Search
Close this search box.


SuaraKita.org – Bisnis yang berfokus pada LGBT di Taiwan tampaknya tidak terpengaruh setelah negara itu memilih menentang pernikahan sesama jenis.

Dalam referendum yang diadakan pada 24 November, pemilih Taiwan memilih menentang perubahan KUH Perdata negara untuk mengakui pernikahan sesama jenis, yang dilihat sebagai pukulan besar bagi komunitas LGBT di Asia.

Namun, Taipei Times melaporkan bahwa bisnis lokal yang target pasarnya adalah komunitas LGBT tidak terlalu khawatir tentang pengaruh dari hasil pemilihan suara terhadap penghidupan mereka.

“Kami telah berjuang lama dan sekarang memiliki pelanggan setia yang datang ke toko kami setidaknya sekali setahun dari seluruh dunia,” kata Yang Pingjing, salah satu pemilik toko buku Gin Gin yang dianggap sebagai pusat bagi para pendukung hak LGBT di Taiwan.


Pemilik 24-hour Hans Men’s Sauna, bernama Yu, juga mengatakan usahanya berada pada posisi yang stabil.

“Saya tidak terlalu mengkhawatirkan bisnis saya,” kata Yu sebelum referendum dilaksanakan. “Once a gay man, you will always be a gay man, tidak peduli hasil referendum.”

Meskipun referendum menjadi kekecewaan besar bagi para pendukung hak LGBT, Taiwan masih dianggap sebagai salah satu tempat paling ramah LGBT di Asia.

Hal ini telah membantu Taiwan menemukan dirinya sebagai salah satu tempat yang dikunjungi di Asia untuk pariwisata LGBT.

Austin Haung, fotografer paruh waktu yang sebagian besar kliennya terdiri dari pasangan sesama jenis, mengatakan bahwa usahanya telah berkembang karena reputasi Taiwan.

“Klien kami kebanyakan pasangan sesama jenis dari luar negeri, termasuk Hong Kong, Singapura, Cina, dan Malaysia,” kata Austin Haung. ‘Mereka mengatakan Taiwan adalah tempat yang menenteramkan untuk melakukan pemotretan […] Jika mereka melakukan ini di negara mereka sendiri, mereka khawatir akan diidentifikasi atau orang-orang akan “menaikkan alis”.’


Inti dari perayaan LGBT adalah acara tahunan, Taipei Pride , festival Pride terbesar di Asia yang diramaikan oleh ribuan pengunjung yang memenuhi di ibu kota negara.

Berlangsung setiap bulan Oktober, acara ini berkontribusi lebih dari 3,3 Juta Dollar Amerika untuk ekonomi Taiwan.

Menanggapi hasil referendum, aktivis hak LGBT di Taiwan telah bersumpah untuk melanjutkan perjuangan untuk kesetaraan pernikahan .

Pemungutan suara memperlihatkan sekitar dua pertiga pemilih memilih untuk menetapkan hukum terpisah untuk pernikahan sesama jenis setelah kampanye referendum yang sangat memecah belah.

Otoritas Taiwan telah mengatakan bahwa mereka akan memberlakukan undang-undang baru dalam waktu tiga bulan.

Para pemilih Taiwan juga menolak pendidikan kesetaraan gender.

Pada hari-hari setelah hasil referendum, aktivis pro-kesetaraan pernikahan mengatakan mereka mempertimbangkan untuk mengambil tindakan hukum terhadap kampanye anti-kesetaraan pernikahan, yang mereka klaim sedang menyebarkan ‘propaganda’ di bilik suara.

Joyce Teng dari Equal Marriage Coalition Taiwan mengatakan bahwa kelompok – kelompok advokasi LGBT telah menerima lebih dari 2.000 laporan tentang perilaku interferensi ilegal dalam proses pemilihan yang dilakukan oleh aktivis anti-kesetaraan pernikahan . (R.A.W)

Sumber:

GSN