Search
Close this search box.


SuaraKita.org – Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam pertemuan Kelompok Inti Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang “Mengakhiri Kebencian terhadap LGBT di Media Sosial dan Tradisional – Kebebasan Berbicara versus Lisensi untuk Kebencian”, di New York mengatakan bahwa ujaran kebencian sering digunakan untuk melakukan dehumanisasi pada kelompok dan individu yang sudah terpinggirkan, memperburuk diskriminasi dan menghasut kekerasan. Ini adalah serangan terhadap esensi hak asasi manusia dan penghinaan bagi kita semua.

Kebencian terhadap komunitas LGBT dilakukan oleh orang-orang dari semua jenis, termasuk pemimpin agama dan politik, dan diperkuat melalui media tradisional dan sosial. Terlalu sering, tidak ada perlindungan yang nyata. Disisi lain; di banyak tempat orang-orang LGBT menghadapi tuntutan dan hukuman karena orientasi seksual atau identitas gender mereka.

Platform media sosial dan algoritma yang memperkuat opini sering kali memfasilitasi penyebaran ujaran kebencian. Tetapi alat yang sama ini dapat digunakan untuk memantau munculnya wacana seperti itu dan membangun dukungan untuk inklusi dan keanekaragaman.

Itulah sebabnya PBB meluncurkan Strategi dan Rencana Aksi PBB tentang Ujaran Kebencian pada awal tahun ini. Selama masih ada orang yang menghadapi diskriminasi dan kekerasan karena orientasi seksual atau identitas gender mereka, PBB akan membela hak-hak mereka.

António Guterres berharap dapat bekerja dengan semua orang yang terlibat, termasuk Negara Anggota, sektor swasta dan masyarakat sipil, untuk menumbuhkan budaya hormat, keberagaman, dan martabat bagi semua dan mengajak semuanya untuk berbagi pengalaman, mengidentifikasi praktik-praktik yang baik, dan secara kolektif mengatasi tantangan. PBB berdiri bersama dengan komunitas LGBT dalam berupaya menciptakan dunia yang adil dan setara untuk semua. 

Ujaran Kebencian di Dunia Digital, Ancaman Kritis Bagi Orang-Orang LGBT

Dalam era digital yang berkembang pesat, ujaran kebencian dapat mewakili “ancaman kritis bagi orang-orang LGBT” untuk menggunakan platform online.

“Sayangnya teknologi digital telah membuka jalan tambahan untuk ujaran kebencian”, kata kepala hak asasi PBB, Michele Bachelet, kepada para peserta, yang termasuk penyelenggara dari LGBT Core Group, Menteri, pejabat senior, dan media.

Diskusi tingkat tinggi pada Sesi ke – 74 Majelis Umum PBB, bertujuan untuk membahas bagaimana berbagai pemangku kepentingan dapat berkontribusi dalam mengakhiri ujaran kebencian terhadap orang-orang LGBT di platform media sosial dan di media tradisional, serta memastikan dukungan bagi para korban, ketika ujaran-ujaran penuh kebencian dapat beralih ke kekerasan.

Pertemuan tersebut memicu pembicaraan seputar hak untuk kebebasan berbicara versus lisensi untuk membenci, yang mana Michele Bachelet menawarkan definisi objektif:

“Ujaran kebencian adalah segala bentuk komunikasi, dalam ucapan, tulisan atau perilaku, yang menyerang atau menggunakan bahasa yang merendahkan atau diskriminatif, dengan mengacu pada seseorang atau kelompok berdasarkan siapa mereka”, katanya, mengutip kerangka kerja PBB dan rencana aksi untuk menghapuskan ujaran kebencian, diperkenalkan pada bulan Juni tahun ini.

Dalam Strategi dan Rencana Aksi PBB, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan bahwa “di seluruh dunia, kita melihat gelombang xenofobia, rasisme dan intoleransi yang mengganggu … wacana publik dipersenjatai untuk kepentingan politik”.

Mengomentari Sekretaris Jenderal PBB, “ujaran homofobik, bifobik, atau transfobik di seluruh dunia telah digunakan oleh pejabat publik,” kata Michele Bachelet, dan penelitian menunjukkan “efek buruk” dari kebencian online ketika menyasar ke komunitas LGBT.

Remaja LGBT lima kali lebih mungkin untuk melakukan bunuh diri, ini baru di Amerika Serikat saja, dibandingkan dengan remaja heteroseksual, dengan media sosial memperkuat kebencian dan menyeret remaja ke dalam isolasi, depresi dan pemikiran bunuh diri, tambahnya.

Terlepas dari statistik yang mencolok, diskusi tingkat tinggi tersebut merupakan salah satu dari beberapa “tanda-tanda yang menjanjikan” untuk masa depan, karena lebih banyak masyarakat mulai mengakui masalah hak LGBT “sebagai masalah hak asasi manusia”, ujar Michele Bachelet

“Kita harus berjuang keras melawan diskriminasi LGBT,” desaknya, “karena itu merusak martabat, kesempatan dan kehidupan seseorang.” (R.A.W)

Sumber:

PBB