Search
Close this search box.

Manila.Ourvoice- Akademi Militer Filipina (PMA) baru mengeluarkan kebijakan yang membolehkan kelompok homoseksual (Gay), trangender dan biseksual laki-laki menjadi anggota militer.  Namun bagi seorang transgender harus sebagai “laki-laki” yang maskulin.  Artinya seorang laki-laki feminin tetap tidak mempunyai hak untuk menjadi militer. Sepertinya PMA masih tetap terperangkap konsep maskulinitas dalam diri laki-laki untuk bisa menjadi militer.

Pejabat PMA bersikeras tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum transeksual tetapi mereka harus berperilaku umumnya laki-laki taruna lelaki. Karena pada beberapa kasus, seorang laki-laki transgender akhirnya kabur dari PMA sebelum menyelesaikan pendidikannya militernya, kebanyakan karena tidak tahan dengan kerasnya pendidikan.
Menurut pengawas PMA, Mayor Jenderal Nonato Peralta Jr, akademi milter Filipina tidak membuat para Waria ataupun Gay mengundurkan minat melamar masuk PMA. Kalau kaum transgender dan gay  tidak boleh masuk PMA, sama saja dengan melanggar hak-hak asasi manusia.  Tapi tidak banyak calon taruna yang berani terbuka bahwa dirinya adalah seorang homoseksual.

“Kami tidak melarang mereka. Dalam budaya Filipina, homoseksual belum bisa secara terbuka diterima masyarakat. Masyarakat Filipina kini masih di jalur transisi. Sama juga di PMA ini, kita tidak bisa mengatakan kelompok homoseksual dilarang masuk PMA. Tidak, mereka tidak dilarang,” tegas Peralta.

Kapten Agnes Flores, juru bicara PMA mengatakan Waria tidak didiskriminasikan tapi “begitu mereka masuk PMA mereka diwajibkan untuk berperilaku sebagaimana cara taruna seharusnya berperilaku.”

“Jadi siapa saja yang menampilkan perilaku feminin bagi seorang taruna laki-laki maka akan ditegur karena bukan itu yang diharapkan.  Mereka masuk lembaga kami dan mereka mengikuti aturan dan peraturan organisasi kami,” tegas Flores seperti ditulis Philippines Daily Inquirer terbitan Kamis (12/7/2012).

Dibandingkan perempuan, kaum kelompok transgender kalah “tangguh”. Perempuan taruna memiliki “tingkat ketahanan hidup yang tinggi” dan banyak yang ternyata lulus.  Sedangkan transgender taruna biasanya meninggalkan pendidikan. Bukan karena diskriminasi mereka lantas drop out, tapi karena tak sanggup menjalani pendidikan,“ tambahnya.

PMA tampaknya berbeda dengan sikap yang diambil oleh Presiden AS Barack Obama dan Kongres Amerika, yang pada September tahun lalu secara resmi mencabut aturan yang selama 17 tahun memperlakukan gay AS secara diskriminatif dan dikenal dengan aturan “Jangan Tanya, Jangan Katakan”.

Awalnya dengan aturan itu, para kelompok homoseksual harus berbohong mengenai jati diri mereka bila ingin menjadi tentara. Kini, hukum Amerika yang melarang pria gay, lesbian, dan biseksual masuk dinas militer sudah dicabut.
Obama mengatakan pencabutan hukum itu berarti bahwa anggota Angkatan Bersenjata AS “tidak akan lagi harus berbohong tentang siapa diri mereka demi mengabdi kepada negara yang mereka cintai.”

Lain di Filipina dan Amerika, bagaimana dengan tentara dan kepolisian di Indonesia? Apakah TNI dan Polri dapat menerima kelompok homoseksual secara terbuka sebagai bagian dari team? Seperti pemerintah Indonesia harus belajar dari pengalaman Filipina dan Amerika untuk hal ini.

Sumber : Inilah.com dan Ourvoice