Search
Close this search box.

Stop Sirkus Lumba-lumba !

Oleh : Aarif Young

Ourvoice.or.id- Lumba-lumba adalah mamalia laut yang sangat cerdas – memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsangan – sistem itu bernama sonar. Sistem ini berguna untuk menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga lumba-lumba terhindar dari benturan.

Prinsip sonar ini kemudian diterapkan dalam pembuatan kapal selam sebagai radar penunjuk jalan. Cara kerja sistem sonar tersebut adalah lumba-lumba bernapas melalui lubang yang ada di atas kepalanya. Tepat di bawah lubang ini, terdapat kantung-kantung kecil berisi udara. Dengan mengalirkan udara melalui kantung-kantung ini, mereka menghasilkan suara bernada tinggi. Kantung udara ini berperan sebagai cermin akustik yang memfokuskan suara yang dihasilkan gumpalan kecil jaringan lemak yang berada tepat di bawah lubang pernapasan. Kemudian, suara ekolokasi ini dipancarkan ke arah sekitarnya secara terputus-putus.

Suara lumba-lumba segera memantul kembali bila membentur benda apa pun. Lumba-lumba mendengarkan seksama pantulan suara ini. Gelombang suara ini ditangkap di bagian rahang bawahnya yang disebut “jendela akustik”. Dari sini, informasi suara diteruskan ke telinga bagian tengah, dan akhirnya ke otak untuk diterjemahkan. Pantulan suara dari sekelilingnya memberi informasi rinci tentang jarak benda-benda dari mereka, berikut ukuran dan pergerakannya. Berkat perangkat ini, lumba-lumba dapat memindai wilayah yang luas; bahkan memetakan samudra. Inilah sistem sonar sempurna yang dengannya lumba-lumba memindai dasar laut layaknya alat pemindai elektronik. Penggunaan sistem sonar oleh lumba-lumba dalam berkomunikasi sangat mengagumkan. Mereka mampu saling berkirim pesan meski terpisahkan oleh jarak lebih dari 220 km.

Lumba-Lumba Di Kandang
Sumber : Internet

Salah satu masalah yang dihadapi oleh lumba-lumba saat ini adalah, ekspoitasi sebagai komoditas pertunjukan sirkus. Karena musik yang diputar pada saat pertunjukkan sirkus sangat keras maka akan merusak sistem sonar yang dimiliki oleh lumba-lumba. Kemudian air yang digunakan pada kolam lumba lumba diberi klorin (kaporit) yang memang tujuannya agar air kolam bebas bakteri pathogen sehingga tidak mudah mengeruh, tetapi air yang bercampur klorin di kolam bisa membuat mata lumba-lumba buta. Karena mata lumba-lumba terus-menerus terpapar air berklorin yang pada akhirnya akan merusak mata. Ditinjau dari biologis, Mata lumba-lumba memiliki ciri khusus lainnya, yaitu setiap mata dapat berfokus pada satu titik yang berbeda pada saat bersamaan, sehingga seekor lumba-lumba dapat melihat ke depan dengan satu mata untuk menentukan arah berenangnya sambil berjaga-jaga dari bahaya dengan mata yang lain dan bila perlu lumba-lumba dapat menutup salah satu matanya dan mengisitirahatkan separuh otaknya.

Selasa, 5 Februari 2013 diadakan acara diskusi Wildlife Protection Series – Dolphins! yang digelar di pusat kebudayaan Amerika Serikat, @america, Pacific Place Jakarta. Acara diskusi yang dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, H.E Zulkifli Hasan, pembuat film dan bintang film “The Cove”, Richard O’Barry dan juga Femke den Haas dari Jakarta Animal Aid Network, sebuah organisasi nirlaba untuk kesejahteraan hewan. Adapun tujuan acara ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap kelangsungan hidup satwa liar khususnya lumba-lumba.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan
Sumber : Internet

Menteri Kehutanan menegaskan bahwa masih banyak penyelenggara sirkus illegal yang belum memenuhi standar konservasi nasional. Tercatat, hanya 54 lembaga konservasi resmi yang terdaftar dan memperoleh izin untuk konservasi. Dua diantaranya, Gelanggang Samudra Ancol dan Taman Safari Cisarua. Namun sayang Bapak Menteri tidak menjelaskan bagaimana mekanisme pengawasan ke-54 lembaga tersebut dalam menjalankan kewajibanya untuk memenuhi kesejahteraan satwa baik secara lahir maupun batin.

Hal Pemberian izin konservasi justru membuat para aktivis lingkungan geram. Saya sependapat dengan para aktivis yang menyatakan bahwa, kebun binatang adalah tempat berbisnis. Seharusnya, hewan-hewan liar seperti lumba-lumba tidak ditangkap. Tetapi, para penyelenggara sirkus mengklaim bahwa lumba-lumba mendapat perlindungan. Pihak penyelenggara juga berdalih untuk konservasi dan mengedukasi masyarakat, terutama untuk anak-anak autis. Namun sekali lagi tidak dijelaskan bagaimana cara pihak penyelengara menyejahterakan satwa secara lahir maupun batin. Fakta mengejutkan yang terungkap bahwa lumba-lumba yang hidup di kandang hanya mampu berumur sampai 5 tahun, sedangkan lumba-lumba yang hidup di alam bebas bisa berumur 40 tahun.

Richard O’Barry serta Femke den Haas mengajak masyarakat Indonesia terutama penyelenggara sirkus untuk lebih peduli terhadap keberlangsungan hidup satwa liar seperti lumba-lumba, dengan cara melepaskan kembali lumba-lumba ke alam liar, lihatlah pertunjukkan lumba-lumba di laut lepas, dan jangan membayar tiket untuk pertunjukan sirkus.
Lumba-lumba mungkin hanya bisa tersenyum untuk berekspresi. Dibalik senyuman lucunya itu ternyata ada sebuah pesan yang sebenarnya ingin mengingatkan manusia bahwa satwa liar seharusnya dilindungi bukan untuk dijadikan ajang bisnis semata. Dan yang pasti bahwa Lumba-lumba adalah hewan yang juga ada yang punya pasangan homoseksual, sama dengan manusia.

*Sahabat Our Voice