"Pekan Tanpa Diskriminasi" Ditutup Pemutaran Film (photo : Dok. Ourvoice)

Ourvoice.or.id. Pemutaran film “Cinta yang dirahasiakan” dan diskusi tentang diskriminasi LGBT di Indonesia menandai penutupan acara “Pekan Indonesia Tanpa Diskriminasi” yang diadakan Yayasan Denny JA bekerjasama dengan kelompok kerja masyarakat sipil di Jakarta, Rabu.

Direktur YDJA Novriantoni Kahar dalam keterangan pers mengatakan, acara Pekan Tanpa Diskriminasi yang berlangsung 21–24 Oktober 2012 berlangsung sukses yang pertama diisi pengumuman hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman dengan keberagaman pada (21/10).

Kemudian dilanjutkan acara pemutatan lima buah film karya Hanung Bramantyo yang diambil dari Puisi Esai Denny JA (pendiri LSI) dan diskusi tentang diskriminasi minoritas di Indonesia yang acara tersebut dimaksudkan menyambut Hari Sumpah Pemuda, ke-84, tanggal 28 Oktober 2012.

Acara hari penutupan diisi dengan pemutaran film tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dan diskusi yang menampilkan pembicara yakni Prof Koeswinarno (guru besar UIN Suan Kalijaga Yogyakarta), dan Merlyn Sofyan (aktivis LGBT dan mantan Ratu Waria 2011).

Novri mengatakan, dalam beberapa survei di Indonesia, kelompok yang kemudian disebut LGBT adalah salah satu kelompok yang paling dijauhi oleh masyarakat yang menganggap mereka abnormal, sakit, menyimpang, dan sebagainya.

"Pekan Tanpa Diskriminasi" Ditutup Pemutaran Film (photo : Dok. Ourvoice)
"Pekan Tanpa Diskriminasi" Ditutup Pemutaran Film (photo : Dok. Ourvoice)

“Diskriminasi pun sehari-hari menimpa kelompok ini, baik dari kebijakan negara, aparat maupun masyarakat secara umum, sehingga muncullah suatu sikap yang disebut homophobia,” katanya.

Hal inilah, kata Novri, suatu sebutan bagi orang atau kelompok yang “phobia” atau takut, benci atau memiliki sikap sinistik terhadap para homoseks yang dilandasi beragam alasan, mulai  dari alasan dogma agama hingga takut dituduh menjadi homo.

Hingga saat ini, katanya, lebih dari 70 negara masih mengkriminalisasikan kelompok LGTB dalam kebijakannya, sehingga ada jutaan kelompok LGTB terancam penangkapan, dipenjarakan dan bahkan di beberapa negara dihukum mati.

Di lain pihak, Sekjen PBB Ban Ki-Moon pada 10 Desember 2010 menyatakan “Apabila seseorang diserang, diperlakukan dengan kejam, atau dipenjarakan karena orientasi seksual mereka, kita harus bersuara”.

Sekjen PBB menyerukan kepada setiap negara di dunia untuk mengambil tindakan khusus untuk melindungi setiap individu dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual  dan identitas gender atas alasan apa pun.

Oleh karena itu, setiap tanggal 17 Mei juga diperingati Hari Internasional melawan homophobia atau “International Day Againt Homophobia (IDAHO)”. Hal ini juga didasarkan pernyataan resmi WHO pada 17 Mei 1990 bahwa homoseksual bukan penyakit atau gangguan kejiwaan.

Novri menyatakan, di Indonesia melalui Kemenkes pada 1993 di dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III juga mengeluarkan homoseksual dari klasifikasi sebangai penyakit/gangguan jiwa.

 Sumber : http://oase.kompas.com