Berkedok agama, Hasan bin Jafar Assegaf yang mengklaim gelar Habib mencabuli anggota jemaahnya sejak sembilan tahun lalu. Hasan adalah pemimpin sebuah majelis pengajian. Reporter KBR68H Nur Azizah menemui sejumlah korban dan keluarga mereka yang terus mengupayakan keadilan. Beberapa nama dalam cerita ini kami samarkan.
November lalu, Kadar, Sanwani, Somad dan sejumlah anak lainnya memberanikan diri melapor ke polisi lantaran ulah cabul guru agamanya itu. Langkah ini ditempuh setelah penyelesaian kekeluargaan urung membawa hasil.
Korban berkisah
“Dulu saya masih menganggap dia guru. Dia maksa sampe meluk-meluk saya. Trus ngomong gini, anggap saja Habib ini perempuan,” cerita Sanwani, remaja bekas anggota majelis pengajian Nurul Musthofa. Ia salah satu korban aksi cabul Hasan bin Jafar Assegaf, pemimpin majelis itu.
“Dia juga sering minta kirimin foto kelamin saya. Sering banget. Tapi saya ngirimnya cuma sekali. Dia nyuruh datang, cuma saya lagi di luar kota. Gantinya dia minta kirimin foto. Saya lagi di sekolah, dia nyuruh saya maksa ke kamar mandi sampai nelpon-nelpon gitu. Saya gak mau, sampai akhirnya ngambek.”
Perlakuan serupa dialami Kadar. “Saya disuruh oral. Saya bilang ama dia, Bib bau, nggak kuat. Ya udah. Selesai. Saya mikir langsung, nggak deh. Gua sama cewek gua enggak sampe gini-gini amat. Dia bukan cewek gua, bukan apa gua, dia laki, gua harus ngelakuin kaya gitu, enggak banget. Nah saya langsung mikir. Apa sih guru sampah kaya gini.”
Obyek seksual
Sudah enam tahun Kadar menjadi obyek seksual Hasan bin Jafar Assegaf. Habib cabul itu sudah mengenal keluarga Kadar sejak ia masih kelas 2 SD. Kadar bergabung dengan majelis pengajian Nurul Musthofa sejak duduk di kelas 2 SMP, tujuh tahun lalu.
Tahun-tahun berikutnya menjadi kenangan buruk baginya.
Aksi bejat habib cabul itu juga menimpa Somad. “Bulan puasa setelah sholat Subuh. Waktu pertama sih cuma cium, dia pegang kemaluan saya. Saya nggak mau gitu, saya alasan, ya halus lah. Bilangnya saya itu mau dicariin orangtua. Dalam hati kok kayak gini ajarannya.”
Somad berani menceritakan pengalaman buruk ini setelah berkomunikasi dengan korban lainnya. Bersama Kadar, Sanwani dan belasan korban lainnya, mereka sering berkumpul untuk saling menguatkan.
Pengaduan dibuat
Orangtua Kadar sudah mengenal Hasan bin Jafar Assegaf sejak ia baru datang dari Bogor, Jawa Barat. Hasan menumpang di rumah orangtua Kadar selama bertahun-tahun. Ida, sang ibu, tak pernah berburuk sangka. Hingga ia sendiri menyaksikan ulah cabul Hasan di kota Mekkah.
“Bersama keluarga saya, berlima, saya bertiga. Nah setelah itu pulang umroh, karena di sana saya ngelihat dia si Kadar sama si Hasan lagi dipangku-pangku di kamar. Nah dari situ deh saya mulai kurang nggak percaya sama dia.”
Ida meneruskan, suatu hari Kadar mengaku tertekan karena ulah Hasan.
“Padahal curhatnya nggak banyak, cuman begini doang. Ma, apa bener Sayidina Ali sama Rosululloh begituan. Saya kan nggak paham. Begituan apaan sih, Dar? Itu, Sayidina Ali sama Rosululloh katanya begini-begini. Saya paham. Ya kagak mungkin lah itu kan Nabi. Iya mah, dibilang begitu ama Hasan kemarin. Kata dia jangan diomongin sama mama, kalau diomongin sama mama, nggak dapat syafaat. Itu baru omongan itu, tapi belum pelecehan.”
Ida menanyakan hal ini ke Hasan.
“Apa bener Habib nyampein, Rasululloh sama Sayidina Ali itu seperti begini-begini. Ah nggak bu Haji saya mah ngomong begituan buat becandaan sama Haidar. Itu rahatnya saya. Rahatnya saya begitu. Lha nggak bisa begitu Bib, itu Sayidina Ali sama Rasululloh nggak bisa dibecandai kayak begitu, apalagi sama anak kecil. Saya langsung diusir sama dia. Udah bu Haji ke dalam, emang di dalam nggak ada urusan lain.”
