SuaraKita.org – Anda mungkin telah melihatnya di sebuah video iklan yang cukup viral baru-baru ini. Gauri Sawant adalah seorang aktivis sosial berusia 37 tahun. Lahir sebagai Ganesh Suresh Sawant, Gauri lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang konservatif di Pune. Pada usia yang sangat dini, yakni 9 tahun, setelah kematian ibunya, Gauri menyadari bahwa dia berbeda dengan orang lain. Setelah ibunya meninggal, ia dibesarkan oleh neneknya. Sebagai seorang anak, dia selalu feminin dan lebih cenderung ke arah jenis kelamin perempuan. Di sekolah, Gauri selalu diejek oleh teman-teman sekelasnya, yang bahkan menggunakan istilah yang merendahkan kepadanya.
Ketika memasuki masa puber, dia merasa tertarik kepada lelaki. Dia tidak memiliki definisi untuk seksualitasnya, karena dia tidak pernah tahu apa yang dimaksud dengan gay. Gauri sering diam-diam berdandan dengan mengenakan baju sari milik neneknya, dan memakai make-up. Ketika Gauri memasuki perguruan tinggi, keadaan makin sulit baginya, ia memilih mengenakan kurta karena pakaian tersebut terlihat lebih gender netral padanya. Dia mengakui keperempuanan dalam dirinya, meskipun keluarganya tidak pernah menyetujui transisi nya. Akhirnya Gauri memutuskan untuk meninggalkan rumahnya.
Dengan bantuan Humsafar Trust, Gauri menjalani transisi. Tanpa dukungan dari keluarga dan tidak ada atap untuk bernaung, perjalanannya dari Ganesh ke Gauri tidaklah mudah. Melalui semua pasang surut, ia menyelesaikan transisi nya. Kemudian pada tahun 2000, bersama dengan Ashok Row Kavi dan dua orang lainnya, Gauri membentuk sebuah LSM yang di beri nama ‘Sakhi Char Chowghi’ di Malad, Mumbai. Motto nya adalah untuk memberikan ruang kebebasan untuk semua waria, hijra dan lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki (LSL) di kota tersebut. Selama 16 tahun , dengan tim yang terdiri dari 150 orang, Gauri mempromosikan seks aman dan memberikan konseling untuk waria dari pinggiran kota Mumbai. Dia juga menjadi pemohon pada National Legal Services Authority (NALSA) yang disahkan pada tahun 2013. Tiga tahun setelah Mahkamah Agung mengakui waria sebagai gender ketiga, komunitasnya masih berjuang untuk hak-hak sipil.
Tapi dibalik seluruh perjuangan tersebut, Gauri juga seorang ibu. “Seorang ibu adalah seorang ibu. Tidak perlu sebuah gender untuk menjadi seorang ibu,” kata Gauri. Gayatri, putrinya yang berusia 16 tahun, tadinya adalah seorang anak yatim piatu. Pada tahun 2001,setelah kematian ibunya, seorang pekerja seks yang meninggal karena HIV, nenek Gayatri memutuskan untuk menjual Gayatri ke seorang mucikari di Sonagachi, Kolkata, daerah lampu merah terbesar di Asia. Gauri ingin menyelamatkan gadis kecil dan dia memutuskan untuk mengadopsi nya. Sebagai transgender, itu tidak mudah baginya. Ketika ia berjalan di jalanan dengan Gayatri, dia dipandang rendah oleh beberapa orang. Tapi sebagai seorang ibu, Gauri membesarkan Gayatri seperti yang setiap ibu lakukan, melawan semua rintangan. Hari ini, Gayatri belajar di sebuah sekolah terkenal dan tinggal di sebuah asrama.
“Saya tidak merasa istimewa. Saya menjadi seorang ibu karena Gayatri dan dia adalah pilar kekuatan saya. Saya melakukan apa yang setiap ibu lakukan,” kata Gauri.
Ketika ditanya tentang masa depan Gayatri, Gauri mengatakan, “Ayah saya ingin saya menjadi seorang polisi, tapi saya tidak bisa. Saya ingin Gayatri untuk menggapai cita-citanuya. Dia memiliki semua kebebasan untuk menjadi apa yang dia inginkan. Saya akan memberinya semua yang saya bisa.” (R.A.W)
Sumber: