Search
Close this search box.
Sebuah diskusi tentang agama dan HIV di AIDS 2014 (Foto: Dina Indrasafitri)
Sebuah diskusi tentang agama dan HIV di AIDS 2014 (Foto: Dina Indrasafitri)

Suarakita.org- Agama menjadi salah satu topik yang banyak dibicarakan dalam konferensi AIDS internasional 2014 di kota Melbourne, Australia. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana agama bisa dijadikan cara memerangi HIV, tanpa menjadi sesuatu yang menghakimi atau mengancam.

Perihal HIV dan kesehatan seksual bisa memasuki begitu banyak ranah, tak terkecuali agama. Agama bisa dijadikan senjata untuk memberi bimbingan tentang kesehatan seksual, bahkan kenikmatan seksual.

Untuk menanggulangi penyebaran HIV dan kesehatan seksual buruk di komunitas-komunitas tertentu, lebih baik merangkul agama dan tokoh-tokoh agama daripada menjauhi mereka.

Begitu pendapat sejumlah aktivis bidang HIV dan kesehatan seksual yang ditemui ABC International dalam konferensi AIDS Internasional 2014, atau yang disingkat menjadi AIDS 2014.

Nuraan Osman, aktivis HIV dan kekerasan terhadap perempuan di Afrika Selatan (Foto: Dina Indrasafitri)
Nuraan Osman, aktivis HIV dan kekerasan terhadap perempuan di Afrika Selatan (Foto: Dina Indrasafitri)

Salah satunya adalah Nuraan Osman, seorang aktivis bidang HIV dan kekerasan terhadap perempuan dari Afrika Selatan.

Ia bercerita bahwa Ia bekerja dengan banyak ulama dan tokoh agama, yang ingin tahu lebih banyak soal HIV.

“Bagi banyak dari mereka, ini hanyalah perihal ketidaktahuan. Ketidaktahuan menyebabkan prasangka buruk. Begitu kita mendidik mereka, pikiran mereka terbuka dan mereka bersedia membantu,” jelas Osman kepada Dina Indrasafitri dari ABC.

Pesan-pesan dari agama Islam pun sering digunakan dalam berbicara dengan masyarakat perihal HIV dan diskriminasi.

“Dalam kerja kami dengan perempuan, kita gunakan pesan Islam dengan pesan kasih sayang, tidak pernah dengan nada menghakimi,” ucapnya.

“Allah lah yang menghakimi. Tugas kita bukan menghakimi, melainkan memberi kasih sayang, dukungan, dan menyelamatkan nyawa, itu pesan terpenting,” jelas Osman.

Pentingnya melibatkan pemuka agama dalam menanggulangi HIV juga diungkap oleh Rewan Youssif, yang menjabat national officer bidang Kesehatan Reproduksi dalam Federasi Internasional Ikatan Mahasiswa Kedokteran di Mesir.

“Ada orang yang berusaha menggunakan agama untuk membuat orang melakukan hal-hal yang buruk, jadi kita gunakan senjata yang sama untuk melawan, dengan cara mendekati tokoh agama dan masyarakat yang dipercaya masyarakat,” ucapnya.

Para tokoh agama tersebut akan mengajarkan mahasiswa-mahasiswa kedokteran untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan agama.

Nilofer Khan Habibullah, mahasiswi kedokteran yang lahir di Saudi Arabia, mengingatkan bahwa saat member informasi pada komunitas beragama, dan juga pemuka agama, jangan sampai terlihat arogan atau meremehkan agama yang mereka anut.

“Penting melibatkan mereka. Jangan asingkan mereka. Anda butuh bantuan mereka,” jelasnya.

Tak hanya mencegah infeksi HIV, agama juga bisa menjadi penghibur dan tempat mengadu bagi mereka yang sudah terinfeksi, ucap Herman Varella dari organisasi Positive Rainbow, yang memberi dukungan bagi mereka yang hidup dengan HIV di Jakarta, Indonesia.

Organisasinya mengadakan Focus Group Discussion dengan melibatkan 29 orang, dan juga mewawancara secara mendalam 14 orang dari 29 orang tersebut. Kesemuanya laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (MSM), dan HIV positif.

Dari penelitian yang mereka lakukan, didapati bahwa banyak dari peserta menganggap agama penting dalam kehidupan mereka, dan melakukan ritual agama mereka. Ada pula kasus di mana seorang dengan HIV yang kondisinya sudah sangat parah memilih untuk dirawat pihak Gereja ketimbang dinas sosial, karena merasa ini saat Ia mendekatkan diri pada Tuhan.

“Harapan terakhir MSM sebagai bagian dari hasil FGD, mereka ingin agar pemimpin agama ke depan lebih friendly terhadap kelompok MSM dan mendoakan mereka agar lebih sehat,” tutur Herman.

Agama memang cukup banyak dilibatkan dalam konferensi internasional yang dihadiri belasan ribu peserta itu.

Di kawasan Global Village, yaitu semacam kawasan expo, ada los khusus yang berbau religius. Di los bernama ‘Faith Networking Zone’ ini, diadakan meditasi, yoga, dan juga pertemuan dipimpin Pendeta.

Dan tak hanya dalam hal HIV, agama pun dibahas terkait penanggulangan diskriminasi terhadap kaum minoritas seperti kaum gay atau jenis kelamin ketiga di India, yang disebut ‘Hijra’, dan juga seksualitas secara umum.

Memang ada berbagai tantangan, seperti yang diceritakan pendeta JP Mokgethi-Heath, yang aktif dalam melibatkan komunitas agama untuk menanggulangi penyebaran HIV.

“Menggerakkan masyarakat, dari ketidakpedulian ke arah gerakan positif adalah tantangan besar, dan saat tantangan tersebut termasuk berbicara tentang sesuatu yang begitu pribadi seperti seksualitas, maka akan timbullah benteng,” ucapnya,

“Yang bisa kita lakukan hanyalah menyediakan alat. Karena, saat kita mulai bisa merangkul mereka, kita mulai melangkah dalam perjalanan untuk mencapai solusi,” ucapnya.

Sumber : radioaustralia.net.au