Akhirnya Presiden Nigeria Goodluck Jonathan menandatangani undang-undang yang mengkriminalisasi pernikahan sesama jenis (29/11). Mereka yang terbukti melakukan pernikahan sesama jenis akan dipenjara selama 14 tahun. Sementara, bagi orang-orang yang membantu pernikahan sesama jenis dikenakan hukuman 10 tahun penjara.
Sebelumnya, pemerintah Nigeria kerap melakukan kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseks, dan Transjender/Transeksual (LGBT). Beberapa lesbian di bagian utara Nigeria dirajam hingga meninggal dunia karena dianggap melanggar hukum Syariah Islam.
Banyak pegiat hak asasi manusia menghimbau pemerintah dan parlemen Nigeria menghapus kekerasan terhadap LGBT, namun tidak digubris. Seolah tidak punya hati atas banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya.
Negara yang kaya minyak, namun subur praktik korupsi, mafia, dan surganya gembong narkoba dan bajak laut itu juga mengalami konflik politik yang berdampak serius. Sejak 2010, wajah Nigeria muram. Lebih dari 500 orang meninggal akibat konflik agama bermotif politik antara Islam dan Kristen. Konflik itu terjadi di kota utama Jos, negara bagian Plateau, dan beberapa wilayah di Nigeria.
Menurut Haruna Wakili, Peneliti konflik dari Universitas Bayero di kota Kano, di Nigeria Utara, rangkaian aksi kekerasan terus berlanjut pada aksi kekerasan terbaru. Ia menuntut adanya konsekuensi dari aksi-aksi kekerasan yang selama ini terjadi.
“Memang ada serangkaian aksi kekerasan di masa lalu, namun Pemerintah Nigeria tidak melakukan hal konkret apapun. Tidak ada yang mencari sebab terjadinya kekerasan dan tidak ada yang mengadili pelaku secara hukum,” ungkap Wakili lebih jauh.
Di balik kejadian-kejadian mengerikan itu dan ketidakpastian hukum, terlihat jelas kekuasaan yang represif sangat kental di Nigeria. Suara korban hanya dijadikan nyayian sendu pengantar tidur penguasa di Negeria. Seharusnya, pemerintah Nigeria melindungi setiap hak asasi warganya. (Yatna Pelangi)