Search
Close this search box.

Kesurupan Seks

Menteri Pendidikan Nasional  Mohammad Nuh mencanangkan pendidikan karakter pada peringatan hari pendidikan nasional, 2 Mei 2011.  Pendidikan karakter yang dimaksud oleh Kemdiknas harus diawali dengan kejujuran.  Pertanyaannya adalah, apakah sistem pendidikan yang dibangun oleh Kemendiknas sendiri sudah mengajarkan kejujuran dan keterbukaan kepada para siswa? Apakah siswa dapat mendapatkan aspek pendidikan secara terbuka dan kejujuran?, terutama yang meyangkut dengan seksualitas.  Apakah pendidikan seksualitas yang diberikan oleh Kemendiknas selama ini telah membangun karakter anak untuk lebih jujur dan memahami tentang apa itu sex? Kalau kejujuran dibutuhkan bagi anak,maka sistem pendidikan juga harus jujur terhadap sex untuk masa depan anak menjadi lebih baik.

Seperti yang terjadi pada seorang anak perempuan berinisial AN (16), pelajar kelas I SMK swasta di Cimanggis, Depok, terpaksa melahirkan di WC sebuah klinik.  AN melahirkan saat dia harus menempuh pendidikan sekolah, sebagai bagian dari hak anak.  Tapi pada sisi lain pendidikan sex yang minim dan salah informasi membuat AN harus menghadapi situasi ini. Bukan hanya itu, AN harus juga harus mengalami pemecatan dari pihak sekolah dan yang pasti akan menanggung sanksi sosial dari masyarakat. Sebagai  anak yang dicap “anak liar”.  Saat Indonesia menutup akses pendidikan tentang sex, saat itu pula pemerintah menerapkan larangan seorang anak yang hamil atau telah menikah untuk tetap menempuh pendidikan formal. Sungguh ironis, hamil sama dengan putus sekolah.

Kalau kita lihat lebih jauh, pemerintah melalui Kemendiknas benar-benar sangat takut untuk memberikan pendidikan seks kepada siswa. Anggapan bahwa pendidikan sex sama dengan pendidikan untuk melakukan hubungan sex. Padahal data menunjukkan semakin diberikan pendidikan sex pada anak, berkorelasi pada keamanan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual dari pihak lain.  Kasus yang dialami oleh saudari AN bukan kasus semata, menurut data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada survei 2010, ada 51 persen siswa/remaja di Jabodetabek pernah melakukan hubungan sex. Ironisnya dari data itu sebagian besar mereka tidak mengetahui informasi seksualitas.  Dari wawancara di enam propinsi Indonesia (Aceh, Jakarta, Yogyakarta,Samarinda dan Papua), meyatakan bahwa informasi seksualitas didapat remaja secara sembunyi-sembunyi misalnya melalui akses internet. Ada juga yang didapat dari lembaga-lembaga sosial yang memberikan layanan pada remaja,seperti yang dilakukan oleh  Perkumpulan Keluarga Besar Indonesia (PKBI). Dalam konteks sex, sepertinya pemerintah tidak memberikan kontribusi yang significant.

Pendidikan seksualitas yang seharusnya menjadi topik menarik bagi anak dan remaja untuk dibahas bersama guru,teman dan orang tua justru kehilangan semangat itu. Sex yang menjadi bagian dari kehidupan anak dan remaja diposisi sebagai sesuatu yang lain,menakutkan dan membahayakan bagi diri. Sex selalu distigma sebagai sesuatu kotor,hina,dosa,amoral dan segala tuduhan lainnya. Kawin mengawin pemahaman “kemunafikan terhadap sex” dari masyarakat,tokoh agama dan pemerintah semakin menjauhkan anak dan remaja atas tubuhnya sendiri. Dalam situasi seperti ini, saya pikir kita tidak ingin menjadikan anak-anak dan remaja Indonesia menjadi korban ketidakjujuran pemerintah untuk berani membuka wacana sex sebagai bagian dari pendidikan nasional. Kalau tidak, akan ada lagi ribuan AN yang lain menjadi korban kemunafikan sex di Indonesia.

Sehingga mulai sekarang, kita,masyarakat,tokoh agama dan pemerintah harus jujur terhadap sex untuk kepentingan diri sendiri sendiri, anak, remaja dan masa bangsa. Supaya kedepannya Indonesia tidak menjadi bangsa yang “kesurupan sex”, seperti yang terjadi pada anggota DPR RI dari PKS, Bapak Arifinto.  “Jijik” mendiskusikan soal sex tetapi ketahuan menikmati media pornografi saat sidang paripurna.  Mungkin juga Arifinto bagian dari korban kemunafikan sex dari partainya sendiri.

Jakarta-Perpustakaan Tugu Proklamasi, 2 Mei 2011

Hartoyo
Sekretaris Umum Lembaga Ourvoice