Search
Close this search box.

[Puisi] Simfoni Persatuan dan Perdamaian Ragam Jiwa

Oleh: Muhammad Akbar Ridhawansa*

Terlukiskan, dalam sebuah alkisah
Dari lautan, bayang-bayang berucap
Di tengah permainya sang surya, berpencarnya rentangan abu
Seberang rimba hijau, namun bentala tak lagi bersemi
Rentaslah kejayaan, yang telah teguh di garis tebing

Ketahuilah,
Bala ini bukan karena tulah-Nya, tapi lebih pada penangkapan demi penangkapan itu
Kala hari demi hari, terbentangnya untaian beralunan monoton
Terikat pada rutinitas, mengulangi siklus yang sama
Hening, diam tak berirama
Meredamkan simfoni, menguncikan mimpi dan harapan

Sebab itu,
Hendaklah diri tak lagi merajuk, derita hati pun jangan dikenang
Bertapa dalam kehidupan, tak lain hanyalah menyadarkan diri
Terdetik syair diri, mendengarkan esensi bintang dan cahaya
Yang unik dan tunggal dalam semesta

Tatkala,
Retaslah sangkar Pandora, membebaskan jiwa berkeliaran
Seketika hati gemetar, melampiaskan kotakan di dada
Menghembuskan insaniah, penuh nada bertiang kokoh
Serempak meruntuhkan pilin tawan, mendedahkan lubuk pintu
Yang menyiratkan, denyut tak lagi berpatri
Seraya berkilaunya sang pelita, menyalakan api abadi nan membara dalam diri

Kelak,
Menggerakkan roda baru, sembari menjadi nakhodanya
Mengingat waktu selalu ke depan, bukan ke belakang
Bertawakal mengalihkan hayat, merintangi kebimbangan bina kejujuran
Sanubari bak perwira, hendak faedahnya muliakan semesta

Curahkanlah amanah,
Dengan tangan kita merangkul aspirasi, kaki berdiri tuk bergerak
Membuka lembaran baru, menempuh langkah baru
Lantas kita pinta revolusi, meramaikan corak persatuan
Terjalin bersama dalam kain malam, berulir hamparan semesta

Ketahuilah,
Di malam itu, orang-orang berpawai ria
Berdansa nan hati tak runyam, penuh kiasan senyum dan senda gurau
Tak lupa sekepal prisma, bersimbur hajatan pelangi
Menafsirkan lema-lema raharja sang tanah air kita

Ketahuilah,
Kekayaan Indonesia kita, berkahnya pun patut disyukuri
Jangankan kasatmata sahaja, semut pun tak terhitung jumlahnya
Sudah mafhum terpendam ilham-Nya, mengungkapkan puspawarna utopia-Nya
Maka dari itu, Ku goreskan takdir syair ini
Dengan pena mengukir langit dan bumi, himne harapan sang Ibu Gaia dan Dewi Bulan

Bersabda,
Memandu haluan jiwa bak raga, menghamparkan kuntum cinta
Bagai sanak lebah menuai nektar, silih berganti menjadi madu
Syahdu dan maslahatnya memetik ketakjuban, pun mendedahkan inspirasi
Laksana mengarungi samudera, yang berjurang tak ada ujungnya

Mari menenun permadani kedamaian
Di mana pelukan cinta menaklukkan setiap gerbang
Karena dalam irama, terpanggilnya keberagaman
Meletakkan satu keindahan, mengindahkan semua
Mengisarkan ciptaan, yang luhur dan sejati bagi nusantara.

 

*Penulis lahiran Kota Palu. Dalam kesehariannya, ia sering berkeliling di kota-kota Metropolitan, mengunjungi tempat bersejarah dan museum seni, serta taman. Ia suka menulis, menyusun musik elektronik, dan membuat konten di media sosial. Sosial media penulis dapat ditemukan di Instagram (@dfimn_akb24 dan @akbarr_creativity).

Bagikan