Keberadaan ABU NAWAS sendiri ‘Nyaris’ dianggap sebagai tokoh fiktif, sebagian mengangapnya hanya tokoh ciptaan Scheherazade Ratu ratu Sassanid yang akan dihukum mati oleh suaminya Raja Shahryar dan untuk menunda kematianya dia berkisah banyak ceritadan berbeda-beda stiap malamnya hingga mencapai 1001 malam. Saat itulah lahir kisah seribu satu malam yang saat ini sangat terkenal di berbagai belahan dunia dan salah satu dari ksiah tersebut adalah kisah ABU NAWAS yang cukup melegenda dan tidak habis kontroversialnya hingga saat ini.
Begitu lahir, Abu Nawas atau Abu Nuwas dijual ibunya kepada Sa’ad Al-Yashira, seorang tukang obat asal Yaman. Sa’ad memboyong Abu Nawas ke Basrah, dia tinggal di sebuah Kota Pelabuhan yang saat itu memunculkan tokokh-tokoh mitos seperti Sinbad yang juga menjadi salah satu mitos tokoh 1001 malam dan dikota ini pula Abu Nawas belajar banyak tentang Ilmu Pengetahuan termasuk belajar tentang sastra.
Masa mudanya penuh kontroversi. Hal ini membuat dia tampil sebagai tokoh unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Ia menimba ilmu sastra Arab dari Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran dari Ya’qub al-Hadrami. Ilmu Hadis ia pelajari dari Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Di kota ini pula dia bertemu dengan Saqi seorang anak laki-laki yang dicintainya dan digambarkan dalam beberapa puisinya sebagai salah satu objek dari puisinya, Seringkali pula pusisi-pusinya yang jenaka dan mengandung kritikan tajam, mengakibatkan dia pernah dipenjara. Salah satunya ketika dia membacakan sebuah puisi memuji salah satu elit politik Barmakis yang telah digulingkan oleh Khalifah Harun Ar Rasyid. Mengakibaykan dia lari ke Baghdad hingga sepeninggal Khalifah Harun Ar Rasyid tersebut pada 809 M, dia jadi lebih leluasa dalam membuat puisi-puisi saat di pimpin Muhammad Al Amin karna dia adalah salah satu dari murid Abu Nawas sendiri, begitu senangnya dia bebas berekspresi hingga melahirkan puisi-puisi yang memuji Muhammad Al Amin yang konon menjadi penulisan puisi terbanyak yang ditemukan.
Dalam Mulhaq al-Aghani juz 25 Abu Nawas sendiri digambarkan pernah menikahi seorang wanita yang masih kerabat jauhnya namun keesokan harinya wanita tersebut diceraikanya, dalam sebuah riwayat juga pernah digambarkan dia akan menikahi seorang wanita bernama Jinan namun pernihakan tersebut tidak pernah terlaksana.
Kata Ismail bin Nubakht sendiri menggambarkan: “Saya tidak pernah melihat seorang priapembelajaran yang lebih luas dari Abu Nuwas, atau orang yang, dengan memori begitu kaya kosakata, memiliki begitu sedikit buku Setelah kematian-Nya kita menggeledah rumahnya, dan hanya bisa menemukan. satu buku-cover berisi quire kertas, di mana buku tersebut adalah koleksi langka dan pengamatan ekspresi gramatikal dari Abu Nawas”
Penggambaran tokoh Abu Nawas yang Homoseksual juga pernah disampaikan oleh Imam Syafi’i yang menyatakan Beliau mengatakan, “seandainya Abu Nawas tidak Mujun, (Penggambaran Abu Nawas yang homoseksual), niscaya aku akan belajar sastra kepadanya”
Kebesaran Abu Nawas juga pernah dituangkan dalam kitabitab-kitab sejarah seperti Tarikh al-Islam (juz 10/161) karya sejarawan adz-Dzahabi, Tarikh Baghdad (juz 7/436) karya Khatib al-Baghdadi, Tahdzib Ibn Asakir juz 4, Wafayat al-A’yan karya Ibnu Khalkan. Masalik al-Abshar (jilid 9), Syudzurat al Dzahab (juz1/345) atau kitab Mulhaq al-Aghani juz 25 karya Abu al- Faraj al-Ashbihani. Namun, kisah kesusastraan Abu Nawas yang Homoseksual sendiri pernah dikupas habis dalam Majalah Sastra Al Funun (1913).
