Search
Close this search box.

Mandi Kembang Ala Kyai

Seorang teman baru saja bercerita kepada saya mengenai sepenggal perjalanan hidupnya, yang dirasakan sangat tidak menyenangkan.  Cerita teman saya tersebut adalah seputar tentang orientasi seksualnya sebagai seorang lesbian.

Ketika tanpa disangka-sangkanya keluarganya mengentahui perihal orientasi seksualnya, keluarganya memutuskan untuk mengirim teman saya ini ke sebuah Pesantren di daerah Purwakarta.

Selama di dalam pesantren tersebut teman saya dimandikan air kembang setiap hari oleh Kyai pesantren tersebut, selain diwajibkan untuk melakukan ritual-ritual ibadah lainnya seperti sholat, dzikir dan membaca Al Qur’an.

Teman saya hanya bertahan 2 bulan di pesantren tersebut, karena tidak tahan mendapatkan perlakuan yang tidak lazim tersebut.  Akhirnya keluarganya menjemput teman saya ini, yang tentunya sudah mendapat rekomendasi dari Pak Kyai, bahwa teman saya ini dinyatakan sudah menjadi “orang benar”, sehingga sudah bisa dibawa pulang.

Tentu saja………. Teman saya itu tetap mempunyai orientasi seksual lesbian dan hingga saat ini mempunyai seorang pasangan (**semoga kalian menjadi pasangan yang berbahagia**).

Dari cerita teman saya ini, ada hal yang cukup unik yang dilakukan oleh Pak Kyai untuk menangani seseorang yang dianggap tidak normal dan harus disembuhkan.

Jelas sekali bahwa Pak Kyai sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang seksualitas dan gender.  Pak Kyai tersebut tidak mengetahui bahwa Lesbian adalah salah satu orientasi seksual manusia yang juga normal, sama seperti heteroseksual.  Sehingga tidak ada manfaatnya sama sekali memandikan seorang lesbian dengan air kembang setiap hari sambil dibacakan doa-doa.  Bahkan apa yang dilakukan Pak Kyai ini menurut saya sangat memalukan.

Seringkali pemimpin agama tidak membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang up date mengenai fenomena yang terjadi di tengah masyarakat yang sangat majemuk, yang sebenarnya ilmu pengetahuan tersebut sudah jauh berkembang, dan lebih ramah terhadap segala bentuk keberagaman, baik keberagaman keyakinan maupun keberagaman seksualitas.

Sebenarnya hal memalukan seperti yang dilakukan oleh Pak Kyai tersebut dapat dikikis secara perlahan apabila pemerintah mau mengubah kurikulum pendidikan di sekolah. Daripada kurikulum sekolah diisi dengan pelajaran agama, lebih baik diganti dengan pelajaran tentang humanisme, pluralisme, dan bahkan mungkin diberikan pelajaran tentang feminisme dan seksualitas/gender.  Toh pelajaran agama pasti diberikan juga di tempat-tempat ibadah masing-masing agama.  Lagipula kurikulum yang memasukkan pelajaran agama di sekolah, rentan dengan perlakuan diskriminasi, karena  siswa pemeluk agama minoritas yang jumlahnya terlalu sedikit di sebuah sekolah, seringkali dilebur dengan siswa lain yang mayoritas di sekolah tersebut.

Namun jika kenyataannya memang pemerintah kita tidak mengakomodasi pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai humanisme dan pluralisme, seharusnya masyarakat juga bisa melakukan swadaya pendidikan, setidaknya  untuk diri sendiri, dengan cara mencari dan menerima dengan pikiran terbuka terhadap  informasi-informasi yang ramah terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman.

Akhirnya, semua akan kembali kepada diri kita masing-masing, apakah kita mau memilih untuk menjadi masyarakat yang humanis, plural dan menghargai keberagaman, ataukah akan menjadi masyarakat bebal yang buta terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan merasa cukup dengan ilmu Mandi Kembang Ala Pak Kyai.

Penulis: Lila Zee