Siaran Pers Perkumpulan Suara Kita Dan Komunitas Transpuan Indonesia
“Zakat Untuk Transpuan Dhuafa”
Jakarta, 7 Mei 2021
Zakat adalah salah satu ibadah yang diajarkan dalam agama Islam. Zakat sendiri meliputi ada zakat fitrah maupun zakat harta. Sehingga setiap bulan Ramadan, tepatnya menjelang hari raya Idulfitri banyak umat Islam menyalurkan zakat fitrah kepada pihak pengelola resmi ataupun penerima yang dipilih langsung oleh pemberi zakat. Walau zakat harta sendiri dapat diberikan pada bulan lain, selain bulan Ramadan.
Dalam ajaran Islam, ada syarat tertentu kelompok penerima zakat, salah satu diantaranya mereka yang menjadi fakir miskin dan kaum dhuafa. Yaitu kelompok yang secara ekonomi maupun sosial miskin, misalnya tidak ada pekerjaan, banyak hutang.
Memang kelompok miskin maupun dhuafa selama ini menjadi “target” utama pemberi zakat, baik yang dilakukan secara personal maupun kelembagaan. Tapi, dalam kenyataannya kelompok miskin dan dhuafa itu sendiri “berwajah”, tidak tunggal jenisnya. Mengapa mereka beragam?
Sistem sosial sering meminggirkan satu kelompok yang berbeda dari umumnya masyarakat mayoritas membuat tersingkir secara sosial, ekonomi maupun politik. Dan faktor itu membuat ada kelompok marginal itu “tak terlihat” baik oleh pemerintah, masyarakat maupun lembaga amil zakat. Tidak menjadi target, karena proses marginalisasi itu.
Salah satu kelompok itu adalah, transpuan, atau biasa disebut dengan transgender atau waria. Kita tahu kelompok transpuan di masyarakat Indonesia, maupun sistem politik Indonesia menjadi kelompok yang secara sistematis tersingkirkan. Karena ekspresi identitas, umumnya kelompok transpuan memutuskan pergi dari lingkungan keluarga, maupun sosialnya di mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Baik pergi dengan cara “kabur” ataupun dibuang/diusir oleh keluarga. Umumnya kelompok transpuan mengalami itu.
Tanpa pendidikan dan skill yang cukup keluar dari rumah dan sosial, membuat mereka harus berjuang hidup di jalanan. Seperti menjadi pengamen, pengemis, tukang pijat, bahkan menjadi pekerja seks untuk menyambung hidup. Dunia pekerjaan formal sudah tertutup pada komunitas transpuan. Perjuangan hidup seperti itu mereka jalankan di tempat yang baru tanpa dukungan pihak manapun, hanya dukungan sesama komunitas transpuan yang sangat terbatas.
Karena situasi itulah membuat mereka bertahun-tahun hidup sebagai “gelandangan” di kota tanpa pekerjaan tetap, perlindungan sosial, hidup di lingkungan yang tidak sehat, bahkan tidak memiliki identitas diri sebagai warga negara. Bahkan ada banyak kasus, seorang transpuan dapat puluhan tahun tidak terhubung lagi dengan keluarganya. Maka ketika sakit bahkan sampai meninggalpun pihak keluarga tidak menerimanya.
Selain itu juga diantara transpuan tanpa identitas apapun sebagai warga negara. Walau ada sebagian transpuan yang kemudian mampu mengembangkan usaha sendiri, seperti usaha salon atau fashion. Tetapi umumnya melewati hidup disingkirkan dan terbuang oleh keluarga maupun sosial.
Bagi mereka yang tak berpendidikan, tanpa skill, tanpa identitas warga negara, mengubah penampilan sebagai perempuan, tanpa pekerjaan tetap. Umumnya hidup dalam kemiskinan dan terbuang secara sosial. Bertahun-tahun mereka hidup dalam situasi itu.
Kemiskinan sistematis yang dialami oleh kelompok transpuan masih minim sekali dilihat oleh lembaga amil zakat sebagai kelompok yang layak menerima zakat, infaq atau sedekah. Walau beberapa kali dari diskusi dengan individu pengelola amil zakat, umumnya menyatakan bahwa semestinya kelompok transpuan yang miskin, dan dhuafa menjadi kelompok utama penerima zakat. Tapi lagi-lagi karena kesenjangan aspek sosial, politik yang membuat kelompok ini nyaris tidak terakses atau terjangkau prioritas penerima zakat.
Pada diskusi publik “Zakat Untuk Transpuan Dhuafa”, 7 Mei 2021, kami Perkumpulan Suara Kita dan komunitas transpuan di Indonesia meminta kepada:
- Semua badan amil zakat baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta dapat menjadikan kelompok transpuan miskin dan dhuafa menjadi prioritas penerima zakat, infaq dan sedekah di seluruh wilayah Indonesia.
- Pemerintah melalui Kementerian Agama RI memberikan himbauan kepada semua lembaga amil zakat untuk menjadikan kelompok transpuan miskin dan dhuafa sebagai salah satu prioritas penerima zakat.
- Pemerintah khususnya Kemensos, Kemenkes, dan Kementerian UKM, Kemendagri dapat mengintegrasikan program-program pengentasan kemiskinan bagi kelompok transpuan sesuai slogan SDGs, “Tidak boleh satu pihakpun yang tertinggal, No one left behind”.
- Masyarakat Indonesia, baik umat Islam maupun umat beragama lainnya, untuk terus menebarkan ajaran cinta dan kasih, toleransi pada setiap manusia terutama pada mereka yang miskin dan dhuafa seperti kelompok transpuan.
Narahubung :
Office@psk.or.id