Suarakita.org- Ancaman tindak kekerasan melalui Twitter bukan hal baru. Jangankan di Indonesia, pemerintah negara-negara maju juga kesulitan mengatasi masalah tersebut. Twitter sendiri terkesan kewalahan.
Perjuangan Caroline Criado-Perez berakhir dengan pahit di bibir. Aktivis perempuan itu awalnya menuntut pemerintah Inggris mencetak wajah perempuan di atas uang kertas Poundsteerling. Wajah milik penulis Jane Austen itu memang akhirnya menghiasi secarik uang kertas bernilai 10 Pound yang baru akan dicetak mulai 2017 oleh Bank of England. Tapi keberhasilannya itu mendulang konflik baru.
Karena sekonyong-konyong profilnya di twitter mendapat gelombang pesan kebencian, sebagian bahkan bernada ancaman pemerkosaan dan pembunuhan. Kepada BBC Perez mengklaim ia menerima 50 pesan ancaman setiap jamnya. “Ancaman ini sebegitu detail dan eksplisit, sehingga sulit untuk melupakannya. Mereka membuat saya takut.”
Ancaman semacam itu tidak cuma diarahkan kepada Perez. Politikus perempuan dari Partai Buruh, Stella Creasy, juga mendapat ancaman serupa. Seperti juga Perez, ia berkampanye mendukung wajah Jane Austen. Awal Agustus lalu beberapa jurnalis perempuan Inggris mendapat ancaman pemboman, “sebuah bom sudah ditempatkan di depan rumahmu,” tulis seorang pengguna anonim Twitter.
Twitter sendiri terkesan enggan berbuat banyak dalam kasus Perez. Sejauh ini kepolisian Scotland Yard sudah menangkap dua pemuda yang kembali dibebaskan dengan uang jaminan hingga proses pengadilan, September mendatang.
“Ini bukan kasus pertama bahwa seorang wartawan mendapat serangan verbal akibat pesan Twitter. Tapi saya kira jurnalis tidak punya pilihan lain, selain harus hidup dengan fenomena tersebut,” kata Hendrik Zörner dari Ikatan Jurnalis Jerman (DJV).
Direktur bidang “Kepercayaan dan Keamanan” di Twitter, Del Harvey mengakui, pihaknya sering tidak melanjutkan kicauan bernada mengancam kepada polisi. Ia berdalih, Twitter tidak memiliki informasi yang cukup untuk meminta bantuan kepolisian. Sering tidak diketahui, dari mana sebuah kicauan berasal.
Kendati melarang ancaman kekerasan, Twitter tidak mempermudah pengguna untuk melaporkan kicauan semacam itu. Akibatnya kini muncul petisi online yang menuntut agar Twitter menyediakan tombol khusus agar pengguna bisa melaporkan ancaman atau bentuk penyalahgunaan yang lain. Petisi itu sendiri sejauh ini sudah ditandatangani oleh lebih dari 120.000 orang.
Twitter sendiri mengatakan, agar bisa menghindari ancaman tindak kekerasan, pihaknya harus mengawasi setiap kicauan dan pesan yang dikirimkan, jumlahnya sebanyak 65 juta tweets setiap hari.
Jurnalis sekaligus Blogger, Martin Giesler meragukan hal tersebut, “Twitter saya tidak kenal, tapi Facebook punya 5.000 pegawai untuk satu milyar pengguna. Jadi setiap posting yang diadukan tidak akan diteliti dengan seksama, melainkan melalui algoritma. Jadi kalau 1.000 orang mengadukan pesan yang sama, maka pesan itu akan langsung dihapus.”
Twitter sendiri mengklaim, pihaknya sudah memiliki filter otomatis.
Saat ini Indonesia mencatat 19,5 juta akun Twitter. Sejauh ini tidak ada data mengenai jumlah aduan terkait ancaman tindak kekerasan melalui situs jejaring sosial tersebut.
Sumber : DW.DE