Yogyakarta, Ourvoice – Beberapa minggu yang lalu, tepatnya hari jumat petang 6 juli 2012, Mariani beserta keempat temannya yang juga seorang waria sudah berdiri di depan gang pesantren Al Fatah Senen Kamis Notoyudan. Dengan kostum muslimah lengkap dengan kerudung dan make up, mereka menanti sebuah bus yang berisikan para tamu dari mancanegara.
Walau agak sedikit telat, undangan yang ditunggu akhirnya datang. 40 orang turis dari 18 negara berbondong-bondong ke pesantren waria senen kamis untuk mengikuti kursus singkat tentang berkeyakinan.
Event ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang diadakan oleh CRCS (Center for Religius and Cross-cultural Studies) Universitas Gajah Mada. Acara dibuka dengan sambutan hangat penghuni pesantren di iringi musik rebana yang dimainkan oleh warga Notoyudan. Perkenalan singkat tentang pesantren waria diutarakan oleh pemimpin pesantren, Mariyani.
Acara dilanjutkan dengan hiburan tari dan pembacaan doa oleh waria penghuni pesantren. Setelah itu peserta dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari waria dan ustad. Tujuannya untuk lebih leluasa bertanya-tanya kepada ustad dan waria seputar pesantren dan berkeyakinan.
Peserta yang hadir antara lain berasal dari Amerika, Mesir, Sudan Selatan, Kirgistan, Afganistan, Uganda, Polandia, Kongo, kazakstan dan Negara-negara dari Benua Eropa dan Afrika. Adanya pesantren Al fatah menunjukkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta cukup toleran terhadap keragaman khususnya pada transgender.(Rikky)