Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Jika Anda pernah belajar bahasa Jepang, maka Anda pernah mendengar tentang Kojien. Kojien adalah salah satu kamus top di Jepang dan sering disebut sebagai sumber paling akurat dalam bahasa Jepang. Dalam edisi terbaru Kojien, kamus tersebut menambahkan istilah “LGBT” untuk pengguna Jepang.

Namun, alih-alih memisahkan huruf atau mengomentari gender dan identitas seksual, Kojien mendefinisikan istilah tersebut dengan “orang-orang yang orientasi seksualnya berbeda dari mayoritas”.

Aktivis LGBT Jepang terheran-heran dengan definisi baru Kojien untuk LGBT, yang mereka anggap sebagai homofobia dan transfobia. Tentu saja, ada banyak sekali masalah bagaimana Kojien mendefinisikan LGBT.

Salah satunya menggambarkan warga negara Jepang non-heteroseksual sebagai “berbeda dari mayoritas,” menunjukkan bahwa pengalaman seksual non-heteroseksual bukanlah pengalaman “normal”. Kojien juga menyampur keempat huruf tersebut bersama-sama, dengan mengabaikan “T” di “LGBT,” yang merupakan singkatan dari “transgender” dan tidak ada hubungannya dengan orientasi seksual namun dengan identitas gender seseorang yang tidak sesuai dengan jenis kelamin mereka saat lahir.

Kemudian, tidak ada penjelasan rinci masing-masing antara “L,” “G”, “B,” dan “T.” Dalam kamus tersebut hanya ada arti gabungan yang digunakan untuk menggambarkan semua individu LGBT.

Setelah dirilis, banyak pendukung LGBT memprotes melalui Twitter dan Facebook atas  kekeliruan definisi tersebut. Mereka mendesak Iwanami Shoten, perusahaan penerbit Kojien untuk melakukan koreksi.

Iwanami Shoten pun mengakui ketidakakuratannya, dengan mengatakan bahwa penjelasan tentang istilah tersebut “tidak mencukupi.”

“Kami mengetahui ada komentar online yang mengatakan bahwa definisi tersebut salah. … Saat ini kami sedang membahas cara untuk mengatasi masalah ini, seperti melakukan koreksi, “kata seorang juru bicara Iwanami.

Aktivis transgender Jepang Mameta Endo menulis di blog pribadinya mengenai hal tersebut dan menegaskan bahwa masih perlu sebuah “perjalanan yang panjang” sebelum orang-orang memahami dengan definisi LGBT.

“Kejadian ini mencerminkan situasi saat ini dimana orang LGBT tidak dipahami dengan benar, meski penggunaan kata tersebut telah menyebar,” tulis Mameta Endo di blognya.

“Sangat disayangkan. … Kojien digunakan oleh banyak orang untuk mencari arti kata, “kata Mameta Endo. “Saya harap penerbit akan melakukan koreksi,”

“Banyak orang sekarang mengenal istilah ‘LGBT’, dan saya senang dengan hal itu. Tapi sayangnya, banyak juga yang belum memahaminya dengan benar. Saya merasa perjalanan kita masih panjang, ” tulisnya.

Kojien dianggap sebagai kamus paling otoritatif di Jepang, diskusi politik secara teratur mengikuti definisi kamus tersebut untuk mengartikan istilah-istilah sensitif. Tomorrow Girl’s Troop, sebuah kolektif seni feminis di Jepang, telah mendorong Kojien untuk memperbarui definisi kamus tentang feminisme, yang tidak menyebutkan kesetaraan gender. Dan setelah bencana Daiichi Fukushima 2011, Kojien juga telah merevisi kamusnya dengan kata dan frasa baru yang berkaitan dengan energi nuklir dan keadaan darurat.

Kamus Kojien telah menjadi referensi rumah tangga sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1955. Gerai media dan organisasi lainnya sering menggunakannya sebagai definisi final dari  makna sebuah kata. “LGBT” ada di antara sekitar 10.000 entri baru yang dibuat dalam edisi terbaru. (R.A.W)

Sumber:

JP times

Dailydot