Suarakita.org- Di negara-negara Eropa, pernikahan sejenis mulai diakui legalitasnya. Namun, di Bali, wedding organizer (pengelola acara pernikahan) tetap menolak melayani pasangan semacam itu bila mereka hendak melakukan pernikahan di Bali. “Kami tetap taat hukum serta mematuhi norma agama dan budaya,” kata Ketua Bali Wedding Association (BWA) Deden Saefulloh, Rabu, 30 April 2014.
Deden menjelaskan bahwa acuan penolakan itu ada pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Di dalamnya mengatur bahwa pernikahan hanya bisa dilangsungkan oleh dua orang yang berlainan jenis. Bali Wedding Association juga mengacu pada ketentuan bahwa pernikahan hanya bisa dilakukan di antara dua orang, pria dan wanita, yang seagama.
Saat ini, menurut Deden, ada beberapa permintaan penyelenggaraan pesta pernikahan sejenis. Bahkan wedding organizer sering terjebak karena pasangan yang akan melangsungkan pernikahan berhubungan melalui agen yang hanya mau menunjukkan foto pasangan pada saat-saat terakhir. “Pernah terjadi pasangan sesama laki-laki yang baru diketahui setelah pendetanya curiga sebelum pengucapan janji pernikahan,” ujarnya.
Untuk menghindari hal semacam itu, Bali Wedding Association akan membuat standar etika dan aturan yang disosialisasikan ke semua anggota guna mencegah situasi keterpaksaan. “Kami juga tidak ingin pernikahan sebagai upacara yang sakral menjadi sekadar acara main-main belaka,” ujarnya.
Deden mengungkapkan bisnis wedding organizer telah berkembang sangat menggiurkan di Bali. Mulai skala kecil dengan harga paket Rp 5 juta sampai paket lengkap yang bernilai ratusan juta rupiah. Perkembangan ini harus diantisipasi dengan peningkatan standar etika dan kompetensi agar terjadi persaingan yang sehat.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Ida Bagus Subhiksu menyatakan kehadiran Bali Wedding Association adalah bagian dari peningkatan kualitas pariwisata Bali. “Kami senang karena ada komitmen untuk menjaga norma budaya Bali,” ujarnya.
Sumber : tempo.co