Search
Close this search box.

Ilustrasi (crestock.com)
Ilustrasi (crestock.com)

CYBERSULUT.COM – Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan lesbian sebagai minoritas di tengah masyarakat Manado, selalu memantik kontroversi. Namun beberapa lesbian memandang berbeda tentang eksistensi mereka. Munculnya anggapan dari sebagian besar orang yang melihat bahwa konteks perjuangan kaum lesbian berada di seputaran pengakuan sosial, terlalu menyederhanakan kompleksitas dunia kaum homoseksual.

Represi masyarakat dengan perangkat norma dan hukum sosial memang menyasar mereka yang dianggap berbeda dengan kelompok dominan.

Stigmatisasi yang melihat bahwa sebuah kelompok minor mesti mendapatkan restu tentang keberadaannya di lingkungan yang dianggap “dikuasai” oleh kelompok mayoritas. Bahwa lesbian akan terus menerus dianggap sebagai “perilaku menyimpang” hanya karena memiliki perbedaan dengan “perilaku yang tidak menyimpang”. Di sisi lain, fakta bahwa standarisasi mengenai yang “menyimpang” dan “tidak menyimpang” juga merupakan produk dari pola relasi hirarkis masyarakat hari ini.

Titi misalnya. Ia telah menjadi lesbian sejak lebih dari enam tahun lamanya. Namun bagi perempuan berambut sebahu ini, lesbian bukan persoalan eksistensi. Bagi Titi, lesbian adalah pilihan orientasi seksual seseorang. Ini tidak ada kaitannya dengan kebutuhan untuk diakui orang lain. Sebab bagi Titi, orientasi seksual adalah pilihan individual dan bukan merupakan ruang publik.

Perempuan berkulit kuning langsat ini menegaskan bahwa pada dasarnya terdapat pasangan heteroseksual yang juga mengalami diskriminasi sosial. Titi mencontohkan pasangan heteroseksual beda agama. Represi yang datang dari keluarga, lingkungan tinggal hingga institusi formal juga menimpa mereka.

Itu mengapa Titi melihat bahwa pangkal dari ini adalah kecenderungan kelompok dominan untuk menghakimi nilai-nilai atau pilihan dari individu atau kelompok yang lebih kecil.

Sementara Eva (bukan nama sebenarnya), menilai bahwa keinginan kaum lesbian atau homoseksual untuk lepas dari diskriminasi tidak boleh disederhanakan sebagai perjuangan eksistensialis.

Eva menilai bahwa konservatifisme adalah penyebab utama dari hal tersebut. Dogmatisme adalah hal yang membuat banyak orang lebih senang melihat segala sesuatu dari satu sudut. Menakar semuanya dengan satu parameter tunggal yang absolut.

Perjuangan atau aksi kaum homoseksual menurut Eva adalah upaya untuk menemukan kontribusi sosial secara maksimal, meski mendapatkan banyak tantangan. Eva melihat bahwa menjadi lesbian bukan tembok yang dapat mengurangi kemampuan seseorang. Lesbian tidak dapat ditakar menjadi alasan dari keengganan masyarakat untuk melakukan kritik terhadap dirinya.

Perempuan yang kini sedang melanjutkan studi di universitas terkemuka di Manado, juga menyadari bahwa ketidaktahuan adalah salah satu akar dari silang sengkarut pandangan masyarakat tentang kehadiran lesbian di Manado.

Namun, Eva juga tidak menutupi adanya ketakutan untuk menghadapi diskriminasi masyarakat membuat banyak perempuan menjadi takut untuk mengaktualisasikan diri lewat orientasi seksual. Itu mengapa perempuan berwajah oval ini menganggap keterbukaan masyarakat dan diskusi mendalam mesti dilakukan oleh semua pihak. Ini salah satu cara menurut Eva untuk memutus rantai diskriminasi. Perempuan berambut hitam pendek ini menilai bahwa ini adalah hal yang paling mendesak. (Andre Gusti Bara)

sumber : http://cybersulut.com