Search
Close this search box.

15027448_1277945395596483_8636382605211816263_n

SuaraKita.org – Menjelang peringatan Hari Migran Internasional 2016, Pekerja Rumah Tangga Migran (PRT migran) yang tergabung di bawah aliansi Badan Koordinasi Migran Asia (AMCB) dan International Migran Aliance (IMA) meluncurkan program kampanye  yang di beri nama  3 (tiga) W yaitu : Window Cleaning (membersihkan jendela), Working Hours (jam kerja) dan Working Visa (visa kerja)

Mulai bulan ini dan seterusnya AMCB – IMA berjanji akan mengintensifkan kampanye untuk menjawab persoalan-persoalan mendesak yang di alami Buruh Migran di Hong Kong. AMCB-IMA mengatakan, Tuntutan ini berkaitan dengan persoalan keselamatan, kesejahteraan dan keamanan kerja PRT migran di Hong Kong. Kampanye akan melibatkan migran dari Filipina, Indonesia, Thailand, Sri Lanka dan Nepal dan aksi besar puncak akan terjadi pada hari ini tanggal 18 Desember 2016 dalam rangka memperingati Hari Migran Internasional yang ke-26.

Setiap tahunnya, tanggal 18 Desember diperingati sebagai hari buruh migran. Penetapan tanggal ini mengacu pada deklarasi ‘Konvensi Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya (melalui Resolusi No. 45/158) pada tanggal 18 Desember 1990  di New York Amerika Serikat.

Konvensi ini diinisiasi negara-negara pengirim buruh migran untuk merumuskan standar perlindungan khusus bagi buruh migran secara global. Ada proses panjang dalam memperjuangkannya mulai dari penelitian, kajian, dialog dan perdebatan mendalam antara dua kepentingan negara asal buruh migran dengan negara tujuan.

Konvensi ini selanjutnya dikenal dengan Konvensi Buruh Migran. Sebagai sebuah aturan pokok, mulai diberlakukan didunia internasional pada tanggal 1 Juli 2003. Indonesia sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa Bangsa menandatangani konvensi ini pada tanggal 22 September 2004.

Secara khusus, aturan perlindungan buruh migran terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dijelaskan oleh UU ini yang dimaksud dengan buruh migran adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Perlindungan buruh migran tersebut dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kepentingannya dan menjamin pemenuhan hak mereka baik sebelum, selama, maupun setelah bekerja.

Namun kebijakan buruh migran belum berorientasi pada HAM. Saat ini kondisi buruh migran Indonesia (BMI) masih rentan perbudakan dan situasi kerja belum layak sesuai dengan mandat konstitusi dan konvensi PBB. International Labour Organization (ILO) dan Migrant CARE mendorong ratifikasi terhadap kebijakan tersebut.

Perbaikan ratifikasi konven­si ILO 188 pun semakin mendesak mengingat ratifikasi konvensi ILO Maritime Labor Convention (MLC) 2006 belum cukup melindungi.

Migrant CARE mencatat sepanjang 2015-2016 menangani 315 kasus buruh migran Indonesia, seperti kasus penipuan, ketidakjelasan perjanjian kerja, tidak menerima upah, kecelakaan kerja, kekerasan fisik dan seksual, eksploitasi kerja, dan perdagangan orang.

Sementara itu, revisi Undang-Undang No 39/2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia masih buntu karena ada dual­is­me kelembagaan antara Kementerian Ketenagakerja­an sebagai re­gulator dan BNP2TKI sebagai implementator

Adapun tuntutan dari 3 (tiga) W yang menjadi program kampanye AMCB-IMA adalah:

  1. TERAPKAN PERATURAN KETAT TENTANG MEMBERSIHKAN JENDELA BAGI PRT MIGRAN

Serentetan kematian tragis beberapa PRT migran yang jatuh dari flat rumah majikan di gedung-gedung tingkat tinggi ketika membersihkan jendela menguak kerentanan yang menempatkan keselamatan kami dalam bahaya.

