Taipe, ourvoice – Dua orang perempuan beragama Buddha akan menjadi pasangan sejenis pertama yang menikah secara adat Buddha di Taiwan pada bulan Agustus 2012. Pernikahan ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong legalisasi pernikan sesama jenis di Taiwan.
“Kami tidak melakukan ini hanya untuk diri kami sendiri, tapi juga untuk gay dan lesbian yang lain,” ucap Fish Huang ketika diwawancara melalui telepon.
Pekerja sosial berumur 30 tahun tersebut yang bekerja di sebuah organisasi non-pemerintah mengatakan kepada Taipei Times bahwa ia sebelumnya tidak berencana untuk menikah sampai akhirnya ia melihat sebuah film tahun lalu. Film tersebut menceritakan tentang dua orang lesbian yang hubungannya kandas setelah salah satunya meninggal dan pasangan yang masih hidup sakit hati karena tidak mendapatkan tunjangan atas kematian pasangannya. “Hal itu sangat menyedihkan,” ucap Huang.
Huang berencana menikahi pasangannya selama 7 tahun pada tanggal 11 Agustus di sebuah kuil Buddha di wilayah Taoyuan. Kedua mempelai berencana untuk menikah dengan gaun putih dan mendengarakan kotbah yang diberikan guru-guru Budha mengenai pernikahan, kemudian dilanjutkan dengan puji-pujian dan pemberkatan oleh para biksuwan dan biksuwati.
Walaupun pernikahan sesama jenis tidak diakui secara hukum oleh Taiwan, Huang bersikukuh untuk menikah karena ia ingin membuat hubungannya lebih sempurna dan meningkatkan kesadaran akan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh “minoritas” seksual.
Orientasi seksual yang berbeda dan pernikahannya masih belum diterima secara luas di publik, walaupun sudah bertahun-tahun diusahakan oleh para aktivis untuk memperjuangkan kesetaraan itu di Taiwan. Akan tetapi pernikahan Huang adalah pernikahan pertama dengan adat Buddha. Ketika merencanakan pernikahan ini, Huang cukup kaget ketika mengetahui bahwa teman-teman seagamanya malah agak ragu untuk datang ke acara pernikahannya.
“Mereka tidak yakin apakah hal ini akan melanggar sumpahnya dan juga sangat kuatir,”ucapnya.
Ia akhirnya mengirim pesan facebook ke seorang guru Buddha, menanyakan apakah dia bisa menemukan alasan dalam agama Buddha untuk mengutuk praktek homoseksualitas. Huang pun kaget, ternyata guru tersebut menjawab bahwa Buddha tidak pernah bias terhadap homoseksual. Dan untuk mendukungnya, guru itu pun bersedia untuk menjadi tuan rumah perayaan pernikahan bagi pasangan tersebut.
“Ini sangat berarti bagi kami karena pernikahan kami bisa memberikan harapan kepada homoseksual lain dan juga membantu para heteroseksual agar mereka lebih memahami pandangan Buddha mengenai seksualitas,” ucap Huang Guru Buddha Shih Chao-hwei, yang juga seorang profesor di universitas Hsuan Chuang mengatakan, bahwa ajaran Buddha tidak pernah melarang perilaku homoseksual.
Jika dibandingkan dengan agama-agama “Barat”, agama Buddha secara keseluruhan lebih toleran terhadap homoseksual karena tidak ada landasan mengenai pelarangan homoseksualitas dalam kitab-kitab Buddha, ujar Shih.
“Sudah sangat sulit untuk mempertahankan sebuah hubungan dalam pasangan homoseksual selama ini, janganlah kamu begitu menolak hingga membenci sepasang manusia karena ingin menikah, apapun orientasi seksualnya,” ujarnya dalam percakapan di telepon.
Akan tetapi, Shih juga mengetahui ketidaksetujuan mengenai isu ini baik mereka yang berada di dalam maupun diluar agama Buddha. Shih mengatakan bahwa Huang dan pasangannya akan menghadapi kritik dari masyarakat. “Langkah pertama selalu yang paling sulit,” ucap Shih. (Peterjemah: Uki)
Sumber : http://taipeitimes.com/News/taiwan/archives/2012/07/08/2003537249