Search
Close this search box.
(Sumber : http://www.yesmagazine.org)
(Sumber : http://www.yesmagazine.org)

Suarakita.org- Negara Denmark seringkali menjadi pelopor dalam menangani isu-isu LGBT. Di tahun 1989, Denmark menjadi negara pertama yang melegalkan pasangan sejenis dalam kemitraan sipil. Di tahun 1930, artis Denmark, Lili Elbe menjadi orang pertama di dunia yang melakukan perubahan gender melalui operasi penyesuaian kelamin.

Saat ini, Denmark memperkenalkan salah satu hukum paling progresif di dunia terhadap transgender. Sejak 1 September warga negara Denmark dibolehkan menentukan sendiri gender mereka secara resmi tanpa membutuhkan persetujuan medis dalam bentuk apapun.

Niel Jansen, seorang transgender laki-laki dari Denmark menyambut baik hukum terbaru tersebut, “Kamu bisa merubah gendermu secara legal dengan mengisi formulir dengan mengatakan bahwa kamu transgender – fantastik sekali,” katanya.

Di masa sebelumnya, Denmark tidaklah seperti itu. Menurut Helle Jacobsen, koordinator kampanye untuk Internasional Amnesti di Denmark, undang-undang sebelum sekarang di mana pengebirian dianggap sebagai ‘penyembuh’ homoseksual dan sebagai jalan penyelesaian terhadap pemerkosa. Dan orang-orang Denmark yang hendak mengubah gender mereka secara hukum memiliki dua pilihan: pertama, mereka boleh jadi memperoleh diagnosis secara psikatris sebagai gangguan mental (atau dikenal dengan transseksualisme) dan selanjutnya disterilkan melalui operasi yang tidak dapat diubah kembali (dengan memotong penis dan testis bagi laki-laki secara biologis, dan atau menghilangkan uterus dan ovarium bagi yang secara biologis perempuan) – sebuah prosedur yang tidak memungkinkan pengubahan gender secara sah bagi mereka yang masih menginginkan diri sebagai orangtua biologis; atau pilihan kedua, mereka hidup dengan identitas gender yang tidak sesuai dengan dokumen legal mereka.

“Tanpa pengubahan legal kamu jadi cenderung harus ‘menerangkan’ setiap waktu,” kata Jacobsen. “Jadi kemanapun kamu pergi seperti ke Bank atau kantor pemerintahan, KTP-mu tidak sama dengan yang terlihat dan kamu jadi harus memberi tahu kebenarannya lagi. Dan itu membuat kehidupan menjadi sangat sukar.”

Sebelum legal gendernya diubah, Jansen sangat khawatir dengan kebingungan tanda pengenal, “Secara pribadi hal itu jadi beban pikiran yang membuat stres. Aku berpikir, bagaimana jika aku diseret ke kantor polisi pada saat razia dan mereka tidak percaya bahwa ini tanda pengenalku?”

Dia juga membatasi bepergian keluar negeri. “Aku mendengar banyak sekali kejadian yang mengalami masalah dan aku tidak mau mengalaminya juga,” katanya. “Jadi sekarang saya sudah tidak sabar bepergian dengan paspor yang baru.”

Menunggu Ketertinggalan Jaminan Kesehatan

Jansen telah mengubah gendernya secara legal mengikuti undang-undang Denmark yang lama, dimana mensyaratkan operasi penyesuaian kelamin untuk memperoleh perubahan gender legal. Tapi dia memutuskan untuk pergi ke Jerman dan Serbia untuk operasi yang dibutuhkan daripada melalui proses sistem di Denmark.

“Aku sudah mengangkat uterus dan ovariumku,” katanya.“Secara pribadi waktu itu tidak masalah karena aku mau semuanya selesai, tapi beberapa orang tidak menghendaki intervensi dalam melakukan operasi.”

Sistem di Denmark yang dulu tidaklah unik. 20 negara Eropa dan hampir sebagian besar wilayah di Amerika masih berlangsung mensyaratkan sterilisasi untuk pengubahan legal gender dan hampir semuanya membutuhkan paling tidak surat keterangan medis atau sebagai bentuk perintah dari pengadilan. Meskipun Denmark telah melakukan lompatan besar terhadap penyelesaian dari sisi legalitas, Jansen masih merasa bahwa negaranya ketinggalan dalam hal ketentuan pasal-pasal pada jaminan kesehatan.

