Search
Close this search box.

 

SuaraKita.org – Sejak tahun 2001, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah melakukan pendokumentasian data-data kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Pendokumentasian tersebut dilakukan bersama mitra baik pemerintah maupun lembaga masyarakat, ditambah pengaduan langsung ke Komnas Perempuan. 

Sumber data dari pemerintah dan masyarakat tersebar di berbagai wilayah tanah air. Dalam pendokumentasian tersebut ditemukan pola-pola dan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya. Pola-pola dan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan tersebut kemudian menjadi basis rekomendasi Komnas Perempuan untuk tujuan membangun situasi kondusif dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Tanah Air, yang kemudian diformulasikan menjadi Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan. 

Setiap tahun CATAHU diluncurkan untuk menyambut peringatan Hari Perempuan Internasional yang diperingati tanggal 8 Maret. Pilihan Hari Perempuan Internasional dilakukan untuk mengambil perhatian berbagai pihak baik di nasional maupun internasional, dan menjadikan bagian dari kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan.  

Tahun 2023 CATAHU Komnas Perempuan diadakan secara hybrid, bertempat di Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk, Jakarta, masyarakat juga dapat menonton acara tersebut melalui kanal YouTube Komnas Perempuan pada hari Selasa (7/3) kemarin. 

CATAHU Komnas Perempuan 2023  menemukan beberapa hal penting diantaranya kekerasan berbasis gender (KBG) di ranah personal masih mendominasi jenis laporan. Bisa dibilang 99% KBG terjadi di ranah personal. Begitu juga kekerasan di ranah publik. Berdasarkan data pengaduan Komnas Perempuan, kekerasan di ranah publik masih tinggi yakni 1276 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa ruang publik belum sepenuhnya aman bagi perempuan. Kekerasan di lembaga pendidikan juga mengalami peningkatan yang tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 12 kasus menjadi 37 kasus. Terkait perkembangan teknologi siber yang begitu cepat, kekerasan siber berbasis gender (KSBG) dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) patut memperoleh perhatian yang lebih seksama. Gentingnya persoalan KSBG dan KSBE juga menjadi perhatian dunia, sehingga menjadi salah satu tema penting dalam pertemuan tingkat menteri Komisi Status Perempuan 2022.

CATAHU 2023 juga memberikan perhatian pada konteks-konteks khusus kekerasan terhadap perempuan, yaitu Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Perempuan dengan HIV/AIDS, perempuan disabilitas, femisida, perempuan lansia, perempuan berhadapan dengan hukum. kelompok minoritas gender dan seksual, dan perempuan pembela HAM. Juga hambatan yang dihadapi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan kasus-kasus dengan pelaku aparat penegak hukum dan aparat keamanan.

Tahun 2022 juga mencatatkan sejumlah kemajuan dalam hal produk perundang-undangan dan kebijakan yang kondusif untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Selain terkait dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, juga ada UU Perlindungan Data Pribadi dan kebijakan penguatan mekanisme penanganan kasus. Sementara menunggu aturan turunan. implementasi UU TPKS perlu dipercepat. Termasuk dengan memastikan sosialisasi untuk mengubah cara pandang masyarakat dan aparat penegak hukum yang masih menstigma dan menyalahkan korban, menguatkan mekanisme pemantauan dan lembaga layanan, serta memperbaiki kebijakan yang berkontradiksi dan percepatan pembahasan UU PPRT dan UU Masyarakat Adat. Pencegahan dan penanganan kebijakan diskriminatif yang lebih optimal juga akan berkontribusi positif dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

Berdasarkan pada tren data CATAHU 2023, maka Komnas Perempuan mendorong beberapa pihak terkait untuk mengambil berbagai langkah strategis untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan mengoptimalkan pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan. Komnas Perempuan mendorong aparat penegak hukum mengoptimalkan a) penggunaaan UU PKDRT untuk mendorong perlindungan terhadap perempuan di luar pernikahan dalam ranah personal, b) implementasi UUTPKS dalam hal kekerasan seksual di media siber serta kasus-kasus kekerasan berbasis elektronik dalam bentuk pinjaman online; c) UU Perlindungan Anak untuk menyikapi kasus kekerasan terhadap anak. Selain itu aparat penegak hukum didorong untuk memprioritaskan pemenuhan jaminan proses hukum yang berkeadilan bagi perempuan berhadapan dengan hukum.

Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bersinergi untuk menambah dan menyediakan akses yang mudah sebagai bentuk pelayanan khusus kekerasan terhadap perempuan dalam hal pemulihan mental. Hal ini untuk menyikapi tingginya kekerasan dalam bentuk psikis baik di ranah personal maupun publik, serta kebutuhan pendampingan psikis pada semua kasus kekerasan berbasis gender. khususnya kekerasan seksual.

Andy Yentriyani sebagai Ketua Komnas Perempuan berharap CATAHU ini dapat menjadi rujukan semua pihak termasuk diantaranya rujukan bagi kajian ilmiah dan perumusan kebijakan. (R.A.W)