Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Untuk pertama kalinya dalam sejarah Pakistan, seorang anggota komunitas transgender telah ditunjuk sebagai duta untuk menciptakan kesadaran mengenai manajemen bencana dan keadaan darurat oleh Federasi Palang Merah Internasional, Masyarakat Bulan Sabit Merah dan Bulan Sabit Merah Pakistan.

Misbah Mushtaq dari Bulan Sabit Merah Pakistan mengatakan bahwa pimpinan She Male Association for Fundamental Rights (SAFFAR) Nadeem Kashish telah ditunjuk sebagai duta untuk mendidik masyarakat transgender untuk mengatasi bencana alam dan keadaan darurat.

Menurut Misbah Mushtaq, komunitas transgender di Pakistan biasanya terbengkalai setiap kali terjadi bencana alam dan langkah ini akan memberdayakan mereka dalam menghadapi peristiwa semacam itu.
“Sayangnya anggota komunitas trans ditinggalkan tanpapertolongan pertama dan bahkan tidak dibawa ke rumah sakit selama gempa bumi, banjir atau bencana lainnya karena tidak ada yang mau mendekati mereka,” jelasnya.

Misbah Mushtaq mengatakan bahwa anggota komunitas transgender adalah salah satu kelompok yang paling rentan di masyarakat dan pelatihan semacam itu memberi mereka dorongan kepercayaan sekaligus memastikan bahwa mereka juga merupakan bagian dari proses aksi kemanusiaan dan komunitas ini.

Nadeem Kashish baru-baru ini mewakili Pakistan di the Gender Inequality of Risk-Asia Pacific Breakfast Roundtables, yang terdiri dari 17 negara, dan organisasi internasional lainnya yang bekerja untuk kesetaraan gender dan hak asasi manusia.

Dalam sebuah presentasi yang rinci, dia menjelaskan masyarakat internasional tentang risiko yang dihadapi oleh komunitas transgender di Pakistan saat terjadi bencana.

Dengan membagikan lebih banyak rincian, Nadeem Kashish mengatakan bahwa di Pakistan banyak orang tidak mau bekerja sama dengan transgender, bahkan dalam keadaan darurat, karena stigma yang terkait dengan jenis kelamin dan profesi mereka.

Lebih jauh lagi, karena mereka tidak dianggap sebagai bagian dari masyarakat, mereka tetap diabaikan saat bencana menimpa, ratapnya.

“Bukan saja mereka kehilangan akses terhadap pertolongan pertama, seringkali ambulans menolak membawa mereka ke rumah sakit dan jika mengalami keajaiban, tidak ada yang akan menyentuh mereka di rumah sakit untuk memberikan perawatan. Bahkan pada saat yang sangat kritis sekalipun, ada juga kebingungan apakah akan menempatkan korban di bangsal lelaki atau perempuan, “keluhnya.

“Orang sering tidak mau memasukkan mereka ke bangsal umum, sementara mereka juga berkali-kali menolak untuk menyumbangkan darah kepada korban transgender,” kata Nadeem Kashish. (R.A.W)

Sumber:

gulftoday