Search
Close this search box.

0,,17574990_303,00Suarakita.org- Sebuah tanah pemakaman untuk lesbian dapat ditemukan di kota Berlin. Pemakaman ini dikelola oleh sebuah organisasi Jerman untuk lesbian yang peduli pada nasib lesbian yang sudah berusia tua.

Suasana suatu Sabtu pagi di pemakaman Georgen Parochial Friedhof di Prenzlauer Berg, Berlin begitu tenang. Di puncak bukit, melewati sebuah patung malaikat emas, terdapat lahan pemakaman kecil. Jalurnya melingkar, di atas tanah yang subur.

Ini adalah situs pertama kompleks pemakaman lesbian Berlin, yang dibuka pada awal bulan ini. Di pagi itu, di bawah sinar mentarai, Usah Zachau duduk di atas bangku taman. Dia anggota dari Safia, sebuah organisasi Jerman yang didirikan pada tahun 1986, yang mengurus lesbian berusia di atas usia 40 tahun.

Tahun 2009, Zachau dengan segelintir kecil anggota Safia yang tinggal di Berlin memprakarsai rencana membangun pemakaman lesbian. Idenya adalah agar dapat mengurus tempat peristirahatan terakhir para lesbian, mengingat banyak lesbian yang hidup tanpa pasangan atau anak-anak, atau berkeluarga.

“Motivasi pertama saya adalah mengurus mereka yang sekarat dan dekat dengan kematian,” papar Zachau. Ditambahkannya: “Saya punya banyak saudara dan teman yang meninggal dunia pada usia sangat muda. Seringkali kejadiannya dramatis, sehingga saya harus berurusan dengan kematian mereka, dan saya ingin melakukannya dengan sebuah kelompok.”

‘Budaya khusus’

Kuburan baru ini dikhususkan hanya bagi lesbian. Dan untuk dua tahun ke depan, pemakaman ini ditujukan bagi para anggota organisasi Safia.

“Tidak punya anak laki-laki, tidak ada teman-teman heteroseksual. Ini terutama untuk lesbian. Di Safia, ada yang usianya sudah 89 tahun dan bahkan lebih tua dari itu, jadi mereka tinggal menunggu ajal,” ujar Zachau sambil tertawa.

Untuk Safia, salah satu atribut paling penting dari tanah pemakaman mereka adalah visibilitas: “Kami tidak ingin ini jadi kuburan tanpa nama, tidak ada yang ingin menjadi anonim di tanah ini,” ungkap Zachau.

Luas pemakaman ini 400 meter persegi. Lokasinya dirancang sebagai tempat pertemuan, bukan hanya bagi yang sudah tiada, tapi juga yang masih hidup. Misalnya untuk konser paduan suara, acara pembacaan sastra atau perayaan ulang tahun. Pemakaman ini dapat mengakomodasi hingga sekitar 65 kuburan.

Sudah ada tiga puluh perempuan yang tertarik pada pemakaman lesbian ini dan ingin menjadikannya sebagai tempat peristirahatan terakhir mereka.

Koneksi Protestan
Asosiasi pemakaman Protestan di Pusat Kota Berlin, menerima proposal Safia untuk membuka sebuah tanah pemakaman lesbian. Zachau bercerita, “Kami terkejut, telah dibukakan pintu untuk gagasan itu.“Namun demikian, Safia juga menghadapi kritik, kenapa lahan itu tampak jadi ekslusif. “Saya tidak pernah suka dengan orang-orang yang mengisolasi diri, dengan hanya bergaul dengan orang-orang berkarakter sama seperti mereka,” tandas Julia Roggatz.

Ia adalah programmer berusia 25 tahun yang telah tinggal di Berlin selama enam tahun. Ditambahkannya, “Saya tidak melihat alasan kenapa hanya karena identitas seksual saya, saya hanya bergaul dengan lesbian saja.”

Tapi organisasi Safia membela proyek kuburan mereka. “Saya tidak bisa memahami ide diskriminasi, kuburan lesbian hanyalah bagian dari kuburan,” kata Zachau. “Jadi kita tidak pernah punya perasaan memisahkan diri. Ini toh untuk kita, tidak untuk melawan orang lain.”

Namun logika itu sedikit membingungkan Roggatz. Mungkin karena ada kesenjangan generasi dibalik logika itu. Katanya, “Keluarga saya telah benar-benar menerima orientasi seksual saya,” kata Roggatz. “Jadi saya tidak pernah benar-benar memiliki hambatan. Mungkin lesbian yang kini sudah berusia 60 tahunan harus menghadapi situasi berbeda 40 tahun yang lalu.”

Ruang sendiri
Bagaimana pendapat kalangan lainnya? Susanne Jung adalah direktur pemakaman di Berlin yang spesialisasinya dalam urusan penguburan independen. Para aktivis Safia datang kepadanya untuk meminta nasihat soal tanah pemakaman mereka. Jung mengatakan ini hanya persoalan saling menjaga dan memperhatikan dalam sebuah komunitas.

“Para perempuan ini biasanya tidak memiliki keluarga besar. Jadi mereka memilih komunitas dalam masyarakat, ” kata Jung.” Dan ini tidak berakhir dengan kematian. Lebih jauh dari itu. Jadi saya pikir ini benar-benar hanya bentuk rasa saling memperhatikan dan menjaga dalam komunitas bagaikan keluarga.”

Sumber : dw.de