Search
Close this search box.

Sex Jaman Nabi Sampai Sekarang

Membaca tulisan Kyai Husein Muhammad pada note facebooknya dengan judul “Laki-Laki juga sumber Fitnah” memberikan inspirasi.  Tulisan Kyai Husein dapat dibaca di link  facebook : http://www.facebook.com/notes/husein-muhammad/laki-laki-sumber-fitnah/10150157562304811. Kyai Husein membongkar wacana lain tentang tubuh laki-laki heteroseksual yang selama ini selalu diuntungkan dalam soal relasi seksualitas.

Tulisan itu tentu tidak bermaksud melakukan pembalikan fakta bahwa laki-laki juga sumber masalah tetapi mencoba membawa pembaca berpikir tentang cara pandang kita melihat persoalan tubuh dan seksualitas antara laki-laki dan perempuan.  Kita tahu penulis (baca: Kyai Husein) seorang feminis laki-laki  yang selama ini berjuang untuk hak-hak perempuan.  Sekarang ini ia sebagai anggota Komisioner Komnas Perempuan dan Pemimpin Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Arjawinangun Cirebon, Jawa Barat.  Selama ini Kyai satu ini memang “getol” mengakji hak-hak perempuan dalam khasanah keislaman, sehingga kemampuan kajian teks-teks Al-Quran dan hadist sudah tidak perlu disanksikan lagi.

Kyai Husein dalam tulisannya kembali mengingatkan soal tafsir teks kitab yang masih misoginis (benci terhadap perempuan).  Bagaimana selama ini tubuh dan seksualitas perempuan selalu menjadi biang masalah. Jika ada kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, perselingkuhan,perdagangan orang terhadap perempuan, maka yang selalu menjadi ajang oleh negara (polisi,hakim) maupun tokoh agama adalah perempuan.  Anggapan dan penilaian bahwa perempuan tidak mampu menjaga diri dan tubuhnya yang meyebabkan pemerkosaan/pelecehan itu terjadi.  Bahwa kalau mau bicara biang masalah soal tubuh dan seksualitas (ini kalau tubuh dan seks dianggap masalah), bukan hanya perempuan tetapi laki-laki juga dapat menjadi biang masalah sosial karena tubuh dan seksualitasnya. Itulah sebenarnya pesan yang ingin diangkat oleh pak Kyai Husein.

Dari cerita yang dituliskan oleh Kyai Husein terutama tentang ketampanan Nashr, Kyai Husein ingin menunjukkan kepada kita bahwa ketampanan laki-laki juga dapat menjadi persoalan sosial bagi orang yang melihatnya.  Dalam tulisan tersebut sayangnya Kyai Husein hanya melihat dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan (baca: heteroseksual).  Padahal jika dianalisis dari cerita Kyai Husein, ketampanan Nashr diresahkan juga oleh para laki-laki seperti Umar bin Khattab (khalifah kedua), Abu Musa al Asy’ari (Gubernur Basrah) dan Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi (Gubernur Persia).  Sudah dapat dipastikan bukan hanya para pejabat laki-laki itu yang kagum dengan ketampanan Nashr tetapi ada banyak laki-laki lainnya.  Apapun alasannya, para pejabat laki-laki  itu mengakui ketampanan Nashr dengan berbagai alasan dan motifnya.

Menurut saya, para perempuan yang suka dan kagum dengan ketampanan Nashr bisa lebih berani dan tegas meyatakannya dengan tindakan atau bahasa tubuhnya. Walau cara-cara ungkapan itu dianggap sebagai sesuatu yang salah dan tidak pantas dilakukan oleh seorang perempuan pada masa itu.  Kita pasti bisa yakin sekali bahwa budaya saat itu adalah budaya yang sangat heterosentris   bahwa hubungan seksual ataupun ungkapan cinta hanya boleh dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan ataupun sebaliknya.  Sehingga pernyataan cinta dan kasih sayang selain heteroseksual sudah dipastikan akan mendapatkan ruang tertutup bahkan ditabukan ataupun diharamkan pada konteks budaya saat itu.  Walau ketampanan Nashr dan kesukaan para perempuan dianggap masalah tetapi masih dianggap “wajar” karena orientasi seksualitas yang “berlaku”.  Tapi jika ada laki-laki yang kagum dan suka dengan ketampanan Nashr sama seperti yang diungkapkan oleh para perempuan, maka akan lain ceritanya.  Para laki-laki yang suka sudah dipastikan akan memendam rasa cintanya atau mengekspresikannya dengan cara lain.  Dana pada titik ekstrem mungkin dapat melakukan pengusiran ataupun pembunuhan pada orang yang dikaguminya itu.

Dari cerita Nashr, sangat mungkin sekali apa yang dilakukan oleh para laki-laki itu,termasuk juga Umar didasari oleh kekaguman dan kesukaan mereka (laki-laki) kepada ketampanan Nashr.  Memang pengakuan para laki-laki itu pada ketampanan Nashr tidak semuanya didasari oleh cinta,tetapi karena keirian ataupun hal-hal lainnya.  Menurut penelitian Saskia E. Wieringa,yang ditulis dalam buku Hasrat Perempuan bahwa relasi cinta perempuan dan perempuan di Indonesia banyak pola hubungannya. Dari mulai sekedar teman curhat sampai melakukan hubungan seksual (yang biasa disebut dengan lesbian).  Praktek-praktek percintaan ataupun saling menyayangi terjadi juga di komunitas pesantren seperti yang pernah diteliti oleh  Iskandar Dzulkarnain,bahwa relasi percintaannya sesama jenis terjadi di pesantren,  mulai saling perhatian (antara senior-junior) sampai pada hubungan seksual sesama laki-laki yang terjadi dalam ruang pesantren.  Hal yang hampir sama juga terjadi pada kebudayaan  seni Reog di Ponorogo Jawa Timur,hubungan antara seorang Warok dan Gemblak juga berbagai macam sampai ada hubungan seksual yang berlanjut (homoseksual) .

Jadi, menurut saya bukan cuma perempuan yang kagum dengan ketampanan Nashr dalam tulisan Kyai Husein tapi juga para laki-laki.  Sayangya, tulisan Kyai Husein tidak menggali lebih dalam hubungan antara Nashr dengan para laki-laki yang mengaguminya itu.  Tapi saya, sebagai seorang aktivis homoseksual hanya bisa menganalisa melalui jejak-jejak sejarah berdasarkan pengalaman selama ini.  Kasus-kasus yang dialami oleh Nashr pada ribuan tahun yang lalu, sampai detik ini juga masih banyak terjadi di Indonesia.  Ada banyak laki-laki tampan di Indonesia yang dikagumi oleh para laki-laki lainnya, tetapi para laki-laki itu masih malu menyatakan kekagumannya itu. Bahkan cara ekspresinya dengan marah pada diri sendiri, menghindar, menikah dengan perempuan sampai pada titik ekstrem memusuhi orang yang dia kagumi.  Ini lagi-lagi dikarenakan ruang seksualitas homoseksual  masih dianggap sebagai  sesuatu yang hina atau abnormal.

Jadi dapat disimpulkan  sejak jaman Nabi sampai abad 21, kekaguman atau percintaan sesama jenis tetap masih berlangsung dan pola hampir sama:  Takut dan sembunyi-sembunyi mengekpresikan cintanya tersebut. Ini berbeda dengan percintaan kelompok heteroseksual.

Penulis: Hartoyo