Suarakita.org- Apa itu Islam Nusantara? Mengapa istilah Islam Nusantara ini muncul? Apa bedanya dengan Islam yang lain? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dalam diskusi bedah buku Islam Nusantara karya Guntur Romli di Suara Kita pada Sabtu, 18 Juni 2016.
Guntur Romli adalah intelektual muda Muslim dari kalangan Nahdatul Ulama (NU). Di awal 2000-an, Guntur Romli bersama rekan-rekan mendirikan Jaringan Islam Liberal. Sampai saat ini, Guntur Romli aktif dalam memperjuangkan kebebasan beragama dan hak-hak kelompok minoritas lainnya.
Dalam bedah buku kali ini, Suara Kita mengundang Guntur Romli untuk membahas buku barunya. Menurut Guntur, istilah Islam Nusantara dipopulerkan oleh kelompok NU terutama oleh Ketua PBNU, Said Aqil Siroj. Namun ada beberapa hal dalam perspektif Islam Nusantara di kalangan NU yang tidak terakomodir, “Keberagaman seksualitas dan identitas gender tidak masuk dalam perspektif Islam Nusantara versi NU”, ujar Guntur.
Dalam memulai penjelasan Islam Nusantara, Guntur memulai dengan lima landasan Islam Nusantara itu. Pertama adalah identitas Muslim adalah identitas kolektif bagi orang yang percaya Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad sebagai Rasul Allah, terlepas dari perbedaan tafisr mengani agama Islam. Untuk masalah tafsir, itu adalah urusan Individu dan Allah.
Kedua, perjuangan akan nilai esensi Islam yang tidak mendiskriminasikan seseorang berdasarkan apapun. Ketiga, pengakuan akan hak asasi manusia, apa yang bertentangan dengan hak asasi manusia bertentangan pula dengan Islam.
Keempat, pengakuan atas prinsip demokrasi dan kearifan lokal. Dan kelima, pengakuan atas Pancasila dan nilai-nilai ke-Indonesia-an.
Setelah menjabarkan lima landasan Islam Nusantara, guntur pun menjelaskan sejarah Islam masuk di Nusantara. Dia menjelaskan berbagai teori untuk itu. Dari teori yang menyatakan Islam datang dari Gujarat, India. Lalu juga ada teori yang menyatakan Islam datang ke Indonesia dari Persia. Kemudian ada yang bilang dari Cina.
Dari berbagai teori tersebut, Guntur mengungkapkan bahwa jadi masuk akal mengapa warna atau corak Islam di Indonesia sangat berbeda dengan Islam di negara-negara Arab. “Islam datang ke persia, berbaur dengan budaya persia kemudian datang ke Indonesia”, ungkap Guntur.
Guntur membandingkan dengan kondisi di Mesir. Menurutnya, dulu agama masyarakat Mesir adalah Koptik, kemudian diinvasi oleh khalifah muslim Arab, masyarakat Mesir pun menjadi berbudaya Arab.
Fa, gay asal Aceh mengkhawatirkan kondisi tanah asalnya, khawatir budaya Aceh punah karena alasan bid’ah atau melakukan sesuatu yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Menjawab ini, Guntur bertanya balik “Memang apa yang baru dari Islam?” Bagi Guntur, tidak ada yang baru dari Islam. Puasa, sholat, haji, sudah dilakukan masyarakat Arab sebelum Islam lahir. “Qur’an di zaman nabi Muhammad juga tidak dalam bentuk kitab, itu berarti bid’ah dong? Qur’an baru dalam bentuk kitab ketika sudah ada alat percetakan tahun 1924”, ungkap Guntur.
Guntur menjelaskan bahwa banyak orang Islam menganggap ajaran Islam itu bagaikan air hujan yang langsung turun dari langit. Padahal hujan ada setelah air-air dalam yang ada di bumi menguap, menggumpal jadi awan, kemudian barulah hujan. “Begitupun ajaran Islam. Apa-apa yang terbaik dari suatu masyarakat diadopsi sebagai bagian dari ajaran Islam”.
Setelah diskusi selama dua jam. Acara ditutup dengan buka puasa bersama. (Teguh Iman)
Buku Islam Kita Islam Nusantara bisa diunduh di bawah Ini.
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/06/1454574769.pdf”]