Search
Close this search box.

[Opini] Dekontruksi Ekspresi Gender Dalam Pernikahan Aming Dan Kevin

Oleh: Hartoyo*

Suarakita.org – Publik sempat dibuat “gempar” atas foto-foto yang beredar di media sosial, foto “mesra” antara Aming dengan Evelyn Nada Anjani atau yang biasa disapa Kevin.

Menurut media Tempo, Aming melangsungkan pernikahan di Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 4 Juni 2016. Sebenarnya pernikahan Aming dan Kevin bukan hal yang istimewa karena itu juga dilakukan oleh banyak selebritis dan masyarakat umumnya. Tetapi karena penampilan keduanya yang dianggap berbeda dari umumnya orang.  Beberapa foto yang tersebar di media, Aming berpenampilan seperti perempuan sedangkan Kevin berpenampilan layaknya laki-laki. Tulisan ini tidak akan membahas apakah Aming dan Kevin benar-benar menikah atau tidak secara formal, biarkan itu menjadi urusan keduanya.

Aming sebagai laki-laki (berpenis) dengan Kevin sebagai perempuan (bervagina) tetapi berpenampilan dengan ekspresi gender yang berbeda, hal ini yang menjadi persoalan bagi publik. Walau sebenarnya penulis sendiri bahkan publik tidak pernah tahu, apakah Aming berpenis atau Kevin bervagina? Termasuk juga, apakah Aming merasa diri laki-laki atau tidak, begitu juga apakah Kevin merasa diri sebagai perempuan.  Hanya merekalah yang punya otoritas itu.

Ada banyak asumsi yang bisa penulis ataupun publik sampaikan soal Aming dan Kevin. Bahkan sampai ada yang mencurigai bahwa aksi mereka adalah aksi perkawinan sejenis. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Malik Haramain dari fraksi PKB yang dikutip di media online beritasatu.com.

Menurut Malik, ‎kalau betul pernikahan itu sejenis, pertama, secara agama sudah jelas tidak sah. Kedua, hukum positif nasional juga sama sekali tak mengakui pernikahan sejenis.

“Maka menurut saya, pernikahan Aming dan pasangannya, harus diselidiki. Kalau betul penikahan sejenis terjadi, yang menikahkan juga melanggar aturan. Yang nikah dan menikahkan melanggar aturan agama. Juga melanggar UU dan karena itu harus diproses sesuai rujukan UU dan hukum agama,” tegas Malik Haramain.

Penulis mencoba untuk tidak berpolemik apakah foto Aming dan Kevin, sebuah acara pernikahan secara heteroseksual, homoseksual atau sebenarnya itu hanya aksi “jail” semata.  Semua itu harus dicek dan ditanyakan oleh Aming dan Kevin sendiri, itupun jika negara atau publik merasa punya kepentingan untuk mengetahui seperti yang diinginkan oleh anggota DPR dari PKB tersebut.

Terlepas polemik publik soal Aming, penulis coba memaparkan analisis berbasis pada aksi nyata Aming dan Kevin yang tersebar di Media. Beberapa foto yang meyebar, Aming berpenampilan layaknya penampilan perempuan, berlipstik ataupun berdandan layaknya umumnya perempuan. Begitu juga aksi Kevin yang berpenampilan sangat tomboi (kelaki-lakian).  Walau sebenarnya penampilan kelaki-lakian dan keperempuanan sendiri menjadi sangat tidak jelas indikatornya. Mana sebenarnya yang disebut penampilan perempuan dan penampilan laki-laki?

Sebagian publik, kaget dan shock, mereka bertanya-tanya, sebenarnya hubungan antara Aming dan Kevin hubungan seperti apa? Apakah pasangan sejenis atau pasangan heteroseksual? Publik dibuat bingung dengan penampilan keduanya.  Walau dibeberapa foto lain, Kevin menggunakan jilbab dan pakaian yang dikenakan oleh perempuan sedangkan Aming menggunakan pakaian yang biasa digunakan laki-laki. Tetapi pada kesempatan lain, keduanya berpenampilan cross (meyeberang), Aming layaknya penampilan perempuan dan Kevin layaknya penampilan laki-laki.

