Oleh : Siti Rubaidah
Suarakita.org – Komnas Perempuan menyelenggarakan Konsultasi Publik Laporan Tahunan 2016 di Kantor Komnas Perempuan. Rabu, 8 Februari 2017. Tema yang diusung Komnas Perempuan kali ini adalah “Penguatan Gerakan Sosial untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.”
CATAHU Tahun 2016 yang diberi judul “Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas dan Negara.” Dari catatan yang ada memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan/ditangani pada tahun 2015. Data ini dikumpulkan dari kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan, kasus yang ditangani lembaga-lembaga pengada layanan maupun kasus gugat cerai yang diajukan ke Pangadilan Agama.
Komnas Perempuan mencatat kemajuan yang menggembirakan. Di mana, jumlah PERDA kondusif semakin meningkat pada tahun 2016, yakni terdapat 48 kebijakan kondusif dibandingkan dengan 33 kebijakan diskriminatif.
Guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan untuk penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan, Komnas Perempuan memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat.
Azriana, Ketua Komnas Perempuan menyampaikan, “Dari 10 saran dan pertimbangan yang disampaikan ternyata ada 6 yang diterima. Salah satunya adalah larangan bekerja di salon bagi waria di Bereun, Aceh. Atas pelarangan tersebut Komnas Perempuan mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Syariat Islam Propinsi Aceh.”
Menurutnya, larangan bagi waria bekerja di salon adalah bentuk dari pemiskinan. Karena selama ini kebanyakan waria dengan pendidikannya yang rendah dan kemampuan yang terbatas banyak bekerja di salon. Sehingga pelarangan untuk bekerja di salon jelas memutus akses dan kesempatan untuk hidup layak.
Kanzavina dari Sanggar Waria Remaja (SWARA) mengapresiasi langkah yang telah ditempuh oleh Komnas Perempuan tersebut. Menurutnya pelarangan waria bekerja di salon dan kasus-kasus lainnya adalah karena adanya akar masalah budaya patriarki dan misoginis¹.
“Orang hanya melihat waria berdasarkan prasangka dan kebenciannya. Sehingga selama ini kaum waria belum mendapatkan tempat yang layak di masyarakat termasuk pekerjaan yang memadai. Berharap bersama Komnas Perempuan dapat menghapus kekerasan dan menciptakan kondisi inklusif dan keberagaman tanpa ada pengkotak-kotakkan,” paparnya.
Selama ini Komnas Perempuan sudah mempunyai mekanisme pengaduan tetapi menurut Kanzavina Komnas Perempuan perlu memberikan penguatan dan mainstreaming SOGIEB kepada mitra kerjanya terutama kepada pengada layanan yang melakukan konseling psikhologis. Sehingga diharapkan mereka bisa menangani kasus tanpa ekspresi kebencian yang akan membahayakan bagi waria.
“Melihat semakin menguatnya radikalisme di masyarakat maka Komnas Perempuan dan semua jaringan membangun konsolidasi nasional untuk menguatkan gerakan sosial,” katanya mengakhiri.
¹Misoginis (/mɪˈsɒdʒɪni/) adalah kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan. Misogini dapat diwujudkan dalam berbagai cara, termasuk diskriminasi seksual, fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan objektifikasi seksual perempuan.