Search
Close this search box.

Menyimak Suara Lesbian Indonesia

Suarakita.org- Sabtu, 23 Mei 2015, dalam rangka memperingati IDAHOT 2015 Suara Kita menyelenggarakan diskusi buku Mendengar Suara Lesbian Indonesia di sekretariat Suara Kita. Sekitar dua puluh orang datang melakukan bincang buku pada sore hari tersebut.

Buku tersebut berisi tulisan dari beberapa penulis yakni; Saskia Wieringa, Soe Tjen Marching, Evelyn Blackwood, Mariana Amiruddin, Agustine, Dewi Nova, Prof. Musdah Mulia dan Guntur Romli. Di diskusi buku kali ini, Dewi Nova dan Agustine, sebagai salah satu penulis hadir sebagai narasumber diskusi.

Menurut Dewi Nova buku ini sangat bermanfaat, buku ini dapat menjawab keresahan atau menambah pengetahuan masyarakat tentang lesbian di dalam konstruksi masyarakat yang sangat patriarki dan heteronormatif. “ Dalam buku ini ada konsep kunci yang menurutku sangat membantu kita untuk lebih mudah memahami masalah- masalah yang dihadapi oleh masyarakat ketika mereka bingung menghadapi lesbian”, jelas Dewi Nova.

Penempatan tulisan Soe Tjen Marching sebagai pembuka dalam buku ini juga mendapat apresiasi dari Dewi. Menurutnya sangatlah susah untuk memahami dunia lesbian ataupun feminisme apabila masih menggunakan kerangka atau pola berpikir biner. Hal ini menjadi sangatlah penting karena seksualitas dan identitas gender sangatlah luas seperti jagad raya yang sedang dalam proses menjadi tanpa terus menerus henti. Karena sedang dalam proses maka ia akan terus berubah, berkembang dan menghasilkan yang baru , proses ini akan berhadapan dengan dinamika sosial politik yang ada di dalam suatu masyarakat. Kategorisasi bukan berarti tidak penting harus ditiadakan, kategorisasi tetap penting harus tetap ada namun harus selalu siap untuk diperbaharui.

Evelyn tidak memakai istilah orientasi seksual namun ia menggunakan terma subyektifitas gender, yaitu sebagai sesuatu yang berkembang, karena dari kecil hingga dewasa manusia terus mengambil dan menyerap subyektifitas gender yang diciptakan oleh lingkungan sosial, budaya dan wacana disekitarnya. Inilah sari pemikiran penelitian Evelyn Blackwood yang disebut oleh Dewi Nova dengan Lesbian Kontigen. Agustine menambahkan bahwa kata kunci untuk memahami pemikiran Evelyn Blackwood adalah pada “subyektifitas gender” tersebut.

Sementara itu Agustine menceritakan bagaimana proses pembuatan buku tersebut dan membahas secara ringkas semua bagian-bagian buku. Menurut Agustine, buku ini lahir dari kegelisahan teman- teman di Ardhanary Institute yang menglami kesusahan ketika mencari literatur mengenai lesbian secara akademik. Alasan lain adalah banyaknya peneliti dari luar negeri yang meneliti tentang lesbian di Indonesian namun tulisan tersebut tidak diterbitkan di Indonesia. Ketika Jurnal Perempuan kemudian membuat buku berjudul Seksualitas Lesbian, hasrat untuk membuat buku mengenai lesbian di Indonesia sudah tidak bisa terelakkan lagi. Menurut Agustine, kendala pertama yang dialami teman- teman Lesbian di Ardhanary Institute adalah kurangnya kemampuan menulis yang mengikuti kaidah- kaidah penulisan ilmiah dalam dunia pendidikan, namun hal ini tidak mengurangi hasrat mereka untuk menulis buku tersebut.

Yudi dari  Suara Kita mengapresiasi atas lahirnya buku tersebut karena dapat menjadi rujukan akademis mengenai Lesbian di Indonesia. Ira yang lama bekerja di Komisi Penaggulangan AIDS Nasional (KPAN) mempertanyakan apakah ada suatu rencana untuk membawa tulisan-tulisan mengenai suara lesbian tersebut ke ranah akademis.

Agustin menjawab bahwasanya saat ini sudah berjalan ke wilayah akademis, “Buku ini menjadi referensi akademis bagi teman-teman yang membutuhkan”. Untuk menjawab hal tersebut, saat ini Ardhanary Institute saat ini sedang mengembangkan modul mengenai konsep Gender and Sexual Diversity yang harapannya dapat dipakai di Universitas sebagai materi perkuliahan . Saat ini Ardhanary Institute juga sedang mengembangkan modul mengenai panduan media dalam meliput LGBT.

Bincang buku dan diskusi pada sore itu diakhiri dengan memberikan hadiah buku Mendengar Suara Lesbian Indonesia kepada para penanya pada saat diskusi dan perpustakaan Suara Kita. (Eddy)