Kematian ini seperti kecelakaan yang siap sedang menunggu PRT migran yang disuruh membersihkan jendela bagian luar – tanpa peralatan dan pecegahan yang tepat – karena dianggap bagian dari pekerjaan rumah tangga.

Karena serangkaian kecelakaan yang sebenarnya bisa dihindari ini, maka organisasi migran dan para pendukungnya telah menyerukan kepada pemerintah Hong Kong untuk membuat aturan membersihkan jendela bagi PRT migran.

Meski kami menghargai upaya Departemen Tenaga Kerja Hong Kong untuk memasukkan sebuah ketentuan resmi tentang membersihkan jendela – di sertai dengan pedoman panduan – ke dalam kontrak kerja PRT, akan tetapi peraturan resmi masih belum akan ditetapkan.

Peraturan ini penting karena juga akan mengatur hukuman bagi majikan yang memaksa PRT migran untuk membersihkan jendela tanpa memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.

Selain itu, kami pertegas bahwa ketentuan baru di kontrak kerja ini juga harus mencakup seluruh PRT migran di Hong Kong tanpa terkecuali yang kini berjumlah sekitar 350.000 orang.

  1. TETAPKAN STANDAR JAM KERJA BAGI PRT MIGRAN

Faktor lain dari masalah kesehatan PRT migran adalah jam kerja yang sangat panjang.

Dalam survei baru-baru ini dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa LSM, ditemukan bahwa rata-rata jam kerja PRT migran di Hong Kong berkisar dari 12 sampai 16 jam sehari yang diperburuk oleh aturan serumah dengan majikan (live-in) sehingga harus stand-by 24 jam siap panggil.

Sejumlah penelitian yang dilakukan di banyak negara telah menunjukkan bahwa jam kerja yang berlebihan menyebabkan risiko stroke dan resiko lebih besar terkena penyakit jantung koroner.

Meskipun saat ini pemerintah Hong Kong sedang membahas peraturan jam kerja, tetapi tidak ada indikasi positif bahwa PRT migran akan dimasukkan ke dalam peraturan tersebut.

  1. JANGAN MENGKRIMINALKAN PRT MIGRAN YANG BERGANTI MAJIKAN

Persoalan yang sangat mengkhawatirkan di kalangan PRT migran saat ini adalah meningkatnya jumlah mereka yang ditolak visa kerjanya oleh Departemen Imigrasi Hong Kong karena dituduh atau dicurigai “suka berpindah kerja”.

Alasan Departemen Imigrasi bahwa banyak PRT migran suka berganti-ganti majikan adalah tuduhan tanpa bukti dan dangkal dalam menilai kondisi PRT migran di Hong Kong. Tuduhan “suka berpindah kerja” yang tidak adil dan tidak masuk akal ini yang dijadikan dasar menolak visa kerja PRT migran. Ini sama artinya dengan menghukum tanpa proses dan mem-blacklist PRT migran yang kemungkinan pernah mengalami pelanggaran kontrak kerja atau hak asasi manusia lainnya.

Kebijakan ini juga melanggengkan kondisi perbudakan modern, dimana PRT migran dipaksa bertahan meski harus diperlakukan kasar hanya demi mempertahankan pekerjaan karena takut dituduh “suka berpindah kerja” dan ditolak visa kerja barunya jika memilih untuk mencari majikan lain.

  1. JAMIN KESELAMATAN, KESEJAHTERAAN DAN KEAMANAN KERJA

Keselamatan kerja PRT migran harus diprioritaskan dibanding kepentingan majikan untuk membersihkan jendela. Kesejahteraan PRT migran di tempat kerja harus dijadikan perhatian dan perlakuan yang layak harus diberikan.

Ini adalah bagian dari hak-hak buruh migran yang sudah sepatutnya dipenuhi, dihormati dan dijunjung tinggi oleh pemerintah Hong Kong.

Negara-negara pengirim PRT migran juga harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hak-hak migran ada dan dihormati di Hong Kong dan di negara-negara lain di mana warga negara mereka bekerja. (R.A.W)

Sumber

cepotpost

mediaindonesia