Kebengalan kisah hidup Abu Nawas yang sangat kontroversi itulah yang konon menyebabkan beliau tidak pernah dimasukkan dalam literatur-literatus Sejarah Islam hingga akhirnya menyebabkan dirinya dianggap sebagai salah satu tokoh Fikif seribu satu malam, sama seperti ketokohan Abu nawas puisi terkenal beliau I’tirof -pun juga menjadi kontroversi. Sebagian puisi tersebut memang ditulis oleh Abu Nawas dalam penjara (yang digambarkan oleh sebagian penulis literatur sebagai fase pertobatan Abu Nawas), sebagian lagi menggambarkan dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Rawahah saat ingin menjumpai sahabatnya, Abdurrahman bin Auf. Setiba di rumah Abdurrahman, istri Abdurrahman membuka pintu dan betisnya terlihat karena hembusan angin yang mengingkap busananya. Kejadian ini membuat Abdullah bin Rawahan jatuh pingsan karena merasa kaget dan berdosa. Setelah sadar, ia mengasingkan diri di sebuah perbukitan. Selama tiga hari, ia baru ditemukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, ketika terdengan syair Al-I’tiraf dari Abdullah bin Rawahah. Sumber lain menyebutkan, syair itu adalah karya Syekh Al-Sya’roni
Dalam sebuah riwayat, Abu Nawas di sebuah malam (konon malam lailatul Qadr dalam Bulan Ramadhan) dalam keadaan mabuk berat bertemu dengan seseorang dan seseorang tersebut menyampaikan “Hai Abu Hani, jika engkau tak mampu menjadi garam yang melezatkan hidangan, janganlah engkau menjadi lalat yang menjijikan merusak hidangan itu” dan membuat Abu Nawas berubah total dan saat bertemu dengan kawan-kawan lamanya dia menyampaikan kalimat I’tirof tersebut.
Bukan hanya itu, kematianyapun sangat misterius. Sebagian sumber mengisahkan kematianya karena disiksa oleh Keluarga Nawbakhti (yang mnaruh dendam pada Abu Nawas), sebagian lagi mengisahkan dia meninggal karena diracun. Menurut Al-Khatibal-Baghdadi salah satu penulis sejarah Arab terkemuka menuliskan bahwa beliau dikuburkan di Shunizi daerah Baghdad dan Kota ini memiliki beberapa tempat bersejarah yang pernah dijamah Sang Penyair. Jalan di sepanjang tepi timur Sungai Tigris pernahdijadikan tempat pameran di kota itu untuk memamerkan puisi-puisi Abu Nawas. TamanAbu Nuwas Park terletak antara Jembatan Jumhouriya dan sebuah taman sungai diKarada dekat Bridg.
Lepas dari semua persoalan, Abu Nawas sering digambarkan sebagai seorang penasehat raja saat itu menunjukkan bahwa saat itu seseorang dinilai karna ilmu yang dimilikinya bukan karna prefrensi seksualnya bahkan bisa menjadi seorang penasihat istana. Beberapa puisi yang menggambarkan ke Homoseksualanya :
Aku mati dalam cinta untuk seorang anak lelaki,
yang sempurna dalam segala hal,
Hilang dalam alunan musik kau bawakan.
Mataku tertuju pada tubuh lelaki itu yang menyenangkanku
Dan aku tidak pernah meragukan kecantikan lelaki itu.
Pinggangnya seperti pohon muda, wajahnya bagaikan bulan,
Dan keindahan setiap lekukan pipi kemerahannya
Aku mati dalam cinta untuk seorang lelaki,
Tapi, simpanlah rahasia ini:
Ikatan yang menyatukan kita adalah tali yang tak bisa dipecahkan.
Berapa lama tlah kau ciptakan, wahai malaikat?
Lalu apa! Yang ada dalam anganku hanyalah menyanyikan pujian untukmu lelakiku
(Love is Bloom, Monteil Hal.95)
Untuk Seorang anak laki-laki, ku tinggalkan para wanita
Dan untuk anggur tua yang menjadikan anganku seperti air jernih yang mengalir
Jauh dari jalan setapak, yang ku ambil tanpa kepongahan
Cara yang berliku untuk sebuah dosa, karna kuda ini
telah memotong tali kekang tanpa penyesalan
dan terbawa oleh kekang dan alur
(Lelaki Lebih Berharga Dari Wanita; Monteil, hal 91)