“Sayangnya akses untuk jaminan medis tidak diikuti dengan perubahan besar dari undang-undang baru.” Katanya. “Kenyataannya, kita jauh di belakang Amerika dan hampir di setiap negara lain di dunia Barat.”

Mereka yang menghendaki operasi penyesuaian kelamin di Denmark masih harus melalui proses yang panjang dan menyulitkan untuk memperoleh perawatan yang mereka inginkan, ditambah waktu yang bisa lebih dari setahun sebelum proses dimulai.

“Programnya sangat invasif: Para ahli mengevaluasi kehidupan seks Anda dan menuliskannya tentang pakaian apa yang dikenakan setiap waktu ditunjukkan sebagai catatan sejauh mana anda merepresentasikan diri anda sebagai gender yang anda kehendaki tersebut,” kata Jansen. “Dan jika hasil evaluasi mereka menolakmu sebagai transseksual, maka mereka hanya bilang, selamat tinggal, kita tidak bisa bantu Kamu.”

Dia mengatakan meskipun tidak semua orang di Amerika memiliki akses yang baik terhadap jaminan kesehatan, tapi orang-orang yang memiliki uang bisa mendapatkan perawatan.

“Hal itu tidak terjadi disini,” ujarnya. “Saya berharap suatu hari kami dapat memperoleh akses ke perawatan medis dengan kondisi yang hampir sama, proses yang simpel melalui surat persetujuan saja.”

Di Amerika juga berbeda dalam penggunaan istilah diagnosis. Dibanding memberi label individu transgender dengan sebuah gangguan kepribadian, sebagaimana yang di Denmark lakukan dan di Amerika di mana organisasi-organisasi Hak Asasi Manusia menganggap hal itu menstigmatisasi transgender dan berpengaruh terhadap kesetaraan, sehingga istilah ‘dysphoria’ (perasaan di mana tidak sesuai dengan tubuh anda dan hal itu menimbulkan ketidaknyamanan) lebih cenderung digunakan. Kelompok kanan juga mengkritisi pemerintahan Denmark meskipun kenyataannya telah diakui pada undang-undang yang baru, di mana pemohon diharuskan lebih dari 18 tahun dan pasangan yang menikah harus bercerai dan menikah kembali sebagai pasangan gay jika salah satu memutuskan mengubah gender mereka.

“DUNIA BERUBAH”

Di samping permasalahan tersebut, undang-undang terbaru Denmark menjadi paling progresif secara legal di negara Eropa bagi transgender, dan secara global baru sama dengan Argentina. Di belahan dunia lain, kebanyakan negara hampir tidak memungkinkan untuk mengubah gender seseorang pada dokumentasi legal.

Walaupun begitu, kemajuan sedang berproses. Menurut Dr. Rebecca Allison, presiden dari asosiasi medis gay dan lesbian, di tahun-tahun belakangan sebagian negara-negara Eropa telah menghentikan kebutuhan akan sterilisasi dan juga dihadapi di negara bagian Amerika seperti California, Iowa, New York, dan Washington.

Ada pula kesamaan pergerakan yang muncul meliputi sebuah opsi “gender ketiga” pada dokumentasi legal. Nepal menjadi negara pertama yang mengesahkannya di tahun 2007, diikuti oleh Pakistan, Bangladesh, Jerman, New Zealand, dan pada bulan April baru-baru ini Australia mengikuti hal yang sama.

Meskipun sistem di Denmark belum sempurna betul, pengkampanyean terus dilakukan agar negara-negara lain mengikuti contoh tersebut dalam menghadapi penetapan diri pada gender yang legal.

“Kelompok aktivis transgender seluruh dunia mencari perubahan undang-undang seperti ini,“ kata Stephen Whittle, Wakil Presiden organisasi transgender Press for Change di UK (Inggris –red).

Whittle yakin perubahan seperti ini berlangsung secara bergelombang, “Pada tahun 2005, UK mengizinkan pengakuan gender untuk semua tujuan hukum tanpa mendesak sterilisasi atau keterangan medis selain dari diagnosis gender dysphoria. Afrika Selatan mengikuti di tahun 2005, disusul Swedia tahun 2013 dan Belanda tahun 2014. Sekali UK telah mengambil langkah tersebut negara lain mulai mengikuti. Dunia berubah”. (Jane Maryam)

 

Sumber: Yes Magazine