Search
Close this search box.
Demonstrasi pada 26 Januari 2012 di New Delhi. Associated Press

Ourvoice.or.id. Perdana Menteri India Manmohan Singh dan para pemimpin politik, seperti juga warga India, mengutarakan kesedihan atas pemerkosaan brutal terhadap perempuan 23 tahun pada Desember di New Delhi. Namun, pemimpin India tak sekedar menunjukkan emosinya. Mereka terus berupaya memperbaiki hukum serta implementasinya demi mencegah aksi tak berkemanusiaan lain pada masa mendatang.

Media massa melaporkan dan terus memberitakan insiden buruk yang diakhiri kematian sang korban. Namun, mereka kadang-kadang melupakan fakta penting: Singh telah mendesak semua tingkat pemerintahan, tak hanya jajaran pusat di New Delhi, untuk mencari solusi dan lekas mengimplementasikannya.

“Pemerintah telah memutuskan untuk meninjau hukum terkini dan mengkaji hukuman terkait kekerasan seksual,” kata Singh pada akhir Desember. “Perempuan dewasa dan gadis mewakili separuh populasi. Masyarakat kami telah tak adil pada yang separuh ini.”

Seruan itu tak hanya berhenti pada kata-kata. Singh secara cepat membentuk komisi yurisdiksi yang dipimpin mantan Ketua Mahkamah Agung India, J.S. Verma.

Laporan komisi muncul pekan lalu, satu langkah konkret dalam penguatan keamanan dan perlindungan bagi perempuan. Komisi merekomendasikan perbaikan sistem hukum yang berkaitan dengan kekerasan seksual, termasuk menerapkan proses pengadilan yang lebih cepat dan memberatkan hukuman bagi pelaku. Dalam surat berisi ucapan terima kasih kepada Verma, Singh menjamin pemerintahannya akan mengupayakan rekomendasi.

Namun, pemerintah tak sendiri dalam aksinya. Beragam LSM, ormas, media, serta kaum muda dan perempuan menjadikan insiden ini sebagai tumpuan untuk melipatgandakan gerakan mereka. Mereka tak hanya mengajak warga untuk memperhatikan persoalan pemerkosaan, melainkan juga potensi kekerasan di rumah serta diskriminasi gender.

Ribuan orang turun ke jalan secara spontan untuk mengekspresikan kemarahan atas pemerkosaan New Delhi. Aksi mereka didukung kekuatan media sosial, yang juga muncul berkat perkembangan sosial dan ekonomi di India.

Semangat dan keteguhan untuk menuntut dan mengupayakan perubahan ini adalah sesuatu yang baik bagi India. Ini merefleksikan pengalaman demokrasi dan kelembagaan yang menguat di India.

Kesenjangan gender adalah aspek yang lain, yang membutuhkan perhatian istimewa,” kata Singh bulan lalu. “Kebutuhan perempuan untuk berada di ruang publik, yang tentu saja bagian esensial emansipasi sosial, dibarengi dengan peningkatan potensi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan mereka.”

Sejauh yang saya tahu, perempuan memiliki peran penting dalam masyarakat India.

Kami pernah mempunyai perdana menteri perempuan yang karismatik dan berani, Indira Gandhi, serta presiden perempuan, Pratibha Patil. Kini, kami memiliki pemimpin perempuan pertama dalam parlemen, Meira Kumar, di antara posisi tinggi lain dalam pemerintahan dan bisnis.

Dalam keluarga saya, orang tua membimbing saya dan saudara perempuan yang kini menjadi laksamana di Angkatan Laut India, untuk menjadi perempuan mandiri dan memiliki mimpi sendiri.

Tapi berbagai perkembangan ini tak muncul tanpa hambatan. Meski masyarakat India kian mengakui perempuan sebagai rekanan setara dalam bisnis dan masyarakat, kesuksesan tetap membutuhkan waktu.

Pemerintah India tidak akan berhenti pada perubahan hukum. Solusi sebaiknya mencantumkan pula perubahan institusi, masyarakat, dan pola pikir. Kita tahu ini problem nyata di India, seperti halnya negara lain yang menghadapi tantangan serupa. Termasuk diskriminasi di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga serta pembunuhan.

Namun, yang juga penting di sini adalah bagaimana kematian tragis seorang perempuan muda tidak sia-sia. Penghormatan terbaik baginya adalah menyalurkan emosi dan semangat ini menjadi rencana aksi yang konstruktif dan efektif.

Kami, warga India, berkomitmen mengusung perubahan ini.

Nirupama Rao adalah Duta Besar India di Amerika Serikat.

Sumber : wsj.com