Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Dari boneka beruang transgender ke bajak laut perempuan yang tak kenal takut, penulis buku anak-anak mendobrak norma gender yang tidak seperti sebelumnya, memunculkan debat tentang apa artinya menjadi anak lelaki atau perempuan.

Pengunjung di pameran buku Frankfurt , sebuah acara penerbitan terbesar di dunia, pada pekan ini akan dihadapkan pada serangkaian buku untuk pembaca muda yang menentang stereotip dan menavigasi isu panas dewasa ini tentang transeksualitas dan kecairan gender.

Cerita dengan karakter utama transgender khususnya telah memecahkan salah satu “tabu” terakhir yang ditinggalkan dalam tulisan untuk anak-anak, kata ahli sastra Nicola Bardola.

“Beberapa orang mengamati tren ini dengan gugup, buku-buku semacam ini tetap membuat kritikus tidak nyaman,” kata Nicola Bardola yang juga seorang penulis.

Salah satu judul paling utama yang meraih judul baru-baru ini adalah “Introducing Teddy”, sebuah cerita lembut tentang Thomas si beruang teddy yang memberi tahu seorang temannya: “Saya selalu tahu bahwa saya adalah seorang perempuan, bukan lelaki.”

Buku bergambar yang ditujukan untuk anak-anak berusia empat keatas, ditulis oleh Jessica Walton, penulis asal Australia yang terinspirasi oleh transisi ayahnya sendiri yang menjadi seorang perempuan.

Diterjemahkan ke bahasa Jerman tahun lalu dengan judul “Teddy Tilly”, Nicol Bardola menyebut buku itu “sebuah fenomena”.

Untuk pembca yang sedikit lebih tua, ada penulis Amerika, Alex Gino yang karyanya memenangkan penghargaan. Buku berjudul  “George”, yang berisi tentang seorang transgender berusia 10 tahun yang bertekad memainkan peran perempuan dalam drama sekolah.

Buku ini telah mendapat banyak pujian karena penggambaran hangat tokoh pahlawan yang penuh semangat, namun buku ini juga menimbulkan kontroversi.

Sebuah distrik di wilayah Kansas, Amerika Serikat pada bulan lalu memutuskan untuk tidak membeli “George” untuk sekolah-sekolah di daerah tersebut, karena mereka menganggap buku tersebut tidak sesuai untuk pembaca berusia muda.

Alex Gino yang mengidentifikasikan dirinya sebagai gender queer segera memulai kampanye penggalangan dana melalui Twitter untuk mengirimkan salinan buku “George”  ke setiap perpustakaan sekolah di distrik tersebut.

Hanya butuh setengah jam untuk mengumpulkan dana tersebut.

“Berbagi cerita tentang individu transgender dengan anak-anak adalah kunci bagi penerimaan terhadap transgender. Tidak ada usia minimal yang tepat untuk belajar berbelas kasih,” kata Alex Gino.

Di bagian dewasa muda, pembaca dapat menemukan buku karangan Meredith Russo, “If I Was Your Girl”, yang menceritakan tentang seorang remaja Amerika di sebuah sekolah baru, yang terbebani oleh rahasia bahwa dia dulu adalah seorang anak lelaki.

Nicola Bardola mengatakan bahwa kisah-kisah yang membingungkan telah memicu ujaran dari para kritikus yang bertanya-tanya apakah “pantas” atau “berbahaya” untuk mengenalkan para pembaca muda kepada tema kompleks semacam itu.

Dia mengatakan bahwa hal itu mengingatkannya pada kegemparan yang terjadi pada tahun 1980an ketika karakter gay mulai muncul di buku untuk pembaca dewasa muda.

“Perdebatan hampir identik, Anda bisa mengatakan kritikus sastra tidak yakin tentang tema (transgender) ini,” katanya.

“Saya pikir kita bisa sedikit lebih santai tentang hal itu,” tambahnya.

“Buku-buku ini harus dinilai berdasarkan kualitas sastranya dan anak-anak harus diberi kesempatan untuk memutuskan apakah mereka ingin membaca cerita-cerita ini atau tidak.”

Kritikus sastra Jerman, Ralf Schweikert lebih skeptis.

“Jika Anda ingin membicarakan bagaimana rasanya hidup di tubuh yang salah, Anda meminta refleksi diri dari para pembaca muda,” katanya.

 

Untuk para kutu buku yang lebih umum yang membahas perdebatan gender, mereka tidak akan kekurangan judul baru yang akan menghancurkan patriarki, yang mencerminkan diskusi budaya yang lebih luas mengenai peran tradisional yang mendorong anak lelaki dan perempuan.

“Semakin banyak buku untuk pembaca muda di luar sana yang dengan sengaja menantang stereotip gender ini,” kata Ralf Schweikert.

Dia mencantumkan serial buku Jerman berjudul “Wild Wilma” sebagai contoh yang menonjol, tentang petualangan seru seorang perempuan yang berlayar di laut lepas sebagai kapten kapal bajak laut.

Nicola Bardola mengatakan bahwa cerita-cerita yang mengubah peran gender di kepala mereka selalu ada, tapi judul semacam itu cenderung mencapai puncak setiap beberapa tahun tergantung pada zeitgeist*.

“Tentu saja Anda masih bisa menemukan buku untuk anak perempuan yang bercerit tentang kuda poni dan seorang putri,” kata Ralf Schweikert.

“Tapi jika Anda ingin melepaskan diri dari klise tersebut, ada banyak bahan bagus di luar sana sekarang.”

Dan lebih banyak judul bergulat dengan isu gender sedang dalam proses untuk terbit.

Scholastic, penerbit yang menerbitkan “George”, tahun depan akan merilis novel dewasa berjudul  “And She Was” yang dituls oleh Jess Verdi, novel ini berisi tentang seorang remaja dalam mengenal identitas orang tuanya yang transgender.

“Dan kami telah melihat sejumlah karakter non-biner atau trans gender dalam buku lain yang kami publikasikan,” kata direktur editorial Scholastic David Levithan.

Buku ini, ia menambahkan, “menunjukkan bagaimana gender membuat dunia nyata kita menjadi beragam”.

Frankfurt Book Fair  akan berlangsung sampai 15 Oktober mendatang (R.A.W)

Sumber:

Digitaljournal


*pemikiran dominan pada suatu masa yang menggambarkan dan mempengaruhi sebuah budaya dalam masa itu sendiri (wikipedia)