Search
Close this search box.

Menjadi Media Yang “Cerdas”

Foto: Hartoyo

Jakarta. ourvoice.or.id – Virus HIV telah meyebarkan diseluruh dunia dan menjadi persoalan besar bagi setiap orang,tidak terkecuali di Indonesia.  Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sampai September 2011, total HIV di Indonesia 15.589 kasus.  Dan resiko penularan tertinggi pada : heteroseksual (78,8 %), penasun/jarum suntik (9,4%), hubungan sex laki-laki dengan laki-laki (2,8%) dan ibu rumah tangga (3,3%).

Cara penularan virus HIV memang sangat “spesifik” dapat melalui darah, hubungan sex yang tidak aman, melalui air susu (dari ibu ke bayi). Sehingga ada beberapa cara yang efektif mencegah penularan virus ini, seperti selalu menggunakan kondom ketika berhubungan sex pada siapapun, menggunakan jarum suntik steril ataupun menghindari gesekan luka secara langsung pada siapapun juga.  Karena setiap dari kita beresiko tertular virus HIV.

Informasi tentang HIV sudah sangat gencar disampaikan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun media mainstrem.  Bahkan pemerintah membentuk satu komisi khusus yang dinamakan dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) melalui  Peraturan Presiden (PerPres) No. 75 Tahun 2006, salah satu tujuannya meyebarkan informasi HIV sebagai cara pencegahan penularan virus ini.  Sehingga media menjadi sangat penting meyampaikan kepada publik tentang apa itu HIV dan bagaimana mencegahnya secara benar.

Koran Media Indonesia (MI) sebagai salah satu media besar di Indonesia, Jum’at, 2 Maret 2012 pada halaman 22 memberitakan rubrik tentang “Kesehatan Reproduksi”.  Rubrik itu sebenarnya fokus pada informasi kesehatan reproduksi remaja.  Di halaman tersebut,  MI menampilkan satu foto tentang informasi HIV dan AIDS.  Foto tersebut sepertinya dari kelompok Muslimat Hizbut Tahrir.  Pesan dalam gambar seperti ini:

Aksi Remaja Peduli

HIV / AIDS

buah hati

Homoseks

Bisex

Freesex

Transgender

Disamping foto, harian MI menambahkan informasi tentang permasalahan kespro di kalangan remaja yang diambil dari sumber Komisi Perlindungan Anak/Kemenkes/BPS/Foto : MI/Grafis: Seno.

Dari photo yang dipublikasikan oleh MI, penulis sebagai aktivis HIV dan keberagaman seksualitas melihat ada beberapa hal yang menjadi masalah;

Pertama: Foto yang ditampilkan memberikan informasi yang salah dan meyesatkan bagi publik tentang HIV dan AIDS.  Karena penularan infeksi HIV bukan karena orientasi seksual dan identitas gender seseorang.  Ini sudah jelas dari hasil laporan dan data Kemenkes yang sudah saya sampaikan diatas tulisan ini.  Dan yang paling tragis foto itu telah memberikan stigmanisasi pada kelompok tertentu, yaitu homoseksual, biseksual dan transgender. Padahal kelompok heteroseksual paling banyak terinfeksi virus HIV berdasar data yang ada.

Kedua: Memang menjadi hak sepenuhnya harian MI menerbitkan atau memilih foto itu. Tetapi karena foto itu memberikan informasi yang salah dan meyesatkan, sebaiknya MI memberikan informasi yang lain.  Memberikan informasi atau data pembanding yang bisa dipertanggungjawabkan.  Misalnya apakah benar orientasi seksual meyebabkan penularan HIV?  Karena inilah tugas utama MI sebagai media,  yang salah satunya memberikan pendidikan dan informasi pada publik sesuai fakta bukan asumsi. (Hartoyo)