Search
Close this search box.

[Liputan] Nonton Bareng Stonewall: Titik Dimulainya Sebuah Perjuangan

Suarakita.org – Masih dalam rangkaian memperingati IDAHOT 2016, Suara Kita mengadakan acara Nonton Bareng film Stonewall pada tanggal 21 Mei lalu. Film yang diproduksi pada tahun 2015 ini menceritakan tentang pertama kali munculnya perlawanan dari kelompok LGBT karena sudah merasa terlalu ditekan, yang akhirnya menginspirasi beberapa banyak pergerakan di berbagai tempat. Pemberontakan di Bar Stonewall ini juga menjadikan pemberontakan kelompok LGBT pertama dengan masa yang mencapai ribuan.

Kisah dimulai dengan Danny yang ketahuan bahwa dirinya gay dan kemudian memutuskan untuk pergi dari rumahnya karena tidak tahan dengan perlakuan ayahnya. Sampailah Danny di sebuah Bar bernama Stonewall di New York dan di sana dia menemukan banyak orang-orang “unik” seperti dirinya, ada yang gay, lesbian, transgender, crossdresser, dan lain-lain. Di Stonewall Danny akhirnya menemukan tempat untuk tinggal sementara. Ketika film selesai diputar, ada beberapa peserta diskusi yang sampai menitihkan air mata karena terharu.

Film ini sebenarnya mendapatkan kritik karena tokoh utamanya yang gay kulit putih. Tutur  Iman, salah satu peserta diskusi, “Padahal pada kejadian nyatanya, tokoh yang memimpin pergerakan itu adalah seorang Transgender kulit berwarna (tidak putih -Red.). Ada satu adegan ketika Danny melempar batu pertama sebagai tanda pemberontakan yang seharusnya tokoh transgender lah yang melempar batu tersebut”. Kritik lain, film ini hanya menggali dari sudut padang Danny sebagai gay kulit putih. Iman juga menyebutkan bahwa keadaan di film tersebut mirip dengan keadaan Indonesia saat ini.

Peserta diskusi yang lain, Fuji, menyampaikan bahwa ada juga bentuk perjuangan kelas dalam film tersebut, “Kita bisa lihat pada bagian ketika Danny mengikuti sebuah rapat dengan organisasi LGBT yang memilih untuk berjuang dengan cara yang sopan dan damai. Dan ada juga kelompok yang langsung bersinggungan dengan pihak kepolisian.”

Hartoyo, yang juga hadir dalam acara ini menyampaikan, “Mungkin kalo di Jakarta itu, bar seperti ini itu bar Apollo.” Diikuti dengan gelak tawa peserta diskusi lain.

Film Stonewall memberikan gambaran bagaimana LGBT direpresi oleh negara sehingga melakukan pemberontakan, namun menurut Slamet, orang Indonesia tidak seberani itu. “Kalo di Indonesia, kalo ada razia macam itu, pasti semua langsung bubar, menyelamatkan diri masing-masing. Bahkan meninggalkan teman-teman mereka yang ditangkap.”

Ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul enam lewat, acara pun dicukupkan sekian. (Esa)