FPI
Tak puas, Ida pun berkunjung menemui petinggi Front Pembela Islam, mencari solusi. Organisasi ini memiliki hubungan dekat dengan majelis Nurul Musthofa.
“Habib Rizieq paling pertama yang saya kasih aduan. Waktu itu saya datang ke sana sama semua korban, sama saksi semua. Itu saya diterima di sana. Kata Habib Rizieq, ya udah itu gampang nanti saya yang ngomongin lagi ke Hasannya. Dari pihak dia, dia dipanggil lebih dulu. Habis dia, baru saya. Tapi nggak ada tanggapan apa-apa.”
Ida bersama keluarga korban lainnya mengadu ke sidang Habib. Hasilnya serupa, nihil. Saban malam tak lelap tidur, memaksa Ida melapor ke polisi. Siapa sebenarnya Hasan bin Jafar Assegaf? Bagaimana proses hukum kasus pencabulan belasan santri Nurul Musthofa?
Habib itu tak tersentuh
Empat petugas keamanan tak mengizinkan KBR68H menemui Hasan bin Jafar Assegaf di rumahnya. Anggota majelis pengajian biasa menyebut rumah Hasan sebagai istana. Istana Hasan menjadi pusat kegiatan majelis. Terletak di Kampung Sila Ciganjur Jakarta Selatan. Saban harinya belasan remaja laki-laki tinggal di sana.
Di istana itu pula laki-laki berusia 35 tahun itu mencabuli jemaah laki-lakinya.
Hasan bin Jafar Assegaf adalah pemimpin majelis taklim berbendera Nurul Musthofa. Acaranya rutin digelar tiap Sabtu malam dan Senin malam. Saat taklim digelar di Utan Kayu Jakarta Timur, ribuan jemaahnya menutup jalan utama.
Koordinator Majelis Nurul Musthofa Abdurrahman mengaku, majelis itu kerap didekati pejabat. Bahkan Presiden Yudhoyono pernah hadir di acara majelis ini, lanjut Abdurahman, orang dekat Hasan.
“Nah pada waktu itu dia mau bikin event besar, salah satunya di Masjid Istiqlal. Kebetulan orang-orangnya Syeih Kabbani ini orang-orang elit. Kru mereka mengundang SBY, bukan kita yang ngundang, bukan pula Habib Hasan dekat dengan SBY. Bukan. Sampailah mereka ketemu di situ, bukan dekat, cuma hanya silaturahim.”
Memohon dukungan
Pada taklim yang digelar dua pekan lalu di Cipayung Jakarta Selatan, hadir Ketua Umum DPD Partai Demokrat Jakarta Nachrowi Ramli, sosok yang maju dalam Pilkada DKI 2012. Sebelum mengakhiri ceramahnya, Habib Hasan memohon dukungan jemaahnya.
“Oleh karena itu walaupun Nurul Mushtofa dihadang kanan dihadang kiri, dicaci kanan, dicaci kiri, saya tidak akan mundur dan semua yang hadir mau mundur atau tidak? Tidak. Ucapkan yang kenceng, mau mundur atau tidak? Tidak.”
Hingga lepas tiga bulan belum ada kabar baik dari hasil penyelidikan polisi. Penyidik belum juga menyerahkan Surat Pengembangan Penyidikan. Juru Kepolisian Jakarta Rikwanto mengklaim, polisi sedang menunggu ahli kejiwaan untuk memeriksa korban.
“Kita lagi menunggu dari Departemen Sosial untuk menyampaikan waktu kapan diadakan pemeriksaan psikologis. Kita sudah menyurati mereka, kita minta tenaga ahlinya bidang psikologi agar supaya waktu ditentukan kemudian ahli diberikan dan kita panggil para korban untuk diperiksa secara psikologis. Ini tahap kita yang sedang kita laksanakan tahap ini.”
Pengertian sesama ibu
Ida, ibu Kadar, menyiapkan sepucuk surat untuk istri Hasan. Memohon pengertian sesama ibu. Sementara Kadar, Sanwani dan Somad ingin terus menuntut keadilan. “Saya tu pengennya dia dipenjara trus dia mengakui di depan umum, di depan murid-muridnya biar muridnya tahu, yang salah itu siapa, yang benar itu siapa,” kata Sanwani.
“Kalau misalnya dipenjara otomatis orang-orang pada tahulah. Mana yang bener. Ngaku aja deh. Ngaku aja udah sukur. Kalau minta maaf ya udah, urusan dia,” sambung Kadar.
“Kalau bisa dihukum yang setimpal. Bukan cuma setimpal, ya. Ini kan bukan buat diri saya doang, ini kan juga masih, kasihan juga teman-teman yang masih di sana,” tutup Somad.
sumber : http://www.rnw.nl