Hanyalah sebentuk refleksi sederhana diatas kegalauan yang mendalam
Kedukaan yang mendalam
Terkadang begitu lelah dalam menapaki perjuangan ini, terkadang aku begitu bersemangat untuk berdiri tegak dan bersuara lantang menantang dunia, namun kemudian terpuruk dalam kelelahan yang mendalam. Perjuangan memang butuh pengorbanan kata mereka, namun tidakkah kemudian kita berhak menata hidup kita sambil kita terus tetap berjuang.
Berjuang melawan diri sendiri lebih berat daripada harus menghadapi segerombolan manusia yang berseberangan dengan kita di sudut sana. Sejuta onak duri, air terjun dan tebing terjal mewarnai perjalanan dan pencaharian. Namun karena ini adalah perjuangan seumur hidup untuk membangun sebuah utopia “kemanusiaan untuk semua”.
Menjadi berbeda kemudian menjadi diri sendiri adalah perjalanan tersulit dari sebuah pencapaian dan pencaharian jati diri. Apalagi menjadi seseorang yang “diinterpretasikan” berdosa, tak normal, pelaku maksiat, dan terminologi lainnya yang menadikan pertarungan melawan diri sendiri menjadi sangat berat, apalagi harus menghadapi dunia dengan keadaan seperti demikian. Tapi ‘life must go on’ kata orang bule. Hidup takkan berhenti, begitu juga dengan perjuangan. Akan tetapi izinkan sejenak aku menghela nafas dan merefleksi perjalanan yang sudah sejauh ini aku tapaki.
Aku Gay, Aku Muslim dan Aku orang Aceh
Perang besar itu telah dimulai, berkecamuk setelah aku tahu apa yang terjadi dalam entitas kefitrahan aku sebagai manusia. Aku ingin mengadu “ya Allah, Aku Gay”, beribu tangis telah pecah, beribu kedukaan telah singgah. Aku telah berkali-kali terduduk, terjengkang, terhempas oleh beratnya badai yang aku hadapi.
Penulis: Faisal