Search
Close this search box.

Politik, seks dan agama adalah topik-topik lelucon dan kartun yang disukai di mana-mana. Tapi hati-hati, jangan sampai melanggar aturan tak tertulis yang diakui secara umum.

Terutama para pemimpin politik yang egois tidak suka dengan kartun yang menjadikan mereka pemegang peran utamanya. Di Afrika, kekuasaan masih suci, padahal sekarang kultus individu perlahan-lahan mulai menghilang, kata kartunis  Damien Glez dari Burkina Faso.

Baginya masih sulit untuk membuat kartun tentang Gnassingbé Eyadéma, padahal pria ini tidak lagi menjadi presiden Togo. “Walaupun humor yang tidak ada kaitannya dengan lelucon orang Togo sendiri.”

Fatsun politik
Apakah ada batas bagi lelucon? Apakah ada guyonan yang tidak boleh dibuat sama sekali? Di dunia politik, lelucon masih masalah, sama halnya dengan soal etnis dan seks.

Di Belanda, tabu masalah topik-topik politik sensitif sudah berkurang. Tapi sejak serangan 11 September 2001, pembunuhan politikus Pim Fortuyn (2002) dan sineas pengkritik Islam Theo van Gogh (2004), para pelawak Belanda mengaku, mereka mulai hati-hati.

Guyonan tentang Islam dan etnis seseorang tidak bisa lagi. Orang yang marah atau massa yang mengamuk mengganggu sebuah konferensi sudah menjadi kejadian biasa.  Penulis kolom di koran dan internet sering menerima email berisi kebencian dan reaksi marah.

“Sekarang kita lebih menyadari apa dampak kata-kata,” kata Melle van den Berg, direktur majalah humorDe Speld. Meski reaksi agresif belum menghilang sama sekali, suasananya sekarang lebih tenang dibanding sepuluh tahun lalu. “Dulu para pelawak dan penulis kolom sering mawas diri.”

Kejengkelan sehari-hari
Lelucon terbuka dengan menyebut nama seseorang, jangan coba dibikin di Cina. Tapi parodi ringan – yang menyindir seorang politkus tanpa menyebut namanya- bisa dilakukan di sana. Namun mengolok-olok pejabat tinggi seperti yang sering dilakukan di Barat, mustahil terjadi di Cina.

Guyonan tentang ketidakadilan sehari-hari, boleh saja, tapi kalau topiknya sudah menjadi pembicaraan umum. Namun di Cina orang masih belum bisa membuat lelucon tentang skandal korupsi Bo Xilai di atas podium.

Stand-up comedian Zhou Libo dari Shanghai dalam shownya bisa membicarakan berbagai peristiwa, tanpa menimbulkan kejengkelan orang banyak. Penggunaan bahasa lokalnya memegang peranan juga. Mayoritas warga Cina tidak mengerti guyonannya. Berkat YouTube Libo mulai terkenal (dibubuhi terjemahan dalam bahasa Inggris).

Mengenal publik
“Ada baiknya kalau kita mengenal publik,” kata kartunis Kenya Gado. Homoseksualitas dan seks pada umumnya merupakan topik sensitif di Kenya. Agama juga. “Kadang kita mencoba melewati batas agar publik ikut berdiskusi. Batasan-batasan budaya dan tradisi akan muncul sendiri. Tapi kalau saya mengenal publik, saya tahu mana yang boleh dikatakan mana yang tidak.”

Namun demikian Gado pernah berhadapan dengan kejutan juga. Pada 2005, sebelum terjadi kehebohan kasus katun Denmark, ia pernah menggambar teroris bunuh diri perempuan.  Si teroris perempuan ini bertanya kepada seorang tokoh agama berapa perawan yang bisa dia peroleh kalau ia menjalankan tugasnya. Gado serta merta dihujani pengaduan dan korannya terpaksa meminta maaf.

“Saya tidak menduga hal itu akan terjadi. Saya kan hanya ingin tahu apakah teroris perempuan juga diberi ganjaran perawan seperti yang dijanjikan kepada teroris lelaki.”

Redaktur web satiris Melle van den Berg  membedakan antara humor provokatif dan murahan. “Humor untuk mencari keuntungan, semata-mata untuk membuat orang shok, bukan gaya saya. Saya suka hal-hal subtil, tapi saya juga mencari batasan-batasannya. Kalau disukai publik, kita bertambah brutal.”

Melle van den Berg tidak suka istilah “batasan lelucon”. Ia lebih suka menyebutnya sebagai seni menggeser batasan medium.

“Banyak yang kami tolak,” kata Van den Berg tentang sejumlah besar tawaran kolom dan artikel mengenai Islam dan kelompok minoritas yang tiap hari diterima De Speld. “Sebuah cerita harus menyentuh masalah yang dihadapi masyarakat. Kalau hanya mau menyakiti hati orang saja, tidak banyak nilai tambahnya.”

sumber : http://www.rnw.nl