“Being brilliant is no great feat if you respect nothing.” -Johann Wolfgang von Goethe-
Ketika berbicara mengenai kelebihan Belanda sebagai sebuah negara yang selalu berinovasi hampir di setiap bidang, orang mungkin akan langsung teringat pada popularitas Belanda dengan kincir angin, industri keju, komitmennya pada alat transportasi sepeda, atau inovasi lainnya di bidang pendidikan atau arsitektur yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bagi saya, hal yang paling menarik dari Belanda adalah keterbukaannya dalam menghargai setiap perbedaan.
Bagaimana Belanda mampu memberikan ruang dan penghargaan bagi setiap penduduknya. Mendorong setiap individu untuk menerima jati diri seutuhnya sebagai seorang manusia.Isu homoseksualitas adalah salah satunya.
Ketika di hampir seluruh belahan bumi lain masih sibuk berdebat mengenai hal ini, Belanda berani mengambil keputusan untuk memberikan pengakuan bagi para komunitas homoseksual. Terlepas dari pro kontra maupun sisi positif dan negatifnya, mesti diakui jika Belanda akan menjadi negara paling tepat untuk dijadikan contoh ketika kita berbicara mengenai perbedaan dan hak asasi manusia.
Di Belanda, baik masyarakat maupun pemerintahnya, mereka cenderung bersikap terbuka dan toleran terhadap setiap perbedaan yang ada. Dan homoseksualitas termasuk di dalamnya. Sejak tahun 1994, Belanda menganggap tindakan diskriminasi terhadap kaum homoseksual sebagai sesuatu yang ilegal[1].
Hal ini ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman pada para komunitas homoseksual di Belanda. Pemerintah Belanda ingin menunjukkan bahwa orientasi seksual bukanlah sesuatu yang patut dijadikan alasan untuk sebuah tindakan diskriminasi. Begitu pula dengan masyarakatnya, mereka cenderung terbuka dan bisa menghargai perbedaan bahkan pada masalah yang paling sensitif seperti isu homoseksualitas.
Di saat negara-negara lain masih menghadapi pro kontra terkait isu ini, pada 1 April 2001 Belanda menjadi negara pertama yang berani melakukan inovasi dalam bidang hak asasi manusia dengan melegalkan pernikahan sesama jenis [2]. Hal ini tentu memberikan ruang baru bagi para kaum homoseksual untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam melegalkan hubungan mereka ke dalam sebuah ikatan pernikahan yang diakui oleh negara.
Homoseksualitas bukan merupakan isu baru. Seiring perkembangan jaman, meski sebagian besar negara masih menentang dan tidak terbuka dengan isu tersebut, keberadaan komunitas ini tidak bisa dipungkiri. Terlepas dari dogma agama dan norma yang berlaku di setiap negara, komunitas homoseksual tetaplah manusia yang memiliki hak asasi seperti manusia pada umumnya. Mereka juga memiliki hak untuk hidup legal bersama pasangannya, dan yang lebih penting hak untuk bisa diterima sebagai manusia seutuhnya tanpa stereotip yang seringkali mendiskriminasikan mereka.
Belanda bahkan mempunyai simbol khusus berupa monumen untuk kaum homoseksual sebagai bukti dari keterbukaan mereka terhadap perbedaan. Adalah monumen yang terdiri dari tiga segitiga merah muda dan merupakan simbol bagi semua komunitas homoseksual yang telah berjuang untuk kebebasan dan hak-hak orang dengan orientasi seksual yang dianggap menyimpang dari norma. Monumen ini berada di samping ‘Westerkerk’, sebuah gereja di jantung bersejarah kota Amsterdam[3].
Tentu saja, sikap terbuka pemerintah dan masyarakat Belanda terhadap isu homoseksual yang saya bahas di atas hanya merupakan contoh atau analogi dari komitmen dan pemahaman mereka terhadap perbedaan. Yang ingin saya garis bawahi adalah Belanda menjadi negara pertama yang berhasil menghargai perbedaan dan menjamin hak asasi tiap warga negaranya dalam arti yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya, hal itulah yang menjadi pondasi dasar majunya sebuah negara.
sumber : http://robita-bercerita.blogspot.com