Publik sepertinya dibuat bingung dengan tingkah laku Aming dan Kevin yang mencairkan atau menukar ekspresi gender mereka dengan begitu mudahnya. Sebentar Aming berpenampilan feminin, sebentar berpenampilan maskulin. Begitu juga Kevin. Kecairan ekspresi ini menjadi salah satu persoalan yang dihadapi publik melihat pernikahan Aming dan Kevin.

Publik menganggap bahwa Aming yang disebut sebagai laki-laki semestinya berpenampilan maskulin. Begitu juga Kevin semestinya berpenampilan feminin. Dan itu semua harus dilakukan secara kontinyu selama hidup mereka. Tetapi Aming dan Kevin tidak tunduk terhadap itu.  Keduanya mempunyai cara sendiri, menukar satu sama lain sebebas dan semau mereka sendiri.

Publik juga sudah mempunyai kesimpulan sendiri, bahwa Aming yang selama ini berpenampilan sangat cair, disimpulkan sebagai homoseksual ataupun waria. Maka dipastikan hubungan seksualnya Aming adalah sejenis (sesama laki-laki). Maka kemudian publik ada yang curiga bahwa Kevin bukan seorang perempuan tetapi seorang laki-laki.  Itulah mengapa anggota DPR RI dari PKB dan sebagian publik meminta perkawinan Aming dan Kevin untuk diselidiki.

Penulis menilai bahwa ada pesoalan besar pandangan publik tentang identitas gender dan ekspresi gender seseorang. Masyarakat Indonesia yang memiliki kekuasaan meyakini bahwa seorang yang berpenis, harus disebut laki-laki. Ketika jenis kelaminnya laki-laki maka harus mengekspresikan sebagai maskulin dan harus suka secara seksual dengan perempuan. Begitu juga manusia yang bervagina, maka wajib disebut perempuan dan kemudian harus memainkan peran feminin. Pola mikir yang biner itulah yang diyakini sebuah kebenaran hakiki yang kemudian ditopang oleh lembaga agama manapun.

Maka ketika Aming dan Kevin berpenampilan berbeda dengan maunya publik, menjadi aneh dan panikpun menjadi sangat publik. Ada spekulasi dan anggapan miring dituduhkan pada Aming dan Kevin sebagai pasangan sejenis. Padahal jika benar Aming (laki-laki) dan Kevin (perempuan) dan kemudian menikah secara resmi berdasarkan UU No.1 Tahun 1974, tidak ada satupun pasal yang dilanggar oleh keduanya.

Karena UU Perkawinan hanya mengatur kepastikan kelamin seseorang yang akan menikah. Keduanya harus berbeda jenis kelamin, kebijakan itu meyebutkan harus hubungan antara laki-laki dan perempuan. Basis kebijakan perkawinan di Indonesia memang berbasis alat kelamin, penis dan vagina.

Kalau soal ekspresi gender atau penampilan seseorang sama sekali tidak ada aturan didalam UU Perkawinan maupun aturan lainnya. Tidak ada larangan ataupun keharusan seorang laki-laki berpenis yang menikah harus menggunakan celana ataupun rok. Begitu juga yang perempuan bervagina, tidak ada harus menggunakan gaun. Keduanya boleh menggunakan gaun dan jas, atau keduanya sama-sama memakai gaun ataupun jas. Mau mereka sama-sama maskulin ataupun sama-sama feminis.  Sekali lagi kebijakan perkawinan di negeri ini tersentral pada lokus kelamin, penis dan vagina.  Perangkat itulah yang menjadi patokan seseorang menikah di negeri ini.

Dan sepertinya Aming dan Kevin telah memenuhi keinginan negara. Maka selamat untuk Aming dan Kevin menjadi pasangan heteroseksual yang lintas ekspresi gender.

 

*Ketua Perkumpulan Suara Kita, Email : hartoyomdn@gmail.com, Twitter : @hartoyomdn