Search
Close this search box.

Membedah Transgender, Transeksual dan Interseksualitas

Suarakita.org- Kumpulan Mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Semarang mengadakan diskusi bertemakan keberagaman identitas gender. Wawan, sebagai koordinator penyelenggara menuturkan bahwa kegiatan ini awalnya dari diskusi ringan di sebuah kafe bersama Maya (seorang transgender dan mahasiswa Fakultas Hukum – red) tentang pertanyaan yang muncul dari benak kawan-kawan kelasnya tentang perbedaan transgender, transeksual dan interseksualitas.

Diskusi tentang Gender dan Seksualitas di Semarang dan Kamis, 9 Juli 2015 betempat di Cafe De’Nata adalah titik awal mulainya diskusi dengan menghadirkan tema Transgender, Transeksual dan Interseksualitas dan menghadirkan Ibu Anastasia Ediati, M.Psi, M.Sc, P.hd, anggota Tim Penyesuaian Genitalia di RSUP Dr Karadi sebagai narasumber.

Ibu Anas, panggilan akrab Anastasia Ediati, mengungkapkan bahwa keberadaannya di Tim Penyesuaian Genitalia membuatnya kaya akan keilmuan dan paradigma yang berbeda ketika menangani kasus-kasus penyesuaian organ genital atau kelamin pasien dari RSUP Dr Karyadi yang menjadikanya makin berpandangan humanis.

Ada waktu yang cukup panjang untuk pada akhirnya seseorang melakukan proses operasi kelamin untuk mengetahui seberapa siapkah seseorang untuk melakukan operasi kelamin karena ketika operasi tersebut sudah dilakukan maka sudah tidak dapat dikembalikan lagi sehingga keputusan untuk melakukan operasi kelamin harus mengalami banyak fase dan tahapan mulai dari konseling psikologi.

Dalam keilmuan, lebih lanjut Ibu Anas menyampaikan bahwa ada transgender lebih mengungkapkan seseorang yang merasa dirinya pada identitas gender yang berbeda dengan tubuh fisiknya tanpa intervensi apapun sedangkan jika seseorang sudah melakukan proses intervensi mulai dari terapi hormon itulah yang disebut dengan transeksual sedangkan interseksualitas masih menjadi perdebatan penggunaan istilah, awalnya dulu menggunakan kata hermaprodhyt namun karena kata tersebut dianalogikan untuk binatang maka kata tersebut tidak lagi dipakai namun di Eropa, kata Interseks sudah dilarang untuk digunakan namun di Australia masih tetap digunakan karena lebih jelas.

Interseksualitas sendiri merujuk pada abnormalitas organ genital yang ada dalam diri seseorang baik secara hormonal maupun fisik yang terjadi bahkan tanpa intervensi medis apapun. Dari beberapa kasus yang ditangani oleh RSUP Dr Karyadi justru lebih banyak proses ini dialami oleh perempuan yang berubah menjadi lelaki (female to male).

Disinggung tentang penerimaan keluarga karena keluarga dilibatkan dalam proses konseling, Ibu Anas mengungkapkan justru keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah dan hidup sederhana jauh lebih mudah menerima kondisi anaknya (termasuk kepada mereka yang gay, lesbian, bahkan transgender, transeksual dan interseks) karena mereka lebih menganggap bahwa anak adalah titipan Yang Mahakuasa dibanding dengan keluarga yang tingkat ekonominya lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi pula.

“Bisa jadi karena tingkat ‘pride‘ yang berbeda, baru sekali-dua kali konseling udah lari…. Belum apa-apa sudah tanya nanti kalau menikah, kalau pengen punya anak. Hla ini, intervensi aja belum dilakukan”, ungkap Ibu Anas.

Ketika ditanyakan tentang apa yang dilakukan dengan terapi hormon dan dampaknya, Ibu Anas juga mengungkapkan bahwa terapi hormon tidak akan mengubah orientasi seksual seseorang, hanya meningkatkan derajat maskulinitas atau feminitas seseorang semata. Sering juga dokter memberikan hanya untuk kenyamanan keluarga pasien karena menganggap itu bisa menyembuhkan homoseksualitas padahal itu tidak diperlukan oleh pasien termasuk kepada mereka yang transgender hanya memberikan kenyamanan semata karena tingkat maskulinitas atau feminitas seseorang meningkat. (Oriel)