Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Lebih dari 10.000 orang turun ke jalan untuk berbaris dalam parade tahunan Hong Kong Pride.

Sejak tahun 2008, para peserta menuntut kesetaraan hak bagi individu LGBT, karena sejak 1991 aktivitas seks sesama jenis hanya dianggap legal.

Kesetaraan pernikahan masih tetap menjadi impian bagi LGBT Hong Kong. Hong Kong juga tertinggal hak untuk pasangan LGBT – termasuk undang-undang adopsi, surrogacy (ibu pengganti/ibu titipan) dan anti-diskriminasi dalam pekerjaan non-pemerintah.

Ribuan orang berduyun-duyun ikut berbaris dalam parade yang tahun ini bertema: ‘‘Turn the tide, walk with Pride – discrimination says goodbye.’

Para peserta mengangkat bendera pelangi raksasa di sepanjang rute parade dari Victoria Park di Causeway Bay ke Edinburgh Place di Central.

Penyelenggara juga memilih warna biru sebagai warna utama karena mewakili langit dan lautan yang merupakan simbol kebebasan dan kesetaraan.

Dalam parade tersebut juga dibentangkan spanduk bertuliskan ‘End discrimination of AIDS’. Parade tersebut juga dihadiri oleh anggota  dewan legislatif Yang Yueqiao dan Chen Shuzhuang dan ada juga sebuah poster besar mengenai undang-undang anti-diskriminasi untuk ditandatangani oleh para peserta.

Sebuah pemerintahan baru yang mulai menjabat awal tahun ini diharapkan dapat memberlakukan undang-undang dan perlindungan baru bagi warga LGBT di Hong Kong.

Jimmy Sham Tsz-kit, juru bicara Hong Kong Pride mengatakan: “Kami berharap pemerintahan baru akan berhenti untuk menunda-nunda dan mendorong pemberlakuan undang-undang anti-diskriminasi untuk minoritas seksual.

“Kami kesal melihat tanggapan suam-suam kuku dari Carrie Lam sebagai Chief Executive of Hong Kong atas permohonan untuk melindungi hak-hak minoritas seksual” ujarnya.

 

Hong Kong membuat sejarah bulan lalu untuk menjadi yang pertama di Asia yang menjadi tuan rumah Gay Games pada 2022.

Panitia pemilihan Gay Games, Dennis Philipse mengatakan: “Ini adalah bukti semangat dan keinginan Hong Kong untuk meningkatkan inklusifitas dan keberagaman.

“Membawa Gay Games  ke Asia dan Hong Kong sebagai tuan rumah membuktikan bahwa ada pertumbuhan sikap keterbukaan di kota dan di seluruh wilayah,” kata Dennis.

Namun pengumuman sebagai tuan rumah Gay Game tersebut hanya disikapi dingin oleh pejabat setempat. Bahkan, departemen imigrasi kota mengumumkan akan mengajukan banding atas kasus tersebut.

Seorang anak berusia 14 tahun yang mengidentifikasi dirinya sebagai Morgan mengatakan bahwa: ‘Ada banyak orang dengan pola pikir tradisional di sini.

‘Jadi untuk komunitas LGBT, banyak orang harus mulai berbicara secara mandiri. Jika tidak, maka tidak ada kebebasan dan kita tidak akan memiliki hak” katanya. (R.A.W)

 

Sumber:

GSN